Komisi III DPRD OKI Fasilitasi Kisruh Warga Ulak Kedondong dengan PT Samora

IMG_20220524_211312

Kayuagung, Sriwijaya Media – Wakil rakyat Komisi III DPRD OKI memfasilitasi kisruh antara warga Ulak Kedondong dengan PT Samora perihal proses ganti rugi lahan warga, di Ruang Badan Anggaran (Banggar) DPRD OKI, Selasa (24/5/2022).

Ketua Komisi III DPRD OKI Made Indrawan menegaskan apa yang disampaikan warga soal harga ganti rugi lahan antara warga dan perusahaan sebesar Rp1 juta terlalu kecil.

“Harga ganti rugi yang pas itu sebesar Rp11.000.000 per hektar. Tapi yang disepakati pada waktu itu sebesar Rp1.000.000 per hektar. Warga menolak karena dinilai sangat kecil,” kata politisi PDIP OKI ini.

Selain itu, warga juga mempertanyakan proses ganti rugi lahan yang dinilai tidak ada sosialisasi lebih luas dan hanya sebagian warga saja yang tahu adanya sosialisasi tersebut.

“Tadi juga disampaikan ada sebagian tanah warga yang tidak diganti rugi berdasarkan alas hak yang dimiliki,” ucapnya.

Setelah ini, pihaknya akan menarik kesimpulan sebelum dikeluarkannya rekomendasi.

Komisi III DPRD OKI Fasilitasi Kisruh Warga Ulak Kedondong dengan PT Samora
Wakil rakyat Komisi III DPRD OKI memfasilitasi kisruh antara warga Ulak Kedondong dengan PT Samora perihal proses ganti rugi lahan warga, di Ruang Badan Anggaran (Banggar) DPRD OKI, Selasa (24/5/2022)/sriwijayamedia.com-jay

Sementara itu, Kuasa hukum warga Desa Ulak Kedondong Davidson, MH., menambahkan permasalahan antara warga Desa Ulak Kedondong dengan PT Samora Usaha Jaya (SUJ) berlangsung sejak tahun 2015 dan 2016 lalu.

“Jadi kami buka sekarang karena kita menyakini bahwa ada amanat Undang-undang No 39/2013 yang tidak dijalankan perusahaan ataupun pemerintah desa pada saat itu,” tuturnya.

Dia menyebut mulai dari pembebasan lahan yang tidak transparan, baik dari pemerintah dan perusahaan yang akhirnya menimbulkan indikasi adanya dugaan-dugaan.

“Kami minta keterangan dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) kali ini sejelas-jelasnya sesuai aturan berlaku,” terangnya.

Dia melanjutkan ada beberapa tuntutan yang disampaikan yaitu tentang harga pembebasan lahan, tentang adanya indikasi pemotongan 30 persen yang dipotong dari hak warga yang tidak tertuang dalam peraturan perundang-undangan.

Selain itu, soal kejelasan plasma yang sudah berjalan sekitar 5 – 6 tahun.

“Sampai hari ini juga tidak ada kejelasan plasma. Padahal beberapa kali kita sampaikan ke kepala desa (kades) definitif Suharto dan tokoh masyarakat (tomas). Makanya kita pertanyakan dalam rapat RDP kali ini,” jelasnya.

Dia berharap setelah pertemuan ini agar para pejabat, baik dari legislatif dan eksekutif dapat menyelesaikan masalah ini sehingga warga memperoleh hak-haknya.

“Warga sudah menanyakan ke kades dan tomas, tapi tetap tidak ada kejelasan,” akunya.(jay)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *