Jakarta, Sriwijaya Media – Masa pemilihan kepala daerah (pilkada) dengan pergantian dua atau tiga tahun lagi, dapat dikatakan masih cukup lama.
Untuk mengantisipasi kekosongan dimasa jabatan tersebut, Mendagri pernah menyatakan akan merujuk pada perundang-undangan lama. Tapi semua itu nanti yang menetapkan adalah Presiden.
Sejauh ini belum diketahui instrumen apa yang akan digunakan oleh Presiden terkait mekanisme pergantian kepala daerah. Sementara undang-undang Pemilu terakhir digunakan hanya mengatur pada keserentakan dan ditunjuknya pejabat, namun mekanisme penunjukkan untuk pergantiannya belum diatur.
Pada tahun 2022 dan 2023 akan terjadi pergantian ratusan kepala daerah di seluruh Indonesia. Semua komponen bangsa, baik parpol maupun masyarakat harus tunduk terhadap UU pemilu tahun 2019, yang diantaranya tentang pemilu serentak.
Menurut pengamat politik sekaligus akademisi dari Universitas Muhammadyah Jakarta (UMJ) Prof Dr Sri Yunanto, M.Si., P.hD., karena pemilu diadakan secara serentak, maka akan ada sekitar 272 kepala daerah yang akan diganti tanpa melalui pilkada lagi.
Berarti pada masa transisi menjelang pergantian akan terjadi ‘kekosongan’ kepala daerah yang dipilih rakyat. Pergantian kepala daerah akan terjadi kembali pada 2025.
“Kalau saya berpendapat, dalam situasi seperti ini, instrumen yang mempunyai legitimasi politik paling tinggi bagi Presiden yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Alasannya, pertama, tidak ada peraturan spesifik yang menjadi dasar pergantian kepala daerah,” ujar Sri Yunanto, Minggu (27/2/2022), dalam sebuah acara diskusi membahas Potensi Kerawanan menjelang Akhir Masa Jabatan (AMJ) Kepala Daerah pada tahun 2022 dan 2023 bersama sejumlah Presiden Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta.
Sri Yunanto membenarkan memang belum ada instrumen aturan yang bisa dijadikan acuan hukum, termasuk UU Pemilu tahun 2019 yang hanya mengatur tentang kesempatan dan pelaksanaan pemilukada serentak tanpa menjelaskan mekanisme pergantian kepala daerah, kewenangan pejabat pengganti sementaranya (plt), dan penyebab bilamana kepala daerah pengganti yang baru tidak mempunyai legitimasi politik yang kuat maka posisinya tidak akan kuat.
Karena itu, poin penting yang harus diatur dalam instrumen aturan tersebut harus mencakup kualifikasi (siapa yang boleh menggantikan pejabat gubernur/bupati/walikota), bagaimana mekanisme penggantiannya, serta hak dan kewenangan.
Juga mengatur perihal siapa pejabat yang berhak mengangkat pilkada ‘transisi’ gubernur,walikota maupun bupati. Kewenangan itu penting karena kalau dulu kewenangan yang dimiliki pejabat sementara (plt/plh) terbatas. Baik bupati, walikota, maupun gubernur dipilih langsung oleh rakyat. Maka dia punya legitimasi yang cukup tinggi.
Oleh karena itu yang menggantikannya juga yang harus mempunyai legitimasi politik yang tinggi serta dipilih oleh rakyat, siapakah dia?.
Posisi Kemendagri yang memiliki legitimasi administratif tidak memiliki legitimasi politik karena dia diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Maka pemilik legitimasi politik tertinggi adalah Presiden. Sehingga akan lebih tepat jika yang menentukan calon kepala daerah adalah Presiden.
Kemajemukan masyarakat Indonesia membuat potensi konflik bisa saja terjadi, bisa juga tidak. Masyarakat harus diedukasi secara politik akan legitimasi pemilihan kepala daerah yang sudah berdasar aturan (perppu).
Kepala daerah hasil dari pilkada juga harus memiliki kapabilitas yang cukup baik dan bisa menjalankan roda pemerintahan. Sehingga yang menjadi lebih penting bagi seorang kepala daerah adalah yang bisa diterima oleh masyarakat, capable, dan prosedur yang representatif. Bahwa ribut atau tidaknya, itu nanti tergantung penerimaan didaerah masing-masing.
“Kalau misalnya parpol, ormas, pemuda, dan mahasiswa menerima (kepala daerah yang baru),maka keributan bisa dihindari’,” ujarnya.
Perppu harus segera dikeluarkan untuk menghindari kekisruhan dalam proses menentukan kandidat kepala daerah.
Aturan-aturan yang akan dibuat harus sudah sejalan dengan prinsip-prinsip akuntabilitas politik dan juga mewadahi aspirasi ari semua golongan.
Secara personal kriteria calon kandidat pejabat pengganti kepala daerah, secara prinsip jelas dia harus mempunyai kemampuan leadership karena dia akan memimpin pejabat-pejabat. Pejabat daerah sekarang itu jangan hanya menjadi pemimpin birokrasi, tapi dia juga dituntut untuk bisa memimpin roda pemerintahan di daerah dan juga masyarakat. Karena itulah seorang kepala daerah harus mempunyai administratif leadership dan politically leadership.
Menanggapi hal itu, Presiden Universitas Universitas Islam As-Syafi’iyyah Edy Faturahman mengatakan bahwa penunjukan langsung penjabat (Pj) daerah (propinsi, kota dan kabupaten) oleh Pemerintah (Kemendagri) secara tidak langsung merupakan cara untuk memperkokoh posisi Pemerintahan secara Politis, karena tidak mungkin menunjuk Kepala Daerah yang berbeda ideologi politik.
“Dalam hal ini kami melihat bahwa seharusnya ada lagi aturan yang dibuat oleh DPR RI untuk memilih Kepala Daerah yang akan mengisi kekosongan hingga pada Pemilihan serentak tahun 2024”, ungkap Edy.
Sementara itu, Presiden Mahasiswa Universitas Islam Jakarta Habibullah menyampaikan bahwa syarat kandidat calon kepala daerah jangan hanya terbatas pada lingkungan Aparatur Sipil Negera (ASN).
Untuk TNI/Polri aktif, Presiden pernah menyatakan tidak dapat ditunjuk sebagai kandidat calon kepala daerah. Namun lain halnya jika yang bersangkutan adalah purnawirawan dan memiliki kapabilitas yang mumpuni dan diterima oleh masyarakat setempat.
“Syarat kandidat calon kepala daerah sebaiknya jangan hanya terbatas pada lingkungan Aparatur Sipil Negera (ASN)”, usul Habibullah.
Mengomentari usulan Perppu yang bisa dijadikan acuan pergantian kepala daerah serentak, Presma Universitas Tribuana Jakarta Adyan N.S., mengatakan untuk mempermudah Presiden dalam menentukan kandidat – kandidat kepala daerah perlu ada tim verifikasi khusus yang bisa merekomendasikannya kepada Presiden.
Hal-hal seperti itulah nantinya harus diatur dalam perppu sebagai barometer aturan yang bisa dipakai. Karena itulah makin cepat Perppu dibuat akan makin bagus. Partisipasi partai politik dan tokoh-tokoh masyarakat bisa dilibatkan dalam menyampaikan aspirasi disini, tanpa harus mengerahkan massa dalam jumlah banyak, terlebih dimasa pandemi ini.
Tugas Polri dan TNI pastinya wajib dalam menjaga keamanan dan penegakan hukum selama proses pergantian. Dalam menjaga keamanan masyarakat Polri pastinya perlu bantuan TNI untuk mem-back up kerja mereka.
“Hal-hal seperti itulah nantinya harus diatur dalam Perppu sebagai barometer aturan yang bisa dipakai. Karena itulah, makin cepat perppu dibuat akan semakin bagus,” terang Adyan. (Santi)