Sriwijayamedia.com – Front Mahasiswa Papua (FMP) se-Jakarta, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jadetabek) menolak pelantikan tiga Pejabat (Pj) Gubernur untuk tiga provinsi baru di Papua.
Juru bicara (Jubir) FMP se-Jadetabek sekaligus Ketua Ikatan Mahasiswa Papua (IMAPA) Matius Wonda dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (11/11/2022) menyatakan sejak awal pihaknya menolak penetapan daerah otonom baru (DOB), karena dinilai hanya akan membuka peluang masuknya investasi yang merugikan rakyat Papua.
Disisi lain dari segi sumber daya manusia (SDM), masyarakat Papua juga belum siap menerima pemekaran provinsi, namun negara tetap memaksakannya.
“Pemekaran provinsi yang dilakukan pemerintah juga dikhawatirkan akan merugikan penduduk asli Papua (orang asli Papua). Karena dengan masuknya investasi asing yang disertai dengan operasi militer tentu akan mengancam kebaradaan dan keamanan orang asli Papua,” tuturnya.
Namun dengan telah ditetapkan dan dilantiknya para pejabat daerah di 3 DOB tersebut, maka kedepan para aktivis mahasiswa asal Papua tersebut berniat untuk tetap melakukan penolakan terhadap berbagai macam investasi yang masuk ke Papua.
Mereka juga berharap pemerintah lebih mengedepankan aspek humanism dalam menyelesaikan setiap persoalan tanah adat di Papua.
Didalam memberlakukan atau menerapkan berbagai kebijakan baru, pemerintah juga harus melakukan sosialisasi terlebih dulu dikalangan masyarakat Papua.
“Kami mahasiswa melihat realita bahwa ini (DOB) akan merusak dan kedepan akan merugikan kami orang asli Papua karena DOB hanya untuk menguntungkan modal dan investasi. Sedangkan dampak yang akan dirasakan oleh rakyat Papua adalah terjadinya operasi militer, sehingga banyak warga kami, masyarakat Papua, anak-anak kecil sampai ibu-ibu mengungsi kehutan dan banyak yang meninggal dunia. Beberapa operasi militer disana membuat masyarakat tidak nyaman dan merasa terpinggirkan. Sementara SDM masyarakat disana belum dipersiapkan,” jelas Matius Wenda.
Sikap FMP se-Jabodetabek ini juga mendapat dukungan solidaritas dari elemen mahasiswa Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (LMID) wilayah Jakarta Selatan (Jaksel).
Ditempat sama, Ketua LMID Wilayah Jaksel Sutito menyatakan dukungannya secara penuh terhadap perjuangan para aktivis mahsiswa Papua dalam menolak Otsus jilid II karena memahami dampak kekerasan yang dialami para korban.
Apa yang dialami oleh mereka, kata Tito, sama halnya seperti yang terjadi pada warga, korban perluasan lahan perkebunan sawit.
“Semua kekerasan dirasakan oleh rakyat Papua terutama mereka merasa terintimidasi, rumah dibakar dan hutan-hutan dirubah menjadi perkebunan sawit. Alam mereka dieksploitasi besar-besaran oleh penguasa sehingga Otus jilid II merupakan penindasan Indonesia kepada warga Papua’, ujar Titi di kawasan Pancoran, Jaksel,” paparnya.
Dia mengaku konferensi pers ini diadakan untuk menyikapi pelantikan tiga pejabat baru untuk tiga provinsi baru di Papua yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Jumat pagi di kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Jakarta.
Ketiga Pj yang dilantik menjadi Gubernur tersebut masing-masing adalah Apolo Safanpo Pj Gubernur Papua Selatan, Ribka Haluk Pj Gubernur Papua Tengah, dan Nikolaus Kondomo Pj Gubernur Papua Pegunungan.
Apolo Safanpo sebelum dilantik merupakan Staf Ahli Mendagri Bidang Pemerintahan. Pria kelahiran 1975 ini sempat menjadi akademisi di Universitas Cendrawasih.
Sedangkan Ribka Haluk merupakan Staf Ahli Mendagri bidang Aparatur dan Pelayanan Publik. Wanita kelahiran tahun 1971 ini juga pernah menjabat sebagai Pj Bupati sebanyak dua kali.
Begitu pun Nikolaus Kondomo merupakan seorang jaksa dan pernah bertugas sebagai Staf Ahli bidang Hubungan Antarlembaga dan Kerjasama Internasional Kejaksaan Agung RI.
Selain melantik para pejabat, Mendagri juga meresmikan ketiga DOB tersebut sebagai provinsi beserta rilis (penerbitan) peta ketiga provinsi baru tersebut, yaitu Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua Pegunungan. Dengan demikian kini Indonesia memiliki 37 provinsi. (Santi)