Sriwijayamedia.com – Sekertaris Jenderal Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Emilia Yanti MD Siahaan berpendapat bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPn) menjadi 12 persen dipastikan akan berdampak pada semakin tergerusnya upah buruh.
Pasalnya, kenaikan Upah Minimum Nasional (UMN) sebesar 6,5 persen juga telah menggerus upah buruh karena diiringi oleh harga – harga kebutuhan yang juga naik serta berbagai potongan iuran.
“Tanpa adanya kenaikan PPN, upah buruh tetap tergerus karena diiringi oleh harga barang dan jasa yang juga naik. Tidak hanya itu, upah buruh yang diterima per bulan juga tidak full karena harus dipotong oleh iuran BPJS dan pungutan lain di luar kebijakan negara,” ujar Emilia, di Jakarta, Kamis (9/1/2025).
Emilia menjelaskan, berdasarkan perhitungan GSBI, total iuran seperti BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dapat mencapai Rp263.110 pe bulannya.
Rinciannya yakni BPJS Kesehatan dipungut sebesar 2 persen dengan nominal Rp 105.000 per bulan dan BPJS Ketenagakerjaan dipungut sebesar 3 persen dengan nominal Rp 157.920 per bulan.
Kondisi tersebut menurut Emilia berdampak keras terhadap buruh sehingga upah hanya cukup digunakan untuk makan sehari-hari tanpa menyisakan apapun.
Di sisi lain, subsidi yang diberikan Pemerintah juga dinilainya tidak bermanfaat secara signifikan kepada buruh.
“Ketika Pemerintah memberikan banyak subsidi bagi pelaku usaha, buruh hanya mendapatkan lebih kecil. Contohnya adanya subsidi listrik dan hanya diberikan selama dua bulan saja. Selain itu, buruh yang terkena PHK mendapatkan uang tunai 60 persen dari upah sebulan namun hanya selama 6 bulan. Padahal tidak mudah mendapatkan pekerjaan dalam rentang waktu 6 bulan khususnya apabila dipengaruhi oleh usia, dimana saat ini perusahaan lebih cenderung merekrut pekerja muda,” pungkas Emily. (Ivana)