Diduga Jadi Korban Salah Tangkap Polda Bengkulu, Warga Empat Lawang Klaim Dianiaya

Fiterson, warga Paiker Empat Lawang menjadi korban salah tangkap Polda Bengkulu/sriwijayamedia.com-yayan

Sriwijayamedia.com – Warga Kecamatan Pasemah Air Keruh (Paiker) Kabupaten Empat Lawang menyayangkan sikap refresif aparat Kepolisian Daerah (Polda) Bengkulu yang menangkap salah satu warganya bernama Fiterson.

Fitersin, warga Desa Lawang Agung-Paiker Empat Lawang ini dituding telah melakukan pencurian sepeda motor. Setelah dilakukan introgasi, hal itu tidak terbukti, meskipun Fiterson sempat mendapat perlakukan kekerasan fisik yang diduga dilakukan sejumlah oknum polisi Polda Bengkulu.

Bacaan Lainnya

Diketahui, penangkapan Fiterson dilakukan Polda Bengkulu beranggotakan sekitar 50 personel, pada Senin (5/6/2023 sekira pukul 02.00 Wib dini hari sempat menggemparkan warga Desa Lawang Agung.

Kepada warga, korban salah tangkap Fiterson mengaku saat ditangkap, dirinya dimasukan kedalam mobil dengan mata tertutup.

Interogasi mulai dilakukan oknum personil Polda Bengkulu dengan nada keras dan kasar hingga berujung pada penganiayaan agar Fiterson mengaku.

“Sepanjang perjalanan hingga selama hampir 2×24 jam, saya berada dalam mobil Polda Bengkulu terus mendapat tekanan agar mengaku. Karena saya tidak melakukan pencurian, jadi saya tetap bertahan pada pendirian tidak melakukan pencurian,” aku Fiterson, kepada warga Paiker yang berkunjung ke kediamannya, Rabu (7/6/2023).

Fiterson meminta kepada Bapak Kapolri, Kapolda Sumsel dan Kapolda Bengkulu untuk menindak tegas oknum polisi yang telah melakukan penganiayaan terhadap dirinya. Karena rakyat butuh dilindungi bukan dianiaya.

“Demi Allah saya tidak melakukan pencurian itu. Saya korban salah tangkap yang sempat dianiaya oleh oknum aparat Polda Bengkulu. Kami ini rakyat kecil. Apakah ini namanya pengayom dan pelindung masyarakat,” sedih Fiterson.

Sudarwin, warga Paiker Empat Lawang menambahkan berdasarkan pasal 10 huruf c peraturan Kapolri  No 8/2009 tentang implementasi prinsip dan standar hak azasi manusia (HAM) dalam penyelenggaraan tugas Polri, berdasar pasal 12 huruf c perpolri 7/2022 mengatur bahwa sikap anggota polri dilarang untuk bersikap, berucap dan bertindak sewenang-wenang.

Selain itu, menurut pasal 13 huruf m Peraturan Polri 7/2022, polisi juga dilarang untuk melakukan tindakan kekerasan, berprilaku kasar dan tidak patut.

“Perbuatan dan tindakan yang memaksakan agar terduga mengakui, karena itu tidak diperkenankan mengintrogasi tersangka dalam kekerasan agar mengakui perbuatan, karena pengakuan dalam tekanan tidak bisa dijadikan bukti, apalagi disertai memukul wajah, dada dan kemaluan karena dapat berakibat vatal, introgasi dengan kekerasan tidak dapat dijadikan kesaksian,” terangnya.

Menurut Sudarwin, perlu bukti kuat untuk menangkap dan menghukum seseorang yang dicurigai melakukan tindakan pelanggaran hukum tertentu.

Apabila orang yang dicurigai tidak terbukti melakukan pelanggaran hukum. Aparat harus bertanggung jawab terhadap perbuatan kekerasan atau penganiayaan yang telah dilakukan. Apabila memaksa seseorang untuk mengakui suatu perbuatan yang tidak dilakukannya adalah pelanggaran hukum.

“Aparat kepolisian adalah bagian dari penegak hukum seharusnya menindak berdasarkan bukti, bukan asumsi,” terang Sudarwin.

Setali tiga uang, mewakili masyarakat Paiker Hendri Kusuma mengatakan masyarakat Paiker setuju dan sepakat atas komitmen Polri untuk melakukan penegakan hukum seperti pemberantasan tindak kriminal curanmor, curas dan lainnya.

Tapi pihaknya berharap Polri dalam melaksanakan penindakan, penangkapan harus profesional dan proporsional karena Polri itu adalah pengayom masyarakat.

“Polri hendaknya mematuhi azas praduga tidak bersalah, dan harus melakukan prosedur hukum yang berlaku, bukan dengan cara premanisme memaksakan pengakuan yang belum tentu dilakukan seseorang. Hukum berlaku bagi siapa saja direpublik ini semua punya hak dimata hukum. Karena hukum bukan hanya milik polisi,” imbuhnya.

Masyarakat Paiker berharap Kapolri, Kapolda Bengkulu dan Kapolda Sumsel dapat membuktikan slogan sebagai pengayoman masyarakat dan menindak oknum anggota Polda Bengkulu yang bertindak semena-mena terhadap rakyat. 

Warga Paiker meminta petinggi Polri dapat menindak tegas anggotanya yang telah mengenyampingkan azas praduga tidak bersalah.

“Kami butuh perlindungan bukan penganiayaan,” jelas warga Paiker. (yayan)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *