OPINI : Perayaan Imlek dari Masa ke Masa

Jubir Milenial PKB Mikhael Sinaga/sriwijayamedia.com-santi
Sriwijayamedia.com - Imlek di Masa Pemerintahan Soekarno
Pasca kemerdekaan Indonesia, Soekarno menetapkan tentang hari-hari raya umat beragama No 2/OEM-1946. Salah satunya menyoal hari raya orang Tionghoa.
Ada empat perayaan yang masuk dalam penetapan tersebut, yaitu Tahun Baru Imlek, hari wafatnya Khonghucu pada 18 Februari Imlek, Ceng Beng, dan hari lahirnya Khonghucu pada 27 Februari Imlek.
Pada masa itu, orang-orang Tionghoa juga bisa berekspresi secara bebas. Seperti berbahasa Mandarin, bahasa lokal, memeluk agama Konghucu, punya surat kabar berbahasa Mandarin, menyanyikan lagu Mandarin, dan memiliki nama Cina. Sekolah, toko, restoran, dan bengkel bisa memasang plang bertulisan Mandarin.
Pelarangan Imlek di Masa Pemerintahan Soeharto
Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No 14/1967 tentang pembatasan agama, kepercayaan dan adat istiadat Cina pada 6 Desember 1967.
Instruksi tersebut menetapkan seluruh upacara agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa hanya boleh dirayakan di lingkungan keluarga dan dalam ruangan tertutup.
Karena itu, perayaan Imlek saat masa Soeharto umumnya tidak dilakukan, atau berlangsung tersembunyi. Bahkan dimasa pemerintahan Soeharto, tidak bisa pakai nama cina dan tulisan bahasa Cina ; tidak boleh merayakan Imlek ; tidak boleh masuk Perguruan Tinggi Negeri, PNS, polisi dan tentara ; tidak boleh pakai marga batak di akte kelahiran 70-80an
Imlek Kembali Bebas Dirayakan di Masa Pemerintahan Gus Dur dan Dijadikan Hari Libur Nasional
KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mengeluarkan Keppres No 6/2000 tentang pencabutan Inpres No 14/1967 pada 17 Januari 2000.
Sejak dicabutnya Inpres tersebut, masyarakat Tionghoa mendapat kebebasan lagi untuk menganut agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya, termasuk merayakan upacara-upacara agama seperti Imlek, Cap Go Meh, dan sebagainya secara terbuka.
Pada 19 Januari 2001, Menteri Agama RI mengeluarkan keputusan No 13/2001 tentang penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif.
Hari libur fakultatif adalah hari libur yang tidak ditentukan pemerintah pusat secara langsung, melainkan oleh pemerintah daerah setempat atau instansi masing-masing.
Budaya Tionghoa yang selama orde baru sulit berkembang, mulai kembali semarak usai Gus Dur menjadikan Imlek sebagai Hari Libur Nasional. Pertunjukan Barongsai, hingga wayang potehi kembali muncul ke publik.
Gus Dur juga dikenal sebagai sosok toleran dan semangat toleransi itu yang PKB rawat hingga kini. Gus Dur melihat keberagaman bangsa Indonesia merupakan kekuatan besar. Keberagaman akan menjadi kekuatan besar bila semua diberi ruang dan kesempatan sama.
Tentunya di tahun kelinci air ini, PKB ingin agar semangat toleransi itu tetap menyala. Karena Indonesia merupakan negeri yang heterogen, yang berasal dari berbagai macam suku, agama dan budaya. Itu yang harus kita gelorakan.
Keberagaman merupakan kunci Indonesia yang harmoni. Saling menghormati antar anak bangsa harus terus dipupuk.
Terlebih di tahun politik, dimana politik identitas menjadi momok menakutkan bagi Indonesia. Masih kita ingat, bagaimana hebatnya politik identitas nyaris mengoyak persatuan antar anak bangsa.
Padahal perbedaan pilihan politik merupakan hal yang wajar. Kita harus kembali bercermin pada Gus Dur, yang dapat menerima perbedaan, dan justru menjadikan perbedaan menjadi satu harmoni yang indah untuk Indonesia.
Jangan melupakan sejarah dan generasi muda berusia 25 tahun ke bawah harus mengetahui sejarah itu.
Jadikan Imlek Ajang Silaturahmi Lintas Agama
Tahun Baru Imlek bagi warga etnis Tionghoa merupakan ajang silaturahmi lintas agama. Semua pemeluk agama keturunan Tionghoa dapat tetap bersilaturahmi antara satu dengan yang lain. Pada Tahun Baru Imlek, biasanya keluarga-keluarga Tionghoa berkumpul.
Imlek bukan perayaan agama, melainkan sebagai warisan tradisi dan budaya lintas agama. Sejarah Imlek dimulai Kaisar Wu dari Dinasti Han di Cina, setelah dinasti-dinasti sebelumnya gagal menciptakan sistem penanggalan yang bisa digunakan di seluruh Cina.
Seluruh masyarakat Tionghoa akan berkumpul bersama dan melakukan banyak tradisi yang sarat makna. Tahun Baru Imlek akan menjadi tradisi dan perayaan hari besar yang dirayakan dengan penuh sukacita.
Oleh :
Jubir Milenial PKB Mikhael Sinaga
BERITA TERKAIT
Bertemu Ketua Parlemen Aljazair, Puan Ajak Promosikan Islam Damai
115 Kg Sabu Diamankan, BNNP Sumsel : Didistribusikan ke PALI, Muba, OKI dan Lampung
Injak Usia 17 Tahun, Alexandra Ingin Jadi Pribadi yang Lebih Baik
Ketua MPR RI Bamsoet Dukung Penyelenggaraan HPN 2023 di Medan
Promosikan Citra Pariwisata Danau Toba Lewat Ajang F1 Powerboat
Rusak Parah, Pemkab OI Tinjau Jalan Rusak di Rambang Kuang
Dituding Perlambat Layanan, Ini Penjelasan Kepala UPTD Disdukcapil Zona 9 Palembang
Desa Bukit Selabu Muba Raih Award Desa Cantik 2022 dari Menteri PAN RB
Bunda Literasi Kabupaten, Kecamatan Hingga Desa Dikukuhkan, Ini Harapan Bupati Lahat
Pimpin Apel Kesiapsiagaan Karhutla, Bupati Cik Ujang Tekankan Hal Ini
Pertama di Sumatera, Pemkot Palembang Raih Reward Stranas PK Akreditasi A
Seleksi Bibit Atlet, PBI Sumsel Gelar Fun Games Bowling
Diduga Disunat, Pensiunan Pusri Bakal Lapor ke Polda Sumsel Pekan Depan
Anggota DPD RI Sumsel Jialyka Maharani Ikut Bersih-bersih DAS
Buka Muswil VI Pimwil DMI Sumsel, Edward Candra: Silakan Bermusyawarah
Penutupan Lomba Gaplek di OPI VI Meriah, Heri Amalindo Hadir Ditengah Warga
Sertijab Berlangsung Semarak, Jefri Gultom Nakhodai PP GMK Periode 2022-2024
Aksi Tanam Bibit Pohon Hingga Bersihkan DAS Warnai HUT PDI Perjuangan ke 50
Awal Februari, Buruh Aksi Besar-besaran Tolak PERPPU dan RUU Omnibus Law
Bedah Buku ALDERA, Rektor UIBA : Perubahan Tak Lepas Peran Anak Muda
MPN PP Kajian Rutin Bulanan 'Keutamaan Bulan Rajab dan Sejarah Isra Mi'raj'