Sriwijayamedia.com – Menjelang bulan puasa, harga-harga bahan pangan cenderung mengalami kenaikan di berbagai daerah.
Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS Riyono menyoroti fenomena ini dan menegaskan perlunya langkah konkret dari pemerintah untuk menjaga stabilitas harga pangan di tengah daya beli masyarakat yang terus menurun.
Riyono mengungkapkan bahwa kenaikan harga bahan pangan bukanlah persoalan baru, terutama menjelang hari-hari besar keagamaan.
“Dinamika ini selalu terjadi setiap tahun. Namun, yang perlu kita pastikan adalah bagaimana pemerintah hadir untuk menjaga kestabilan harga dan ketersediaan pangan,” kata Riyono, dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema ‘Menjaga Stabilitas Harga Pangan Jelang Ramadan’, yang diselenggarakan oleh Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2025).
Riyono menjelaskan, berdasarkan data dari Organisasi Pangan Dunia (FAO), biaya yang harus dikeluarkan masyarakat Indonesia untuk makanan bergizi, mencapai USD 4,47 per hari atau sekitar Rp 69.000.
Angka ini lebih tinggi dibandingkan negara-negara tetangga seperti Thailand (USD 4,3), Filipina (USD 4,1), Vietnam (USD 4), dan Malaysia (USD 3,5).
Riyono menilai, mahalnya harga pangan di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk daya beli masyarakat yang lemah dan kebijakan penetapan harga yang sering terlambat.
Komisi IV DPR RI telah melakukan pemantauan harga di beberapa daerah, seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta.
Hasilnya, ditemukan bahwa harga beras, minyak goreng, cabai, ayam, dan ikan mengalami kenaikan. Harga beras Bulog, misalnya, berada di kisaran Rp 12.000–13.000 per kilogram, sementara harga ayam potong naik dari Rp 35.000 menjadi Rp 38.000 per kilogram.
Riyono juga menyoroti peran Bulog yang dinilai belum mampu mengendalikan harga di pasar karena hanya menguasai sekitar 3–5% peredaran beras nasional.
“Bulog harus lebih diperkuat, jangan sampai hanya menjadi pemain kecil di pasar,” ujarnya.
Riyono juga mengkritik ketergantungan pemerintah pada operasi pasar yang selama ini dianggap sebagai ‘obat sementara’.
Dirinya mengusulkan adanya ‘Bulog Mini’ di setiap Kabupaten/Kota untuk menjaga stabilitas harga pangan secara lebih efektif.
“Pangan adalah kebutuhan dasar. Jika harga tidak terkendali dan daya beli masyarakat melemah, dampaknya bisa luas terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Ini yang harus kita cegah,” pungkasnya. (Adjie)