Aksi ke Gedung DPRD Provinsi Jatim, Ini Tuntutan Para Buruh

IMG_20220216_182638

Surabaya, Sriwijaya Media – Ribuan buruh dari Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, Pasuruan, Probolinggo, Jember, Lumajang, Banyuwangi, Jombang dan Tuban yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan aksi demonstrasi, di Gedung DPRD Provinsi Jawa Timur (Jatim), Rabu (16/2/2022).

Aksi ini menentang kebijakan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) yang mengeluarkan regulasi soal Jaminan Hari Tua (JHT) yang menentukan bahwa JHT tidak boleh diambil keseluruhan jika usia buruh belum capai 56 tahun.

Bacaan Lainnya

Kebijakan Menaker itu dituangkan dalam Permenaker No 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT.

Massa aksi mulai bergerak bersama dari kawasan industri masing-masing untuk bertemu di titik kumpul utama di depan Mall Royal Plaza, Jalan Frontage A Yani Surabaya sekitar pukul 11.00 WIB.

Kemudian bersama-sama bergerak menuju Gedung DPRD Provinsi Jatim untuk menyampaikan aspirasinya.

Ketua EXCO Partai Buruh Provinsi Jatim Jazuli, SH., merincikan adapun tuntutan aksi demonstrasi buruh hari ini yaitu menolak upah murah, dan mewujudkan jaminan sosial yang berkeadilan.

“Kami meminta DPRD Provinsi Jatim agar mendesak Gubernur Jatim merevisi penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jatim tahun 2022 yang dituangkan dalam Keputusan Gubernur Jatim No : 188/783/KPTS/013/2021 tanggal 20 November 2021 dan lakukan pembahasan ulang UMP Jatim tanpa menggunakan PP No 36/2021 tentang pengupahan,” kata Sekretaris PERDA KSPI Jatim.

Selain itu, pihaknya meminta DPRD Provinsi Jatim agar mendesak Gubernur Jatim untuk merevisi Keputusan Gubernur Jatim Nomor 188/803/KPTS/013/2021 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Jatim Tahun 2022.

Pihaknya meminta agar UMK di Jatim tahun 2022 sebesar 7,05% dapat dinaikkan, sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim yang mencatat pertumbuhan ekonomi Jatim capai 7,05% pada triwulan II/2021.

Bukan itu saja, pihaknya meminta DPRD Provinsi Jati. agar mendesak Gubernur Jati. untuk segera menetapkan Upah Minimum Sektoral (UMSK) di Jatim tahun 2022 sebagaimana usulan Bupati/Walikota dan hasil rapat Dewan Pengupahan Provinsi Jatim, unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

“Kami mendesak DPRD Provinsi Jatim dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim untuk merekomendasikan kepada pemerintah pusat c.q. Kementerian Ketenagakerjaan agar membatalkan Permenaker No 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT yang mempersyaratkan usia buruh 56 tahun baru dapat mencairkan dana JHT,” terangnya.

Penolakan terhadap Permenaker tersebut, masih kata dia, didasari oleh Permenaker No 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT ini bertentangan dengan PP No 60/2015 tentang Perubahan PP No 46/2015 tentang Penyelenggaraan Program JHT.

Menurut dia, PP No 60/2015 tersebut menghapuskan ketentuan yang mengatur bahwa manfaat JHT bagi peserta yang terkena PHK atau berhenti bekerja sebelum usia pensiun dibayarkan pada saat peserta mencapai usia 56 tahun, yang sebelumnya diatur dalam PP No 46/2015.

Selanjutnya, dana JHT bukan pemberian pemerintah, tetapi merupakan iuran bersama antara buruh dan pengusaha. Buruh membayar 2% dan pengusaha 3,7% sehingga totalnya menjadi 5,7%.

“JHT tersebut diibaratkan sebagai tabungan bagi buruh/pekerja untuk persiapan ketika pensiun. Terutama sebagai dana untuk menyambung kehidupannya pada saat tidak lagi menerima pendapatan rutin dari perusahaan. Jadi tidak tepat jika pemerintah ikut mengatur bahkan mempersulit pencairan JHT buruh,” jelas Ketua DPW FSPMI Jatim ini.

Dia mengatakan bahwa tdak semua buruh yang kena PHK mendapatkan pesangon. Khususnya mereka yang berstatus kontrak atau outsourcing.

Tentu dana JHT inilah yang diharapkan dapat membantu perekonomian buruh paska PHK atau hanya untuk sekedar menyambung hidup hingga mendapatkan pekerjaan baru.

Sementara Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang digaung-gaungkan pemerintah hanya halusinasi belaka. Faktanya program JKP tersebut sulit untuk diakses oleh pekerja/buruh korban PHK.

Belum lagi persyaratan agar dapat didaftarkan sebagai peserta program JKP adalah harus mengikuti 5 program BPJS yaitu jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, JHT, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan pensiun yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

“Lagi-lagi buruh yang terkena PHK karena kontrak habis tidak berhak atas manfaat JKP. Manfaat JKP pun sangat terbatas. Hanya diterima paling banyak 6 bulan setelah PHK. Dan itu pun hanya menerima 45% upah untuk 3 bulan pertama dan 25% upah untuk 3 bulan berikutnya,” paparnya.

Saat ini kondisi ekonomi masih sulit akibat pandemi Covid-19, dan banyak buruh yang kena PHK karena perusahaan melakukan efisiensi.

Diharapkan pencairan dana JHT dapat membantu perekonomian buruh korban PHK.

“Segera lakukan penandatangan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pemprov dengan BPJS Kesehatan, agar warga miskin/tidak mampu sebanyak 622.986 jiwa yang kepesertaannya nonaktif dapat aktif kembali sehingga dapat digunakan untuk mengakses layanan kesehatan. Pasalnya di awal tahun 2022 sebanyak 622.986 warga miskin/tidak mampu Jatim, kepesertaan BPJS Kesehatannya dinonaktifkan sepihak oleh Pemprov Jatim,” imbuhnya.

Penonaktifan tersebut dikarenakan tidak diperpanjangnya PKS antara Pemprov Jatim dengan BPJS Kesehatan, karena pemerintah tidak lagi menyediakan anggaran untuk iuran BPJS Kesehatan warga miskin/tidak mampu.

Hal tersebut tidak sejalan dengan Instruksi Presiden RI No 8/2018 dan No 1/2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

Salah satu poin dalam Inpres tersebut, Presiden Joko Widodo meminta kepada Gubernur se Indonesia untuk mengalokasikan anggaran dan pembiayaan iuran BPJS Kesehatan untuk warga miskin/tidak mampu yang didaftarkan oleh Pemprov.(santi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *