OPINI : Soal Impor Pakaian Bekas, Siapa Pembunuh UMKM?

Sekjen PENA 98 Adian Napitupulu/sriwijayamedia.com-santi
Sriwijayamedia.com - Jujur saja, saya salah satu penggemar barang bekas, tidak hanya pakaian bekas tapi juga bahan bangunan bekas, furniture bekas hingga marmer, tegel bahkan genteng bekas. Bahkan saya membangun desa wisata dan rumah berlantai marmer, pagar stainless, besi WF dari bekas bongkaran rumah dan gudang.
Bagi saya membeli bahan bangunan bekas bagian dari komitmen menyelamatkan bumi dengan mengurangi sekian meter pemotongan gunung marmer dan mengurangi penebangan pohon untuk furniture.
Gerilya pakaian bekas, khususnya jaket kulit menjadi hiburan tersendiri untuk saya. Bahkan saya menganggapnya sebagai wisata yang menyegarkan karena menemukan banyak model unik yang tidak di dapat di mall, pasar bahkan Tanah Abang sebagai pasar pakaian terbesar di Asia Tenggara.
Kalau dikatakan bahwa pakaian thrifting itu membunuh UMKM, maka ijin saya mau bertanya, data apa yang digunakan para menteri itu?.
Menurut data Asosiasi Pertekstilan Indonesia, impor pakaian jadi dari negara Cina menguasai 80% pasar di Indonesia. Kita ambil contoh di tahun 2019, impor pakaian jadi dari Cina 64.660 ton. Sementara menurut data BPS pakaian bekas impor di tahun yang sama hanya 417 ton atau tidak sampai 0,6 % dari impor pakaian jadi dari Cina.
Di tahun 2020, impor pakaian jadi dari Cina sebesar 51.790 ton. Sementara pakaian bekas impor hanya 66 ton atau 0,13% dari impor pakaian dari Cina. Tahun 2021, impor pakaian jadi dari Cina 57.110 ton. Sementara impor pakaian bekas sebesar hanya 8 ton atau 0,01% dari impor pakaian jadi dari Cina.
Jika impor pakaian jadi dari Negara Cina mencapai 80%, lalu pakaian jadi impor Bangladesh, India, Vietnam dan beberapa negara lain sekitar 15 %, maka sisa ruang pasar bagi produk dalam negeri cuma tersisa maksimal 5%. Itupun sudah diperebutkan antara perusahaan besar seperti Sritex, ribuan UMKM dan pakaian bekas impor.
Dari 417 ton impor pakaian bekas itu pun tidak semuanya bisa di jual ke konsumen, karena ada yang tidak layak jual. Rata-rata yang bisa terjual hanya sekitar 25 % hingga 30 % saja atau dikisaran 100 ton saja.
Jika dikatakan bahwa pakaian bekas impor itu tidak membayar pajak, maka itu juga bisa diperdebatkan karena data yang saya sampaikan di atas adalah data BPS yang tentunya juga harus tercatat juga di bea cukai.
Dari seluruh angka diatas, maka sesungguhnya UMKM kita dibunuh siapa? Mungkin urut-urutannya seperti ini. UMKM 80% di bunuh pakaian jadi impor dari Cina, sementara pakaian jadi impor Cina saat ini tidak dibunuh, tapi sedang di gerogoti oleh pakaian bekas impor.
Jadi siapa sesungguhnya yang dibela oleh Mendag dan Menkop UMKM? Industri pakaian jadi di negara Cina atau UMKM Indonesia. Ayo kita sama sama jujur.
Kenapa para menteri itu berlomba-lomba mengejar, membakar dan menuduh pakaian bekas itu menjadi tersangka tunggal pelaku pembunuhan UMKM?. Kenapa para menteri itu tidak berupaya mengevaluasi peraturan dan jajarannya untuk memberi ruang hidup lebih besar, melatih cara produksi, cara marketing bahkan kalau perlu membantu para UMKM itu menerobos pasar luar negeri. Sekali lagi, mencari kambing hitam memang jauh lebih mudah dari pada memperbaiki diri.
Dari data diatas, sungguh saya tidak menemukan argumentasi rasional upaya pemburuan pelaku thrifting. Selain dari permintaan para importir pakaian jadi yang menguasai 80% pasar Indonesia atau jangan jangan perintah bumi hangus pakaian bekas ini permintaan istri pejabat yang tidak rela ada tukang ojek online yang pakai sepatu merk Bally dan mbak pedagang sayur yang pakai jaket Balenciaga atau mungkin anak para pejabat penggemar Rubicon protes keras ketika montir bengkel tempat Rubicon ganti oli ternyata pakai kaos Branded.
Semoga nanti tidak ada kasus orang miskin dipukuli karena pakai baju branded yang dia beli di Gede Bage atau Pasar Senen yang kebetulan sama warna, merek dan motif dengan baju branded anak pejabat pemilik Rubicon itu. Konon anak pejabat kaya sering tersinggung berat kalo dapat saingan.
Akhir kata semoga para menteri tidak memberi data dan cerita yang tidak benar pada Presiden, terkait dampak pakaian bekas impor terhadap UMKM dan dampak pakaian baru impor dari Negara Cina.
Oleh :
Adian Napitupulu, Sekjen PENA 98
BERITA TERKAIT
MMD : Pelaporan Polisi Diduga Upaya Kaburkan Isu Dana Haram Rp349 Triliun
Kasus Tedi Minahasa Kunci Reformasi Kepolisian dan Kebijakan Narkotika
Gubernur Deru Lantik Pj Bupati Apriyadi Jadi Sekda Muba Definitif
Raih Dua Rekor MURI, Inovasi MAKUKU Diganjar Apresiasi Kemenkes RI
Mantan Ketua Bawaslu Sumsel Jadi Saksi Dalam Sidang Korupsi Hibah Bawaslu Prabumulih
Diduga Minta Uang ke Calon PPK, Ketua KPU Lahat Diperiksa DKPP
Disdag Sumsel Pastikan Stok Sembako Jelang Idul Fitri 1444 H Relatif Aman
Ini Respon Cepat Wawako Fitri Mendengar TPU Kebun Buna Terendam Banjir
Massa Aksi Desak Pemkab Lahat Selesaikan Sengketa Lahan di IUP PT Priamanaya Energy
GAMKI : Jangan Campuradukkan Olahraga dan Politik
Pemkab Muba Tandatangani MoU Percepatan Pembangunan Jaringan Listrik
Gandeng Volta, Telkomsel Hadirkan Program Bundling Motor Listrik
Operasi Pekat Musi 2023, Polsek Sekayu Amankan Puluhan Botol Miras
BI dan Perbankan Luncurkan 145 Titik Penukaran Uang Rupiah
DPRD Sumsel Rapat Paripurna Penyampaian Pengantar LKPJ Gubernur Tahun 2022
Terbitkan Tiga Pengumuman Berbeda, DKPP Periksa KPU Muba
Perebutkan Piala Gubernur, 250 Peserta Ramaikan Lomba Adzan PWI Sumsel
Membanggakan, Pebalap AHM Kumandangkan Indonesia Raya di ARRC Thailand
Sempat Viral, Kini Dua Oknum Pejabat OKI Kembalikan Dana Baznas
Wawako Fitri Apresiasi Pasar Bedug Inisiasi Kecamatan Sako
Ini Penjelasan Dishub Sumsel Terkait Mudik Gratis Sumsel 2023