Sriwijayamedia.com- Dugaan praktik pungutan liar (pungli) biaya nikah oleh Petugas Penghubung Urusan Keagamaan Desa (P2UKD) di Desa Tanjung Lago Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) sangat meresahkan masyarakat.
Tak tanggung-tanggung, pungli biaya nikah yang diminta mulai dari Rp 1,8 juta hingga Rp 3 juta.
“Aksi P2UKD sekaligus guru yang lulus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Banyuasin mencatat serta menikahkan masyarakat secara administrasi negara kerap mematok harga tertentu sangat meresahkan,” kata inisial M, warga warga setempat sekaligus mantan aktivis sosial, Rabu (17/1/2024).
Padahal, kata dia, dalam aturan ditetapkan Kantor Urusan Agama (KUA), per peristiwa nikah atau rujuk tidak sebesar nilai yang disebutkan diatas.
Belum lagi pasangan menikah ini juga dibebankan biaya tambahan untuk membeli bibit buah untuk penghijauan sebesar Rp200.000.
“Kita sudah kroscek tidak ada penanaman buah dimaksud untuk penghijauan,” tegasnya.
Dia melanjutkan selama di percaya menjadi P2UKD, oknum tersebut juga diduga telah banyak melanggar aturan. Salah satunya mencatat pernikahan, padahal P2UKD tupoksinya bukan untuk mencatat pernikahan.
Menyikapi hal itu, Kepala Bidang (Kabid) Kepengurusan Agama Islam Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Sumsel Efriansyah Sayuti sangat menyayangkan jika laporan salah satu mantan aktivis sosial di Desa Tanjung Lago itu benar adanya.
“Jelas itu mencoreng sekali, tolong diluruskan dan dilaporkan,” katanya.
Dia mengaku memang ada biaya administrasi jika menikah didalam KUA ataupun mengundang ke rumah. Hanya saja biayanya tidak sebesar itu.
“Kalau resminya hanya Rp 600.000. Jika acara akadnya di rumah, tidak lebih dari itu, tapi sah saja jika tuan rumah ingin mengantikan uang bensin. Tapi tidak boleh memberatkan hingga diatas Rp 1,8 juta hingga Rp 3 Juta,” ungkapnya.
Dalam regulasi, P2UKD yang dilantik harus taat aturan dan tidak boleh mematok sendiri dengan ketentuan yang diluar wajar.
“Ini harus ditegur dan diingatkan karena ini sudah merusak nama baik Kanwil Kementerian Agama yang menanungi P2UKD,” imbuhnya.
Terkait P2UKD yang juga menjadi guru dan dinyatakan lulus PPPK, itu harus mengikuti regulasi yang sudah ditetapkan.
“Kalau dia menjadi P2UKD dengan status guru biasanya boleh saja, tapi kalau lulus PPPK tidak dibenarkan. Dalam aturan ASN itu ada aturannya, begitu juga dengan kita,” jelasnya.
Dengan adanya temuan itu, pihaknya akan melakukan peninjauan ulang.
“Akan kita cermati dan ini menjadi atensi bagi kita,” urainya.(Cha)