VIDEO : PPATK Temukan 176 Filantropi Bermasalah

Pengamat Sosial Hokkop Situngkir/sriwijayamedia.com-santi

Tahun 2022 lalu Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan sebanyak 176 lembaga filantropi melakukan penyelewengan dana dan fungsi kerja yang tidak sesuai peruntukannya.

Salah satunya adalah lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang kedapatan melakukan pencucian uang dengan berkedok sebagai lembaga amal. Namun dana yang terkumpul justru digunakan untuk mendukung kegiatan terorisme dan kepentingan pribadi para pengurusnya.

Bacaan Lainnya

Tidak hanya itu, sejumlah Non Govenrment Organization (NGO) yang mengatasnamakan sebagai gerakan demokrasi juga diduga melakukan penyelewengan dana untuk kegiatan politik melawan berbagai kebijakan pemerintah, bahkan turut membantu gerakan separatis.

Menanggapi fenomena adanya lembaga-lembaga filantropi yang melakukan penyelewengan sehingga meresahkan masyarakat tersebut, praktisi sekaligus pengamat sosial Hokkop Situngkir menilai negara harus hadir dalam mengawasi dan mengedukasi kelompok-kelompok atau lembaga filantropi yang marak bermunculan ditanah air.

Hal ini penting dilakukan untuk mencegah terjadinya penyelewengan fungsi dan kerja lembaga-lembaga filantropi.

Tonton Juga : VIDEO : KOMPAK Ajak Mahasiswa Asal Papua Fokus Belajar di Jakarta

Belajar dari pengalaman yang sudah pernah terjadi, seperti pada saat penanganan bencana tsunami dan gempa di Aceh, Nias, dan Yogyakarta beberapa tahun yang lalu, banyak NGO serta kelompok-kelompok masyarakat yang bergerak dibidang amal dan sosial turut ambil bagian dan masuk ke area bencana dalam rangka mempercepat proses rehabilitasi dan rekontruksi.

Menurut Hokkop, banyak NGO yang masuk berikut dana yang diperuntukan membangun rumah singgah, taman bacaan, pemulihan psikologis dan sebagainya. Namun pada saat pelaksanaannya ternyata banyak penyelewengan yang terjadi.

Dengan keberadaaan Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) yang saat itu ada dan masih dibawah koordinasi Negara seharusnya anggaran yang masuk dan digunakan oleh NGO-NGO tersebut bisa diaudit, sehingga negara bisa melihat NGO mana saja yang bisa masuk dan menelusuri penggunaan dananya.

Kedepan, Hokkop berharap negara bisa melakukan sosialisasi aturan, penyaringan, edukasi, dan tindakan bagi NGO atau elemen masyarakat yang akan terlibat dalam penanganan bencana maupun kegiatan sosial lainnya.

Namun hal ini tidak cukup hanya dikerjakan oleh kalangan intelejen kepolisian atau instansi lainnya, tetapi juga dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak.(santi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *