Sriwijayamedia.com – Kelas pekerja menjadi penyeimbang terhadap kelas pemodal. Sistem di dunia selalu ada dua kelompok yang secara politik akan bertarung secara konstitusional melalui pemilu.
Partai kelompok pemodal, dan partai yang dimiliki oleh klas pekerja. Selain dua kelompok itu, di beberapa negara juga mengenal partai berbasis agama.
Pernyataan itu disampaikan Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden KSPI Said Iqbal, dalam konferensi pers yang diselenggarakan secara daring, Jum`at (30/9/2022).
Menurut Said, di Indonesia, kelompok pemodal sudah terwakili oleh pengusaha yang bergabung di dalam partai yang sudah ada, tanpa bermaksud menyebut nama partainya. Tetapi partai tersebut sudah ada. Ini bisa dilihat dari cerminan DPR pusat maupun daerah.
Bahkan banyak di antara mereka yang berasal dari kalangan pengusaha. Ada pengusaha yang secara langsung menjadi anggota perlemen, ada juga anggota parlemen yang dibiayai oleh pengusaha.
“Begitu juga kelompok agama. Mereka berjuang untuk kepentingan nilai-nilai agama. Ini pun sudah ada di Indonesia. Itu sah. Sebab partai politik dibangun untuk mewakili kepentingan politik mereka,” aku Said Iqbal.
Di Indonesia tidak ada partai yang berbasis kelas pekerja. Tetapi sayangnya, Mahkamah Konstitusi (MK) tidak memperhatikan itu. MK justru menjadi “kuburan” bagi harapan kelas pekerja untuk memiliki alat politiknya sendiri.
“Buruh dan petani tidak merasa diwakili oleh partai politik yang saat ini ada. Begitu juga dengan nelayan, guru honorer, ibu-ibu jamu gendong, tukang ojek, pekerja informal, perempuan, pekerja rumah tangga, hingga buruh migran. Oleh karena itu, dibutuhkan dalam system politik di Indonesia kelompok yang berbasis kelas pekerja,” lanjutnya.
Di berbagai negara, sudah ada partai kelas pekerja. Mereka menamakan dirinya Partai Buruh, Partai Sosial Demokrat, Partai Sosialis Pekerja, atau nama lain yang senada.
Bagi kelas pekerja, benteng terakhir mencari keadilan adalah MK. MK harusnya berlaku adil antara partai baru dengan partai politik yang sudah ekstablis. Tetapi MK justru menjadi kuburan bagi lahirnya partai kelas pekerja.
Sebelumnya, Partai Buruh menggugat persyaratan bagi peserta pemilu untuk ikut pemilu. Dimana dalam ketentuannya, partai politik yang saat ini ada di Senayan hanya mengikuti verifikasi administrasi.
Sedangkan bagi partai baru selain verifikasi administrasi, juga harus verifikasi factual. Di sini ada ketidakadilan, tetapi MK menolak permohonan Partai Buruh, tanpa terlebih dahulu dilakukan sidang untuk memeriksa perkara yang diajukan.
“Terhadap putusan MK, kami menolak putusan tersebut. Tagline kami adalah reformasi MK,” terang Said Iqbal.
Padahal aturan main itu dimuat dalam undang-undang. DPR itu kan juga peserta pemilu di 2024. Patut diduga mereka akan melindungi kepentingan oligarki dengan membuat undang-undang yang menyulitkan bagi partai baru untuk ikut pemilu.
“Dalam sidang kemarin, MK memutus 15 perkara. Disana ada 2 perkara yang sangat penting. Satu diajukan oleh partai politik di Senayan terhadap presidensial threshold dan Partai Buruh yang meminta agar partai baru diperlakukan sama dengan partai lain. Ini tentang negara, tentang memilih presiden, tentang politik yang bisa mengakomodir kepentingan rakyat. Bahwa semua sama di hadapan hukum. Maaf, saya menganalogikan MK seperti sidang tilang SIM. Banyak perkara dijadikan satu. Padahal disana ada dua perkara yang sangat penting, terkait presidential threshold dan pemilu dijadikan satu dengan masalah lain,” jelas Said Iqbal.
Dia mengingatkan bahwa MK dibangun untuk memenuhi rasa keadilan konstitusional bagi warga negara. Untuk itu, jalanan akan menjadi pilihan ketika keadilan tidak didapatkan.
Partai Buruh melakukan gugatan UU Pemilu, karena melihat ada celah ketidakadilan. Partai yang ada di Parlemen hanya mensyaratkan verifikasi administrasi. Tetapi partai baru, selain verifikasi administrasi juga harus faktual.
Dia mempertanyakan apakah MK sudah menggali dan mencari data betapa beratnya melakukan verifikasi adminitrasi. Buktinya, ketika KPU mengumumkan proses perbaikan verifikasi. Dari 24 partai politik, hanya 1 partai politik yang memenuhi syarat. Sementara ke-23 yang lain dinyatakan belum memenuhi syarat. Bahkan, partai-partai yang berkuasa di parlemen saja belum dinyatakan lolos.
“Saya tidak berbicara KPU, karena dia hanya penyelenggara. KPU bekerja sesuai dengan undang-undang. Dalam hal ini, kami merasa hak konstitusional kami diabaikan dalam pembuatan undang-undang yang notabene dilakukan partai politik yang sekarang sedang berkuasa,” tegasnya.
Said Iqbal menegaskan bahwa tidak ada niat untuk menghina peradilan, dalam hal ini MK. Tetapi ini tentang sistem MK, dimana orang yang mencari keadilan.
Kedepan, pihaknya akan melakukan kampanye reformasi MK. Kedua Partai Buruh akan menginisiasi seluruh elemen, buruh, petani, nelayan, akademisi, partai politik yang mencari keadilan tentang presidensial threshold, hingga mahasiswa, dengan membentuk Komite Anti Presidential Threshold (KAPT).
“Terakhir, kami akan mempersiapkan aksi besar-besaran untuk melawan keputusan MK tersebut,” imbuhnya.(Santi)