Anak Meninggal di Lapas, KPAI Datangi LPKA Bengkulu

IMG_20220613_201343

Jakarta, Sriwijaya Media – Dugaan bunuh diri yang dilakukan anak berinisial YYP (18) di tahanan Lapas LPKA Kelas II Bengkulu menjadi atensi bagi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Kadiv Wasmonev KPAI Jasra Putra, Senin (13/6/2022) menyatakan insiden tersebut menjadi keprihatinan bersama, dimana ananda YYP memilih mengakhiri hidupnya.

“Kasus pencurian yang menghantarkan bunuh diri menjadi perhatian kita semua. Apa yang terjadi dengan ananda YYP, sehingga lebih memilih bunuh diri, dalam proses masa pidana,” katanya.

Tentu masyarakat dan pemerhati hukum dan keadilan serta aktifis anak penting mendapat keterangan sejelas-jelasnya dari yang berwenang dan memeriksa kasus ini.

Kedatangan KPAI di Bengkulu, kata dia, sangat disambut baik pemerintah daerah dan aktifis anak.

“Saya apresiasi penyelenggaraan perlindungan anak di Bengkulu yang dalam sehari ini mengagendakan pertemuan dengan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bengkulu. Kemudian Kepala Lapas LPKA kelas II Bengkulu, Gubernur Bengkulu dan Forum Perlindungan Khusus Anak di Bengkulu,” tuturnya.

Dengan data 2021 yang disampaikan pemerintah, kata dia, ada 80 kasus anak berhadapan dengan hukum di Bengkulu, diantaranya membawa anak anak menjadi pelaku.

Menurut laporan pekerjaan sosial, disana untuk anak-anak korban dirujuk ke Dinas Sosial (Dinsos). Sedangkan untuk anak-anak pelaku berada di Bapas Bengkulu.

“Tentu penting di potret lebih jauh kasus ini, agar tidak ada lagi anak-anak yang baru tinggal sehari di Lapas kemudian memilih bunuh diri. Padahal seringkali anak-anak berhadapan dengan hukum melakukan itu karena ada dorongan kuat dari pihak lain atau ada kasus sebelumnya yang menjebak anak dalam perlakuan salah,” terangnya.

Ini terbukti dari laporan Kepala Dinsos Kota Bengkulu Rosminiarti, kasus anak berhadapan hukum (ABH) meningkat dari 65 kasus di 2020, sekarang 80 kasus di 2021. Sementara yang bisa diintervensi Dinsos 50 ABH. Latar belakang anak ABH didahului menjadi korban KDRT dan korban kekerasan seksual.

Dia melanjutkan ini senada dengan survey KPAI di lembaga rehab seluruh Indonesia, yang masih mempunyai tantangan dalam pendampingan, memperkuat SDM dan anggaran, termasuk pasca keluar Lapas. Dimana saat sudah kembali ke keluarga atau proses reintegrasi, yang kadang sudah jauh dari jangkauan lembaga.

Ada pula anak-anak yang menjalani masa pidana sampai setahun justru keluarganya tidak pernah datang.

“Karena kalau tidak terawasi dengan baik, anak-anak akan terseret dalam kondisi yang lebih buruk. Tentu ini menjadi kerja bersama yang harus di tindaklanjuti, agar anak-anak di Bengkulu memiliki rasa aman, masa depan yang lebih baik, terutama anak-anak ABH,” jelasnya.(Santi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *