Sriwijayamedia.com – Anggota Komisi X DPR periode 2009-2014 Dr Raihan Iskandar mengatakan, polemik uang kuliah tunggal (UKT) tidak akan terjadi apabila anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN seluruhnya dikelola oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
“Anggaran pendidikan harus dikembalikan ke pendidikan murni di perguruan tinggi, bukan pendidikan kedinasan atau pendidikan yang dikelola kementerian atau lembaga,” kata Raihan Iskandar, dalam diskusi Gelora Talks dengan tema ‘Polemik UKT: Suara Kampus & Mimpi Indonesia Masa Depan’, Rabu (29/5/2024) sore.
Menurut Raihan, pendidikan kedinasan atau lembaga yang mengelola pendidikan sebaiknya tidak mendapatkan alokasi anggaran dari anggaran pendidikan sebesar 20 persen.
Sebab, kementerian dan lembaga yang menyelenggarakan pendidikan kedinasan atau pendidikan lainnya telah mendapatkan anggaran tersendiri dari APBN.
“Sekarang ini faktanya dari 20 persen, yang diterima hanya sekitar 15 persen. Jadi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengalokasikan 5 persennya untuk pendidikan kedinasan,” katanya.
Dalam diskusi yang dipandu Wakil Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelora Dedi Miing Gumelar ini, Raihan menyoroti kurangnya peran Kemendikbudristek dalam melakukan lobi-lobi kepada Bappenas saat perencanaan pembangunan nasional, termasuk soal alokasi anggaran pendidikan.
“Tapi anggaran perguruan tinggi kedinasan itu, faktanya terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, sehingga sekolahnya bisa gratis. Ini karena Kementerian Pendidikan kurang lobi-lobi ke Bappenas untuk peningkatan alokasinya,” imbuhnya.
Akibatnya, perguruan tinggi negeri, terutama yang berstatus badan hukum atau PTN-BH mencari sumber pembiayaan dana pendidikan dari lainnya, seperti melalui penerimaan seleksi jalur mandiri dengan cara memainkan UKT, karena diberikan keleluasaan.
“Seleksi jalur mandiri ini yang coba dimainkan oleh kampus-kampus. Padahal mereka sebenarnya tidak siap untuk pembiayaan mandiri,” papar Ketua Bidang Keumatan DPN Partai Gelora ini.
Partai Gelora Indonesia berharap agar alokasi anggaran 20 persen pendidikan di APBN seluruhnya dikelola oleh pendidikan tinggi dibawah Kemendikbudristek, tidak perlu dibagi ke pendidikan lain yang dikelola kementerian atau lembaga lainnya.
“Jadi nomenklatur anggaran pendidikan 20 persen dari APBN itu, harus total untuk pendidikan nasional dari jenjang SD sampai perguruan tinggi, bukan untuk sekolah agama atau kedinasan dan lain-lain,” ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Rektor Universitas Hasanudin (Unhas) Makassar Prof Subehan, S.Si., PhD., yang juga menjadi narsumber dalam diskusi ini mengatakan, pada prinsipnya beberapa perguruan tinggi negeri memang menginginkan ada kenaikan UKT untuk pengelolaan anggaran di kampus masing-masing.
“Kami di Universitas Hasanudin tahun ini tidak ada kenaikan, tapi kalau ada penambahan satu tingkat, kami tetap prioritaskan bagi mereka yang layak latar belakang ekonomi cukup saja,” ucap Subehan.
Unhas, lanjut Subehan, sudah bersepakat untuk mencari sumber pendapatan lain dalam menutupi biaya operasional yang tinggi seperti melalui bisnis atau memanfaatkan aset, bukan memungut sumber pendapatan dari UKT mahasiswa. (adjie)









