-Langgar Pasal 187 A, Sales Pilkada Dapat Ditindak
Musi Rawas, Sriwijaya Media – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI) mensosialisasikan Pasal 187 A Undang-Undang (UU) Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota secara serentak pada tahun 2020.
Tiap kandidat pasangan calon (paslon) Gubernur dan wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati maupun Wali Kota dan Wakil Wali Kota agar dalam masa kampanye tidak mengunakan sales pilkada.
Hal itu dikatakan DR Rudyanti Dorotea Tobing, SH., M.Hum., selaku narasumber dari KPK RI
disela-sela Webinar secara nasional pilkada berintegritas diikuti paslon Kepala Daerah, Penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu) dari Provinsi Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sumatera Selatan (Sumsel) dan Banten, Jum’at (23/10/2020).
Pada kesempatan itu, DR Rudyanti Dorotea Tobing, SH., M.Hum., menjawab dua pertanyaan yang diajukan dari Cabup Mura nomor urut 2, H Hendra Gunawan kepada pimpinan KPK RI.
Secara rinci sales Pilkada dapat ditindak dengan pidana hukum jika melakukan pelanggaran Pasal 187 A Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
“Dimana dalam UU tersebut menyatakan pada ayat satu bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya, sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih,” tutur Tobing .
Tobing menjelaskan dengan menggunakan hak pilih tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu akan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 200.000.000, dan paling banyak Rp 1.000.000.000.
“Lalu pada ayat dua menyatakan bahwa pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1),” tutur DR Rudyanti Dorotea Tobing.
Sementara itu, Cabup Mura H Hendra Gunawan dan Cawabup Mura H Mulyana dalam webinar Nasional Pilkada Berintegritas mengajukan pertanyaan kepada Alexander Marwata selaku pimpinan KPK RI, apakah penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu dan juga masyarakat selaku pemilih turut diawasi KPK?.
Selanjutnya pertanyaan kedua, bagaimana tanggapan terkait “Sales Pilkada” yang diduga melakukan pelanggaran terindikasi “money politik” dan tidak mengikuti aturan dan zona wilayah yang ditetapkan KPU. Karena ini dapat merusak komitmen Pilkada berintegritas.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Alexander Marwata memberikan apresiasi. Dia sangat setuju bahwasanya tak hanya paslon saja yang dituntut memiliki integritas, namun penyelenggara pemilu juga harus mempunyai integritas.
“Begitu juga dengan konstituennya (pemilih). Tentu hal tersebut juga masuk dalam pengawasan dari KPK. Pengawasan KPK kita menggunakan mata dan telinga masyarakat, menindaklanjuti atas laporan-laporan yang diterima,” papar Alexander Marwata.
Webinar Nasional Pilkada Berintegritas ditutup dengan penandatanganan fakta integritas kepala daerah. Cabup dan Cawabup H Hendra Gunawan-H Mulyana langsung membubuhkan tandatangan dalam fakta integritas tersebut.
Secara rinci, ada 9 point dalam fakta integritas yang ditandatangani tersebut. Calon Kepala Daerah tidak melakukan tindak pidana korupsi, tidak melakukan politik uang dalam Pilkada, mendukung upaya pendidikan antikorupsi, penindakan dan pencegahan korupsi.
Kemudian patuh melaporkan LHKPN dan menolak gratifikasi, membuat visi, misi program mencerminkan semangat antikorupsi, peduli kepada pemilih, merakyat dan berpihak pada keadilan. Selanjutnya menghindari konflik kepentingan seperti kolusi dan nepotisme, bergaya hidup sederhana, melayani dan selesai dengan dirinya serta berani dan bertanggung jawab dalam setiap keputusan demi tegaknya integritas. (Zul)