Sriwijayamedia.com – Para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kedeputian Penindakan telah mengirimkan surat protes kepada pimpinan dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Dalam surat tersebut, para pegawai juga menyatakan dukungan mereka kepada Brigjen Asep Guntur Rahayu.
Protes ini bermula dari beredarnya informasi tentang mundurnya Direktur Penyidikan (Dirdik) sekaligus Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Brigjen Asep Guntur Rahayu, dari jabatannya.
Keputusan ini diduga berhubungan dengan kisruh operasi tangkap tangan (OTT) di Basarnas.
Para pegawai merasa tidak setuju dengan keputusan tersebut dan menyampaikan protes mereka.
“Kami menyatakan tetap memberikan dukungan kepada Brigjen Asep Guntur Rahayu untuk bertahan dan berkarya bersama dengan kami dalam pemberantasan korupsi melalui lembaga KPK yang kita jaga dan banggakan bersama,” begitu bunyi surat protes yang diterbitkan oleh para pegawai KPK pada Sabtu (29/7/2023).
Para pegawai KPK juga merasa bingung dengan sikap pimpinan KPK yang terkesan menyalahkan penyelidik dalam penanganan kasus korupsi di Basarnas.
Mereka yang terlibat dalam operasi tangkap tangan korupsi di Basarnas percaya bahwa mereka telah mengikuti prosedur yang berlaku.
“Di kalangan internal KPK, khususnya di Kedeputian Penindakan dan Eksekusi, terjadi demoralisasi dan mosi tidak percaya terhadap kredibilitas dan akuntabilitas pimpinan KPK yang terkesan melepaskan tanggung jawab, mencuci tangan, bahkan menyalahkan bawahan,” demikian isi surat protes yang ditandatangani oleh para pegawai KPK.
Selain menyampaikan protes, para pegawai KPK juga meminta audiensi dengan pimpinan KPK. Rencananya, audiensi akan dilaksanakan pada Senin (31/7/2023).
Ada tiga tuntutan yang akan disuarakan oleh para pegawai KPK dalam audiensi tersebut. Salah satunya adalah permintaan agar pimpinan KPK mengundurkan diri dari jabatannya.
“Tuntutan kami termasuk permohonan maaf dari pimpinan kepada publik, Lembaga KPK, dan para pegawai KPK. Kami juga meminta pernyataan yang telah disampaikan kepada publik dan media untuk diperbaiki. Selain itu, kami menuntut pengunduran diri pimpinan KPK karena dianggap tidak profesional dan telah merusak kepercayaan publik, lembaga KPK, dan para pegawai,” begitu tertulis dalam surat protes yang ditujukan kepada pimpinan KPK.
Pimpinan KPK Disorot
Sikap pimpinan KPK menyalahkan penyelidik dalam kisruh operasi tangkap tangan (OTT) di Basarnas terus dikecam oleh berbagai kalangan.
Bahkan mantan Ketua KPK Abraham Samad menilai sikap tersebut sangat memalukan terjadi di KPK.
“Apa yang dilakukan pimpinan KPK dan ada kesan mempersalahkan teman-teman penyelidik dan penyidik ini menurut saya sesuatu yang memalukan,” demikian diutarakan Abraham, Sabtu (29/7/2023).
Abraham menyinggung sistem kolektif kolegial yang selalu dipegang oleh pimpinan KPK.
Dia menilai tiap penetapan tersangka merupakan keputusan yang telah diputus bersama oleh para pimpinan KPK.
“Tidak ada anak buah yang salah di KPK karena prosedur datang dari bawah dan diputuskannya di tingkat pimpinan. Menurut saya, jika ada kekeliruan, itu adalah tanggung jawab pimpinan KPK,” terangnya.
Dia menambahkan bahwa sebagai bentuk pertanggungjawaban, para pimpinan KPK harus mengundurkan diri imbas dari kekisruhan di kasus OTT Basarnas tersebut.
Dia menganggap ini salah satu bentuk tanggung jawab yang dilakukan pimpinan KPK.
“Dia harus mundur dong, bukan Direktur Penyidiknya, tapi pimpinan KPK-nya yang harus mundur. Itu bentuk pertanggungjawaban dari mereka sebenarnya. Apa yang terjadi sekarang ini adalah sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya dan ini sangat memalukan. Ini menggambarkan betapa tidak profesionalnya pimpinan KPK dalam menangani kasus-kasus,” ungkapnya.
Pernyataan menyalahkan penyelidik ini disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, pada Jum’at (28/7/2023).
Hal itu disampaikan Tanak setelah melakukan audiensi dengan rombongan petinggi TNI di gedung KPK. Kritikan terhadap sikap KPK yang menyalahkan penyelidik juga dilontarkan oleh PUSAKO dan PUKAT UGM.
Peneliti senior Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari, menilai pimpinan KPK salah dan telah melanggar Undangan-Undang (UU) KPK terkait proses hukum dugaan korupsi Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto.
Feri menyebut pimpinan KPK tidak bisa menyalahkan anak buahnya dalam kisruh penetapan tersangka.
“Sesuai ketentuan Pasal 39 ayat 2 UU KPK bahwa seluruh proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan di KPK itu di bawah pimpinan KPK. Sehingga penentuan tersangka dan segala macam tentu dikoordinasi oleh pimpinan KPK,” ujar Feri kepada wartawan, Sabtu (29/7/2023).
Feri menyebut titik kesalahan dari kisruh ini adalah pimpinan KPK. Pimpinan KPK, katanya, tidak memahami UU KPK.
Kritikan juga disampaikan oleh Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) yang mengkritik Pimpinan KPK yang menyalahkan anak buah terkait kisruh penetapan tersangka Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto.
“Saya merasa tidak tepat ketika pimpinan KPK itu menyalahkan penyidik, tadi kan mengatakan penyidik itu salah ya,” kata peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman, kepada wartawan, Jum’at (28/7/2023).
Dia mengatakan surat perintah penyelidikan dan penyidikan juga harus ditandatangani oleh Pimpinan KPK.
Menurut dia, pimpinan KPK tidak boleh menyalahkan penyidik atas keputusan penetapan tersangka terhadap Henri dan Afri.
“Sehingga jangan menyalahkan penyidik. Tidak tepat menyalahkan penyidik,” sebutnya.(ton)