Gelar Seminar, Ikapati Yogyakarta : Gunakan Media Dengan Bijak

IMG-20190228-WA0057

YOGYAKARTA- Ikatan Keluarga Pantai Timur (IKAPATI) Yogyakarta bersama Pengurus Wilayah Gerakan Pemuda Islam (PW GPI), Jaringan Pemuda Nusantara (JPN) dan Lentera Institute Indonesia (LII) menggelar seminar publik mengambil tema “Membendung Penggunaan TV Streaming Sebagai Alat Propaganda Negatif Menjelang Pilpres 2019” di Teatrikal Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Rabu (27/2).

Forum dihadiri mahasiswa lintas kampus dengan pembicara diantaranya Dosen Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Nanag Mizwar Hasyim, wartawan Radar Yogyakarta, Syukron Arif Muttaqien, Abulaka Archaida Pemimpin Umum Bersatunews.com dan lainnya.

Bacaan Lainnya

Ketua Panitia sekaligus Penanggung Jawab Sementara (PJS) IKAPATI Yogyakarta Ahmad Mukhlisin berharap dengan adanya seminar ini, semua pihak dapat menggunakan media dengan bijak dan terhindar dari konten-konten negatif, baik sebagai pihak yang memproduksi maupun yang hanya sekedar membagikan ke media sosial.

“Adanya kegiatan ini bukan hanya sekedar eksistensi organisasi, lebih dari itu, ada harapan besar bagi kami yaitu memiliki kesadaran bahwa yang terjadi sekarang di dunia online lebih banyak digunakan alat propaganda negatif. Oleh karena itu, lewat seminar ini, paling tidak kita mendapatkan pengetahuan dasar agar terhindar dari semua itu sekaligus mengenalkan IKAPATI yang baru saja berdiri di Yogyakarta,” jelas Mukhlisin.

Sementara itu, Dosen Muda UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Nanang Mizwar memaparkan bahwa kemajuan teknologi informasi adalah suatu keniscayaan yang harus diterima dengan pemanfaatan sesuai kebutuhan masing-masing.

Perkembangan teknologi telah mengantarkan manusia pada perkembangan teknik atau cara manusia melakukan komunikasi dengan sesamanya untuk memenuhi kebutuhan manusia berdasarkan pada motivasi individunya.

Salah satunya adalah hadirnya internet yang telah memberikan pengaruh terhadap perubahan yang signifikan (revolusi komunikasi) dari first media age menuju second media age yang dalam fase ini muncullah istilah cyber space sebagai saran interaksi baru dalam berkomunikasi.

“Dalam konteks revolusi media komunikasi, fenomena media streaming telah memberikan pemahaman baru dalam perubahan cara pandang eksistensi media massa yang dalam pemahaman lama (broadcasting era) bersifat satu arah dan dipengaruhi oleh keberadaan lembaga menjadi bersifat interaktif yang bersifat individual. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan David Holmes bahwa keberadaan teknologi komunikasi baru (internet) telah memberi pengaruh terhadap karakteristik media massa. Diantaranya adalah dari yang sifatnya satu arah menjadi interaktif. Dari yang dikendalikan oleh lembaga menjadi individual. Dari peran gate keeper yang bersifat aktif dan melembaga menjadi bersifat personal. Dari yang dipengaruhi oleh aturan kekuasaan menjadi independen dan mandiri,” tuturnya.

Lanjut Nanang, sungguh pun era baru (cyber) yang telah melahirkan media-media komunikasi baru mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap karakteristik media massa, tapi pada dasarnya proses revolusi yang ada masih belum bisa menghilangkan fungsi-fungsi media tersebut.

Adapun salah satunya adalah sebagai alat persuasif dan propaganda untuk mempengaruhi presepsi khalayak. Atas kenyataan tersebut dan didasarkan atas tema dialog publik ini yaitu “membendung penggunaan streaming sebagai alat propaganda negatif” kiranya dalam mencari upaya untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut saya mencoba membedahnya lewat dua prespektif yaitu seperti apa eksistensi kebenaran media dan seperti apa posisioning media massa dalam proses komunikasi.

“Sungguh pun demikian, upaya konstruksi kebenaran yang dilakukan oleh media massa bukanlah merupakan kebohongan. Tapi merupakan proses penyajian data-data yang dihasilkan dari realitas sosial atau peristiwa yang terjadi,” ungkap Nanang.

Wartawan Radar Yogyakarta, Syukron Arif Muttaqien menambahkan berbagai hal yang berkaitan dengan dunia wartawan diantaranya adanya media, wartawan, dan di dalamnya perusahaan media.

Realita dilapangan, fenomena yang sering terjadi banyak yang mengklaim sebagai wartawan. Hal ini juga harus menjadi perhatian semua agar bersikap tegas terhadap orang yang kerap menyalahgunakan profesi wartawan.

“Bagi saya, kalau kita bicara streaming, pertanyaannya streaming itu masuk produk jurnalistik atau tidak, termasuk youtube. Di era digital, semua orang bisa membuat media dan tidak perlu harus mencari legalitas, hanya ngeshoot, upload youtube, kemudian dapat duit. Inilah fakta kemajuan zaman yang harus kita pahami semua. Kebebasan produk jurnalistik dan non jurnalistik seolah tidak ada bedanya. Padahal sangat berbeda, kalau produk jurnalistik 98 persen saya jamin benar. Kalau selain produk jurnalistik, ya wallahu a’lam,” ungkap Syukron

Sementara itu, Pemimpin Umum Bersatunews.com, Abulaka Archaida menyatakan hal yang terjadi di media streaming, media sosial banyak konten negatif yang dimunculkan seperti ujaran kebencian, fitnah, hoax, serta isu agama.

Dia berharap generasi muda sekarang harus berani bersikap melihat situasi yang semakin carut marut, terutama dalam proses Pilpres 2019 ini.

“Bagi saya ada beberapa faktor sehingga situasi ini bisa terjadi, diantaranya lemahnya literasi komunikasi dan politik, bermunculannya para demagog yang justru mengancam kesucian demokrasi itu sendiri, dan melemahnya peran resolusi konflik yang biasanya diperankan lembaga-lembaga sosial. Inilah kondisi hari ini yang sedang terjadi yang seharusnya menjadi perhatian bersama, kemudian kita harus mencari solusinya,” urai Abulaka.(rel)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *