Gaduh di Sidang Kanjuruhan, Koalisi Masyarakat Sipil Kecam Tindakan Aparat

Kondisi pengamanan sidang Kanjuruhan di PN Surabaya, Selasa (14/2/2023)/sriwijayamedia.com-santi

Sriwijayamedia.com – Koalisi Masyarakat Sipil menilai perilaku aparat yang melakukan pengamanan sidang Kanjuruhan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (14/2/2023) dianggap bentuk penghinaan terhadap pengadilan.

Pada persidangan itu, ruang sidang dipenuhi oleh anggota Brimob dan anggota Polri lainnya.

Bacaan Lainnya

Sebagaimana dalam video yang beredar di media sosial, puluhan anggota Brimob bertindak intimidatif dengan berteriak dan menyoraki para Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang akan memasuki ruang sidang Cakra bersamaan dengan tiga terdakwa anggota Polri kasus tragedi Kanjuruhan yaitu AKP Hasdarmawan, Kompol Bambang Sidik Achmadi dan AKP Wahyu Setyo Pranoto.

Pihak keamanan pengadilan bahkan sampai berkali-kali mengingatkan puluhan anggota Brimob untuk tidak membuat kegaduhan saat persidangan.

“Kami menilai bahwa perilaku puluhan aparat Brimob tersebut merupakan bentuk dari penghinaan terhadap pengadilan (Contempt of Court). Karena sikap tersebut merupakan perilaku tercela dan tidak pantas dilakukan di pengadilan dengan melakukan perbuatan yang menimbulkan kegaduhan dan dinilai merupakan bentuk intimidasi terhadap Jaksa Penuntut Umum (JPU),” kata Ketua YLBHI Isnur, Rabu (15/2/2023).

Perilaku tercela tersebut, kata dia, justru menunjukkan kurangnya profesionalitas aparat Brimob dalam melakukan pengawalan dan pengamanan pagar betis di PN Surabaya.

Tindakan tersebut dinilai merupakan bentuk intimidasi dan unjuk kekuasaan yang dapat mempengaruhi proses persidangan. Apalagi persidangan kali ini sudah memasuki tahapan pembuktian dan penuntutan.

“Dampak dari tindakan yang dinilai intimidatif tersebut pada faktanya saat pemeriksaan ahli, menjadikan JPU sama sekali tidak mengajukan pertanyaan, melainkan hanya mengajukan keberatan kepada majelis. Karena semua pertanyaan penasehat hukum bersifat menyimpulkan fakta persidangan secara sepihak,” terangnya.

Sejak awal, pengungkapan kasus tragedi Kanjuruhan ini penuh dengan kejanggalan, mulai dari kepentingan keluarga korban yang kurang diperhatikan dalam proses persidangan, pengalihan gelaran persidangan ke PN Surabaya, diterimanya anggota Polri sebagai penasehat hukum tiga terdakwa yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, hingga pembatasan terhadap akses media dalam meliput siaran langsung proses persidangan.

Oleh karena itu, pihaknya mengecam tindakan anggota Polri yang arogan, intimidatif, dan mengarah pada penghinaan terhadap pengadilan.

Selain itu, pihaknya mendesak Kapolri dan Kapolda Jawa Timur (Jatim) untuk menghentikan tindakan pengamanan yang mengarah kepada penghinaan terhadap pengadilan (Contempt of Court) melalui sikap perilaku aparat yang mengganggu jalannya imparsialitas dan integritas jalannya persidangan melalui bentuk tindakan-tindakan intimidatif.

Serta memberikan sanksi yang tegas terhadap dugaan pelanggaran kode etik (oleh Propam) bagi anggota Brimob yang melakukan penghinaan terhadap Pengadilan pada saat berlangsungnya proses persidangan, serta melanjutkannya pada proses penyidikan ketika terindikasi tindak pidana contempt of court.

Diketahui, Koalisi Masyarakat Sipil meliputi Yayasan LBH Indonesia (YLBHI), LBH pos Malang, LPBHNU Kota Malang, LBH Surabaya, Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Lokataru, IM57+ Institute, Indonesia Criminal Justice Reform (ICJR), Indonesia Corruption Watch (ICW, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI).(santi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *