KAYUAGUNG-Kalangan anggota DPRD OKI menilai midang bebuke morge siwe merupakan tradisi turun temurun yang wajib dipertahankan. Bahkan, tiap tahun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) OKI sangat konsen mendukung tradisi midang sebagai warisan tradisi budaya leluhur yang sangat mahal nilai karakteristiknya.
“Tradisi ini merupakan aset budaya yang sangat diperhatikan dan wajib dipertahankan. Kondisi midang sampai saat ini masih sangat lestari bahkan berkembang menjadi wisata budaya,” jelas Wakil Ketua DPRD OKI, H Agus Salim, Selasa (19/6).
Menurut anggota DPRD dari Fraksi Demokrat OKI ini, ada sebanyak 11 kelurahan dalam Kota Kayuagung yang ikut andil menyemarakkan midang bebuke morge siwe.
Midang bebuke morge siwe merupakan tradisi masyarakat morge siwe Kayuagung Kabupaten OKI Sumsel yang setiap tahun dilaksanakan secara rutin dalam rangkaian perayaan Hari Raya Idul Fitri, terutama pada hari ke 3-4 Idul Fitri.
“Midang dalam istilah masyarakat Kayuagung adalah sebuah kegiatan berjalan kaki dengan menggunakan pakaian adat perkawinan masyarakat Kayuagung. Sedangkan bebuke artinya lebaran. Awalnya midang ini ada pada abad 16 yang merupakan persyaratan untuk jemput mempelai perempuan oleh mempelai laki-laki. Atau masuk dalam adat istiadat perkawinan dan seiring berjalannya waktu midang ini terus mengalami perkembangan dan di tahun 1954 telah dilaksanakan midang bebuke morge siwe,” jelas politisi Partai Demokrat OKI ini.
Para peserta ini melakukan arak-arakan pakaian adat perkawinan “Mabang Handak” (adat perkawinan Kayuagung). Setidaknya ada 14 macam pakaian adat perkawinan, yang ditutup dengan pemusik tanjidor.
Ribuan peserta midang yang berasal dari 11 kelurahan dalam Kecamatan Kota Kayuagung selama dua hari memadati jalan-jalan protokol dan menyeberangi Sungai Komering melalui jembatan yang menghubungkan Kelurahan Kotaraya dengan Kelurahan Mangun Jaya, dan finist di pendopo rumah dinas Bupati OKI.
“Midang Morge siwe sendiri awalnya merupakan satu dari rangkaian adat perkawinan Mabang Handak (Burung Putih) masyarakat Kayuagung pada masa itu yang merupakan perkawinan dalam adat yang tertinggi di Morge Siwe (Sembilan Marga),” ujarnya.
Dia berharap semua pihak dapat mempertahankan tradisi ini dengan penuh tanggungjawab, tanpa mengesampingkan tradisi lain yang ada di Kabupaten OKI.(abu)