Sriwijayamedia.com – Anggota DPD RI asal DIY Hilmy Muhammad mengkritik keputusan Presiden Joko Widodo yang membuka kembali keran izin ekspor pasir laut setelah dilarang sepanjang dua dasawarsa.
Kebijakan tersebut dipandang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan yang serius dan tidak ada keuntungan dalam jangka panjang.
Gus Hilmy, sapaan akrabnya ini menegaskan bahwa keputusan tersebut menunjukkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap keberlanjutan lingkungan.
Eksploitasi pasir laut dapat merusak terumbu karang dan habitat biota laut, yang pada akhirnya akan merugikan masyarakat.
“Tidak ada keuntungan jangka panjang yang kita dapatkan dari kebijakan tersebut selain kerusakan lingkungan seperti merusak terumbu karang dan habitat biota laut. Di sisi lain, ini memperbesar negara lain memperluas ‘jajahan’nya terhadap negara kita. Siapa yang rugi di depan? Bisa berakhir dengan ancaman kedaulatan,” kata anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI tersebut melalui keterangan tertulis yang diterima awak media pada Minggu (22/9/2024).
Dia juga mempertanyakan alasan dibalik penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 20/2024 dan Permendag No 21/2024, yang merupakan merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) No 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada Mei 2023.
Menurut dia, pemerintah mestinya membuka data penelitian terkait seberapa parah akumulasi sedimentasi di Indonesia.
Kalau yang dilihat hanya cuannya, Gus Hilmy menilai pemerintah telah menjual tanah air.
“Data intelijen aja punya, masa data penelitian begini nggak punya. Pemerintah mestinya kan berpikir, bagaimana menawarkan wilayah kita untuk kerja sama saling menguntungkan guna perluasan kepentingan ekonomi negera tetangga. Tidak malah menjual tanah air kita ke sana!,” imbuhnya.
Kebijakan ini, kata Gus Hilmy, menambah daftar hitam pemerintahan Presiden Jokowi setelah serangkaian langkah politiknya yang asal tabrak.
“Kebijakan ini tidak memberi legacy yang baik dan justru menambah kesan buruk pemerintahan Jokowi, setelah sebelumnya banyak catatan terkait politik dan hukum. Sangat memprihatinkan karena justru kebijakan tidak populer ini ditetapkan di tikungan-tikungan akhir masa jabatan,” pungkasnya. (Adjie)