Sekayu, Sriwijaya Media – Petani penggarap lahan eks PT Pabrik Kertas Indonesia (Pakerin), Kecamatan Batang Hari Leko (BHL), Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) membantah adanya transaksi jual beli diatas lahan berstatus Hutan Produksi (HP).
Kalaupun ada harus menyediakan sejumlah dana untuk mengambil alih berkebun. Dana tersebut merupakan biaya pengganti atau kompensasi untuk penggarap sebelumnya.
“Tidak ada yang namanya jual beli lahan disini pak. Inikan status nya hutan kawasan, kalau pengganti biaya penggarapan itu bisa saja,” kata Man, Kamis (18/2/2021).
Menurut dia, pemberitaan media yang menyebutkan adanya jual beli lahan diatas hutan kawasan eks PT Pakerin mungkin hanya berdasarkan informasi sepihak.
Karena jika dilakukan pendalaman lebih jauh semua warga yang bertani dan menggarap lahan eks PT Pakerin mengetahui status lahan yang digarap.
Sementara itu, Yus, warga lainnya mengaku sudah menanam kelapa sawit yang diperkirakan satu tahun lagi akan menghasilkan.
Dia menanam kelapa sawit karena sejumlah warga sekitar lahan penggarapannya juga menanam sawit.
“Kebun saya sekitar 4 hektar yang saya garap sendiri sejak tahun 2016 dan diperkirakan tahun depan sudah menghasilkan,” ucapnya.
Dia mengaku tergabung dalam salah satu kelompok tani didaerah tersebut. Sementara yang mengelola kelompok tani tersebut ada yang termasuk ke Desa Bintiale dan Desa Batang Hari Leko.
Dia mengaku tahu jika sewaktu-waktu lahan garapan ini diambil pemerintah. Bahkan dirinya berkeyakinan kalau HP bisa disertifikatkan dengan mengubah status lahan menjadi Area Penggunaan Lainnya (APL).
Kawasan HP tersebut bisa dilakukan sertifikasi, dengan bersinergi dan melibatkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta oemerintah daerah dalam hal ini gubernur dan bupati serta kantor pertanahan atau BPN setempat.
“Dengan menurunkan status menjadi APL baru bisa disertifikatkan. Kami optimistis ada harapan dan kepastian,” pungkasnya.
Terpisah, Ketua Koordinator LSM Pengawasan Pembangunan (PP) Sumsel Biro Kabupaten Idham Zulpikri mengaku prihatin dengan kondisi demikian.
“Kita tahu bahwa wilayah kawasan hutan jangankan untuk mengelola, memasuki areal hutan kawasan tanpa izin pun merupakan pelanggaran. Kndisi di Kabupaten Muba berbeda. Satu orang bisa menggarap ratusan hingga ribuan hektar lahan kawasan HP di dua Kecamatan, yaitu Kecamatan Sangga Desa dan Kecamatan Batang Hari Leko dengan modus kelompok tani,” terangnya.
Pemangku kebijakan dianggap tutup mata melihat kondisi demikian. Kejadian semacam ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut.
“Kami menduga ada kongkalikong oknum dalam masalah ini. Kami minta Dinas Kehutanan Provinsi Sumsel, jhususnya UPTD KPH Meranti bersama-sama Tim Gakum KLHK harus meninjau lokasi dan mengambil suatu tindakan,” jelas (tim)