PJJ Terkendala, Diana Ginting Pilih Bimbing Anak Didik Rumah ke Rumah

IMG_20210829_125920

Subulussalam, Sriwijaya Media-Memasuki tahun kedua, pandemi Covid-19 masih saja belum menunjukkan tanda-tanda menghilang dari muka bumi. Kendati demikian, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah maupun elemen masyarakat untuk memutus mata rantai penyebaran virus yang berasal dari Wuhan Cina.

Penerapan perilaku 3M yakni memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak menjadi hal utama yang wajib dilakukan untuk menekan angka kasus pasien positif Covid-19.

Bacaan Lainnya

Implikasi dari kebijakan pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ataupun physical distancing dan karantina mandiri membuat sebagian besar orang harus ikhlas bekerja dan belajar di rumah.

Kondisi demikian tentu saja telah mengubah banyak perilaku masyarakat, terutama di sektor pendidikan. Kegiatan belajar mengajar (KBM) yang sebelumnya dilakukan secara tatap muka, kini dengan terpaksa dilaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Terhitung sejak Maret 2020 hingga semester ke II/2021, banyak kegiatan sekolah yang harus dilaksanakan dari rumah.

Selama pandemi, guru dan siswa harus berinteraksi secara online atau daring. Pembelajaran daring bertujuan agar anak bisa belajar di rumah saja untuk mencegah penyebaran virus corona.

Kendati PJJ tersebut sempat menuai reaksi keras dari banyak pihak, mulai dari siswa, orang tua murid, hingga guru, namun mau tidak mau tetap melaksanakan KBM secara online. Itu semua demi menekan angka penularan Covid-19.

Seperti yang dijalani Diana Ginting, S.Pd., seorang guru honor daerah di SMP Negeri 1 Rundeng Kota Subulussalam, beberapa bulan terakhir ia berusaha keras untuk mempersiapkan pelajaran yang disajikan secara daring kepada anak didiknya.

“Pembelajaran secara daring tidak bisa efektif dan maksimal. Terlebih lagi, PJJ tersebut dilakukan tanpa adanya persiapan yang benar-benar matang. Pembelajaran secara tatap muka saja terkadang ada beberapa kendala kecil, apalagi seperti sekarang ini, dengan jarak jauh. Pastinya susah untuk memantau siswa satu persatu,” kata guru mata pelajaran IPS mengawali ceritanya kepada wartawan sriwijayamedia.com, ditemui usai memberikan pembelajaran kepada anak didiknya, Kamis (26/8/2021).

Dengan kompensasi Rp400.000 per bulan dari Dinas Pendidikan (Disdik) setempat, ia tak letih mengaktualisasikan ilmu yang dimiliki ke anak didik. Sementara

Agar ilmu diserap maksimal anak didik, ia kerap memberikan pembelajaran secara tatap muka. Itu pun dilakukan ketika Kota Subulussalam memasuki zona hijau dan tetap mengedepankan protokol kesehatan (prokes) Covid-19.

Ketika zona sudah hijau, suami dari Baharudin yang bekerja sebagai buruh lepas ini turun gunung memberikan pembelajaran tatap muka dengan mendatangi rumah anak didik hingga ke daerah terpencil.

“Ya, paling hanya ada dua hingga tiga siswa yang mengikuti aktivitas KBM dirumah siswa. Walaupun hanya berdurasi satu jam dan dua kali pertemuan dalam sepekan, tapi alhamdulillah bisa membagi ilmu ke para siswa,” ucap ibu yang dikaruniai tiga orang anak ini, meliputi Ezra Mahdi duduk di kelas 5 SD, kedua Putra kelas 3 SD, dan ketiga berusia 2 tahun.

Guru bergelar Sarjana Pendidikan itu mengaku kendala pembelajaran secara daring memang dinilai masih banyak. Penyampaian materi tanpa tatap muka langsung dianggap masih kurang optimal dan siswa susah menyerap maksud dari pembelajaran yang disampaikan.

“Materi yang disampaikan terkadang kurang bisa diserap dengan baik oleh siswa. Jadi, siswa saya minta mencari materi terkait dari internet sebanyak-banyaknya untuk dipahami terdahulu,” papar guru berusia 35 tahun itu.

Selain dalam penyampaian materi, antusiasme siswa dalam mengikuti pembelajaran secara daring juga sangat kurang. Belum lagi permasalahan infrastruktur jaringan yang tidak mendukung serta perangkat ponsel yang dimiliki para siswa.

“Terkadang ada beberapa siswa tidak absen dan juga susah mengumpulkan tugas. Itu karena tak disupport perangkat dan infrastruktur jaringan telekomunikasi dan letak geografis yang minim tower provider. Sehingga beberapa siswa menjadi malas mengikuti belajar secara daring,” aku Diana yang menetap di Desa Muara Batu Batu Kecamatan Rundeng.

Acap kali kendala yang disebutkan diatas menjadi tantangan tersendiri bagi pendidik. Dengan rasa tanggungjawab besar terhadap perkembangan dan kemajuan kualitas peserta didik, ia memaksakan diri turun ke desa-desa untuk membimbing anak didiknya.

“Saya lakukan ini demi mengaktualisasikan ilmu yang dimiliki dan demi kualitas anak didik. Saya ikhlas memberikan pembelajaran secara tatap muka tanpa mengharapkan sebuah materi. Semoga saja pandemi ini cepat berakhir dan sekolah tatap muka kembali digelar,” harap Diana.(maharudin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *