Sriwijayamedia.com – Komisi I DPR RI melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan sejumlah pakar hubungan internasional, guna didengar masukan-masukannya terkait RUU tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah RI dan Pemerintah Republik Sosialis Vietnam tentang Penetapan Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
RDPU yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Akhbarsyah Fikarno Laksono tersebut, digelar di ruang rapat Komisi I DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (23/4/2025).
Para pakar hubungan internasional yang diundang yaitu Guru Besar Hukum International FHUI Prof Hikmahanto Juwana, Direktur Asean Studies Centre UGM Dr Dafri Agussalim, dan Department Hubungan International Univiversitas Paramadina Dr Mohammad Riza Widyarsa.
Pada kesempatan tersebut, Guru Besar Hukum International FHUI Prof Hikmahanto Juwana mengatakan, proses perundingan terkait dengan penetapan batas ZEE ini sudah lama dilakukan sejak 2010, setelah penetapan landas kontinen.
“Ini kalau sudah disahkan oleh kedua Parlemen, maka ini akan mengakhiri tindakan-tindakan penangkapan nelayan Vietnam oleh otoritas Indonesia, karena tentu nelayan Vietnam tidak boleh masuk ke ZEE kita kecuali mendapat persetujuan dari Indonesia,” kata Hikmahanto.
Sementara itu, Pakar dari Department Hubungan International Universitas Paramadina Dr Mohammad Riza Widyarsa menjelaskan, salah satu masalah perairan antara Indonesia dengan Vietnam adalah masalah penangkapan ikan.
“Disini apabila kesepakatan ZEE antara Indonesia dengan Vietnam sudah diratifikasi, ini diperlukan sosialisasi antara pemerintah Indonesia dengan para nelayan, itu sangat penting, tentunya dengan melibatkan pemerintah daerah, tokoh masyarakat serta asosiasi nelayan,” jelasnya.
Menurut Riza, sosialisasi terkait kesepakatan ZEE ini penting dilakukan, mengingat nelayan-nelayan Indonesia yang sudah sejak lama melakukan kegiatan mencari ikan dengan wilayah pencarian yang sangat jauh.
“Nelayan di Indonesia memiliki semacam fishing ground (daerah memancing) yang mereka sudah melakukan itu selama ratusan tahun, dan itu sudah ada sejak Indonesia belum ada. Mereka lebih mengedepankan traditional fishing ground. Ini yang sering menjadi masalah antara Pemerintah Indonesia dengan Australia. Jadi ini perlu ada sosialisasi kepada para nelayan agar tidak terjadi gesekan di lapangan antara nelayan Indonesia dengan otoritas negara lain,” ungkapnya. (Adjie)