Jakarta, Sriwijaya Media – Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto mengungkap berdasarkan temuannya di lapangan, saat ini Regulated Agent (RA) ilegal bermunculan di Lini 1 Bandara Soekarno-Hatta (Soetta).
Akibat adanya kegiatan RA ilegal tersebut, negara berpotensi dirugikan senilai Rp316,8 milyar/tahun.
Demikian disampaikan Hari Purwanto dalam keterangan persnya, Jakarta, Selasa (20/4/2021).
RA adalah badan hukum yang melakukan kegiatan usaha dengan badan usaha angkutan udara yang memperoleh izin dari Direktur Jenderal Perhubungan Udara untuk melaksanakan pemeriksaan keamanan terhadap kargo dan pos.
Hal ini untuk menjaga keselamatan penerbangan. Agar tidak ada barang-barang atau kargo yang dapat membahayakan keselamatan penerbangan terbawa dalam penerbangan.
Menurut Hari Purwanto, RA ini diadakan secara internasional sebagai reaksi atas tragedi WTC 2001 di Amerika Serikat. RA menjadi agen yang memeriksa kargo dan pos di luar area Daerah Keamanan Terbatas (DKT) bandara untuk mencegah ada barang terlarang terutama peledak masuk ke area bandara dan pesawat udara.
Di Indonesia, RA mulai diberlakukan pada tanggal 16 Mei 2011, Sesuai SKEP/255/IV/2011 Tentang Pemeriksaan Keamanan Kargo dan Pos yang diangkut dengan pesawat udara niaga bahwa pemeriksaan keamanan kargo dan pos dilakukan oleh regulated agent.
Sayangnya, kata Hari, suasana di Lini 1 Bandara Soetta, sebagai kawasan DKT, masih belum kondusif. Sekarang ini, ujarnya, banyak beroperasi RA yang ilegal, atau tidak memegang izin dari Dirjen Perhubungan Udara.
Saat ini, kata Hari, RA yang punya izin hanya tiga perusahaan. Potensi kargo yang dikelola tiga perusahaan yang terdaftar adalah sekira 200 ton/hari. Sementara, potensi kargo yang beredar di Bandara Soetta mencapai 1.000 ton/hari.
“Bisa kami simpulkan, telah terjadi kegiatan regulated ilegal senilai kurang lebih 800 ton/hari oleh perusahaan yang tidak jelas statusnya, tanpa izin resmi, dan dilakukan di kawasan terlarang Daerah Keamanan Terbatas,” tuturnya.
Akibat kegiatan ilegal tersebut, Hari merinci, negara berpotensi dirugikan senilai Rp880.000 juta/hari, Rp26.4 milyar/bulan atau Rp316,8 milyar/tahun.
Potensi kerugian ini merupakan nilai minimal dengan asumsi Rp1.100 (tarif terendah) dikalikan 800.000 kilogram.
“Presiden Joko Widodo harus turun tangan mengatasi sengkarut ini. Kemenhub saja ternyata tidak mampu, bahkan terkesan tidak mau mengurusnya. Pak Jokowi harus segera bentuk Satgas yang terdiri dari unsur Kepolisian, Kejaksaan, Kementerian Keuangan (Bea Cukai), dan Kemenhub untuk atasi persoalan ini,” terangnya.
Satgas ini, masih kata Hari, bertugas untuk memastikan dan menertibkan seluruh RA di seluruh Indonesia agar patuh pada ketentuan Peraturan Menteri Perhubungan No PM 53 tahun 2017 tentang Pengamanan Kargo dan Pos Serta Rantai Pasok (supply chain) dan Pos Yang Diangkut Dengan Pesawat Udara yang mengharuskan para RA harus beroperasi di luar Lini 1 (DKT) dan membangun kawasan warehouse sendiri.
Hari juga menerangkan pihaknya telah membuat laporan tertulis kepada Kejaksaan Agung, khususnya Jaksa Agung Muda Intelejen untuk bisa segera melakukan pemantauan terhadap hal ini.
“Persoalan ini bila tuntas akan membuktikan bahwa Indonesia telah menerapkan Internasional Civil Aviation Organization (ICAO) dalam mengimplementasikan standar keselamatan penerbangan internasional,” jelasnya.(wan)