Sriwijayamedia.com – Solidaritas Pergerakan Mahasiswa Indonesia (SOPREMASI) mendesak pemerintah segera membentuk tim pengawas (Timwas) Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.
Hal itu terungkap saat SOPREMASI menggelar konferensi pers, berlangsung di Jakarta Pusat, Kaffe 1947, Kamis (15/9/2022) sekitar pukul 16.30 Wib.
“Pemerintah dengan resmi pada 3 September 2022 mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi, dengan skema subsidi yaitu menyalurkan BLT BBM sebesar Rp12,4 triliun kepada 20,65 juta keluarga kurang mampu sebesar Rp300 ribu per bulan selama empat bulan terhitung mulai September,” kata Wixen Nando yang pernah menjabat sebagai Korda BEM Nus Jakarta 2021-2022.
Selain itu, pemerintah juga menyiapkan anggaran sebesar Rp9,6 triliun untuk 16 juta pekerja dengan dengan gaji maksimal Rp3,5 juta dalam bentuk bantuan subsidi upah yang diberikan sebesar Rp600 ribu.
Dari skema penyaluran BLT ini, sebagai mahasiswa yang selalu mengontrol setiap kebijakan pemerintah melihat beberapa kebijakan sebelumnya pun tak tepat sasaran.
Dia mengilustrasikan seperti bantuan anggaran Covid-19. Dimana kebijakan itu tidak di kelola dengan baik sehingga terjadinya praktik korupsi oleh oknum pemerintah.
“Selaku mahasiswa, kami menilai adanya praktik korupsi dikarenakan kurangnya pengawasan ketat oleh pemerintah sehingga bantuan tersebut tidak tepat sasaran,” terangnya.
Atas dasar itu, pihaknya menganjurkan pemerintah melalui kebijakan BBM bersubsidi dengan skema BLT agar terhindar dari oknum-oknum berpotensi menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi maupun kelompok.
Sementara itu, Ketua SEMMI Jakarta Timur Gawi menambahkan pemerintah seharusnya melakukan fungsi pengawasan yang masif, terutama dalam penyaluran BLT di lapangan sehingga kebijakan ini tepat pada sasaran.
Selain itu, ketika pemerintah mengumumkan kenaikan BBM pertalite dari harga awal Rp7.500 menjadi Rp10.000 per liter. Kemudian harga pertamax dari Rp12.500 menjadi Rp14.500 per liter untuk wilayah Pulau Jawa dan haga BBM yang lainnya pun ikut naik.
Kebijakan ini menuai penolakan dari berbagai lapisan masyarakat dan terutama masyarakat pekerja, unjuk rasa tentang penolakan kenaikan harga bahan bakar minyak ini pun terjadi di berbagai daerah. Namun praktik kenaikan harga BBM dijalankan oleh SPBU di seluruh Indonesia.
Akan tetapi yang sangat disayangkan ialah beberapa temuan penyalahgunaan pengisian BBM di beberapa SPBU sering terjadi. Oknum pemilik kendaran BBM non subsidi mengisi BBM bersubsidi.
“Contohnya temuan oknum pegawai Bank BCA di Jawa Tengah dengan pendapatan ekonomi menengah ke atas seharusnya mengisi BBM jenis pertamax, namun kedapatan mengisi BBM dengan jenis pertalite,” tambahnya.
Menurut dia, fenomena ini sering terjadi di SPBU. Hal ini bisa terjadi lantaran kurangnya pengawasan dan belum adanya sanksi yang tegas oleh pemerintah kepada oknum seperti ini.
Merujuk pada penjelasan diatas, pihaknya mendesak pemerintah agar membentuk suatu timwas penyaluran BLT agar tidak ada lagi praktik korupsi seperti anggaran Covid-19.
Selain itu, memastikan dan mengawasi agar penggunaan bersubsidi tepat sasaran ; mengawasi dan menindak tegas penggunaan BBM oleh kendaraan mewah.
“Pemerintah perlu memberikan sanksi tegas terhadap pelanggar penggunaan BBM bersubsidi jika benar-benar berpihak pada rakyat,” tutupnya.(Santi)