Sriwijayamedia.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) No 17/2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) berat masa lalu. Menko Polhukam Mahfud Md., menjadi ketua tim pengarah dan Makarim Wibisono menjadi ketua tim pelaksana.
Keppres No 17/2022 itu diteken Jokowi pada 26 Agustus 2022 sebagaimana salinannya dilihat detikcom, Rabu (21/9/2022).
Tim PPHAM ini berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden.
Menko Polhukam Mahfud MD., melalui keterangan di YouTube Kemenko Polhukam, menyebutkan Keppres penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM masa lalu, itu adalah perintah peraturan perundang-undangan.
Dulu MPR membuat perintah, kemudian ada UU KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi). Dulu perintahnya penyelesaian HAM masa lalu itu dilakukan melalui dua jalur, satu yudisial, dua non-yudisial. Yang non-yudisial itu bentuknya KKR, tapi kemudian Undang-Undang KKR itu dibatalkan oleh MK.
Pernyataan ini ditolak oleh Koordinator Forum Diskusi Kebangkitan Indonesia (Forum DKI) Bandot Dedi Malera.
Menurut dia, keputusan presiden untuk membentuk tim ini tidak memiliki dasar konstitusional. Perintah dalam UU No 26/2000 hanya membuka peluang penanganan Kasus HAM berat masa lalu hanya memalui dua mekanisme.
“Dalam UU No 26/2000 Tentang Pengadilan HAM Pasal 43 menyebutkan (1) pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-undang ini, diperiksa dan diputus oleh pengadilan HAM ad hoc, (2) pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk atas usul DPR RI berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden (3) Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berada di lingkungan peradilan Umum,” ujarnya.
Dalam UU yang sama juga diberikan peluang untuk menyelesaikan secara non-yudisial. Dalam Pasal 47 disebutkan (1) pelanggaran HAM yang berat yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang ini tidak menutup kemungkinan penyelesaiannya dilakukan oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi; (2) Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan Undang-undang.
“Hal yang harus digarisbawahi oleh presiden adalah, pemutusan penanganan HAM Berat di masa lalu wajib menyertakan peran DPR. Hal tersebut salah satu alasannya adalah, penanganan HAM Berat di masa lalu melanggar azas anti-retroaktif sebagaimana diatur dalam UUD 1945 pasal 28I,” terangnya.
Membentuk Tim PPHAM yang berat masa lalu, tanpa melibatkan DPR sebagai stakeholder jelas melanggar konstitusi, ujarnya, di samping tentu saja melawan perjuangan korban pelanggaran HAM berat masa lalu dan juga ghirah perjuangan penegakkan HAM.
“Sebaiknya Jokowi jangan bermain-main dengan isyu HAM Berat. Apalagi Menko Mahfud jelas-jelas menyatakan Tim ini sebagai alternatif KKR yang telah dibatalkan MK. Artinya, pemerintah telah secara sadar melanggar UU,” terangnya.
Bandot menilai, pembentukan Tim ini sekedar formalitas saja untuk menggugurkan kewajiban pemenuhan janji kampanye Jokowi.
Selain itu, Tim yang bakal membebani APBN ini ditengarai hanya akan bekerja sia-sia karena tidak ada dasar konsititusionalnya.(Santi)