Palembang, Sriwijaya Media – Dinas Kehutanan (Dishut) Sumsel melaksanakan workshop dan Rapat Kerja Kelompok Kerja (Pokja) Percepatan Perhutanan Sosial (PPS) Sumsel, di Hotel Swarna Dwipa, Selasa (9/11/2021).
Kabid Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat Dishut Sumsel H A Taufik mengatakan, Pokja percepatan perhutanan sosial ini terdiri dari unsur pemerintahan, akademisi, perusahaan, Hutan Kita Institut (Haki) dan lainnya.
“Kita tahu perhutanan sosial adalah program nawacita Presiden. Oleh sebab itu, di setiap daerah ada pokja percepatan perhutanan sosial. Kita arahkan setiap kabupaten ada pokja,” ujarnya.
Taufik menjelaskan, di Sumsel ada 300.000 hektar perhutanan sosial. Sekarang ada 150.000 hektar hutan non produktif atau sebesar 50 persen yang belum dikelola.
“Kita tahu perhutanan sosial ada 5 skema yakni skema hutan adat, skema hutan desa, skema hutan kemitraan, skema hutan kemasyarakatan dan skema hutan HTR. Untuk skema hutan HTR, kita Sumsel terbaik di Indonesia,” bebernya.
Taufik menuturkan, perhutanan sosial ini tujuannya untuk kesejahteraan masyarakat dengan prinsip keadilan.
Selama ini, lanjut dia, perhutanan sosial dikelola perusahaan besar seperi MHP, Sinar Mas. Tapi sekarang, perhutanan sosial boleh dikelola masyarakat, kelompok tani dan perorangan secara gratis selama 35 tahun.
Jika pengelolaannya baik, maka bisa diperpanjang. Langkah ini pada prinsipnya untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat, keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Namun pengelolaan perhutanan sosial tidak boleh diperjualbelikan, tidak bisa diwariskan dan dalam satu kartu keluarga hanya boleh lebih dari satu orang.
“Dengan dibolehkannya masyarakat mengelola perhutanan sosial, maka masyarakat akan ada rasa memiliki sehingga dapat mengurangi karhutla, illegal logging, illegal tambang. Masyarakat yang berhak mengelola perhutanan sosial adalah masyarakat setempat dan tidak boleh masyarakat pendatang,” tandasnya.
Sementara itu, Koordinator Program Haki Sumsel Bejo Dewangga mengatakan Haki adalah anggota Pokja Percepatan Perhutanan Sosial Provinsi Sumsel.
“Target kita dalam 2 tahun ini ada sekitar 5.000 hektar yang disupport untuk perhutanan sosial. Kita cari wilayah baru. Kami ada target penambahan hutan adat,” akunya.
Bejo menuturkan, perhutanan sosial memberikan hak kelola ke masyarakat untuk kesejahteraan masyarakat.
“Jadi selama ini masyarakat yang tergantung kehidupannya di hutan merasa ketakutan memanfaatkan kawasan perhutanan sosial, karena belum legal. Nah, kita bantu mulai dari usulan, pemberkasan sehingga masyarakat bisa mengelola perhutanan sosial secara legal. Kita harapkan dukungan dari Pemprov Sumsel, termasuk pasca sudah dikeluarkan izin, harus ada dukungan anggaran dari pemerintah dalam mengelola perhutanan sosial bagi masyarakat, ” jelanya. (Ocha)