Zona Integritas Jangan Sekedar Label

IMG_20211216_182143

Oleh : 

Ahmad Santoso, S.Sos., MM., Kepala Seksi (Kasi) Kepatuhan Internal, Kanwil DJPb Provinsi Sumsel 

Bacaan Lainnya

Pidato pertama Joko Widodo, setelah terpilih sebagai presiden hasil Pilpres 2019 menyampaikan lima tahapan besar yang akan dilakukannya bersama wakil presiden terpilih.

Menurutnya, hal ini sangat penting untuk membuat Indonesia lebih produktif serta memiliki daya saing dan fleksibilitas tinggi dalam menghadapi perubahan di dunia.

Salah satu dari lima tahapan besar tersebut adalah penataan sistem penyelenggaraan pemerintahan melalui reformasi birokrasi.

Pelaksanaan program reformasi birokrasi sebenarnya sudah dicanangkan pemerintah sejak lama yaitu sejak Tahun 2009. Namun demikian, dalam pelaksanaannya masih banyak hambatan dan tantangan. Untuk itu, reformasi birokrasi harus dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan.

Melalui Peraturan Presiden (Perpres) No 81/2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, memberikan arah kebijakan pelaksanaan reformasi birokrasi nasional agar dapat berjalan secara efektif, efisien, dan berkelanjutan.

Kebijakan pelaksanaan reformasi birokrasi meliputi visi pembangunan nasional, arah kebijakan reformasi birokrasi, visi, misi, tujuan, dan sasaran reformasi birokrasi.

Untuk memberikan panduan serta percepatan reformasi birokrasi bagi unit kerja di lingkungan pemerintah, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) PAN RB No 52/2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) di lingkungan instansi pemerintah yang telah diubah dengan Permen PAN RB No 10/2019.

Pembangunan Zona Integritas (ZI)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian integritas adalah mutu, sifat, dan keadaan yang menggambarkan kesatuan yang utuh, sehingga memiliki potensi dan kemampuan memancarkan kewibawaan dan kejujuran.

Integritas merupakan konsep yang diinginkan pemerintah agar seluruh aparatur pemerintah dapat menjalankan roda pemerintah dengan segenap jiwa dan potensi yang dibalut dengan kejujuran sehingga berdampak pada peningkatan kinerja dan pelayanan kepada masyarakat.

Adapun zona atau island digambarkan sebagai unit-unit instansi pemerintah yang telah berhasil menanamkan nilai integritas di dalamnya. Unit kerja yang telah berhasil melakukan pembangunan ZI diharapkan menjadi role model dan rujukan bagi instansi lain untuk melakukan reformasi birokasi yang dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara cepat, tepat, dan profesional serta menghindarkan penyalahgunaan wewenang, dan praktik KKN.

Permen PAN RB No 10/2019 memberikan pedoman bahwa proses pembangunan ZI difokuskan pada penerapan program Manajemen Perubahan, Penataan Tata Laksana, Penataan Manajemen SDM, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik yang bersifat konkrit.

Adapun tahap-tahap pembangunan zona integritas sesuai Permen PAN RB No 10/2019, sebagai berikut:

a. Pencanangan Pembangunan ZI. Langkah awal untuk mewujudkan pembangunan zona integritas adalah deklarasi/pernyataan dari pimpinan suatu instansi pemerintah bahwa instansinya telah siap membangun ZI.

Deklarasi disampaikan secara terbuka dan dipublikasikan secara luas agar semua fihak ikut memantau, mengawasi, dan berperan dalam reformasi birokrasi di unit kerja tersebut khususnya terkait pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.

Guna mewujudkan komitmen bersama, pencanangan pembangunan ZI dilakukan dengan melakukan penandatanganan piagam pencanangan pembangunan ZI yang ditandatangani tidak hanya unsur internal unit kerja tetapi juga eksternal (mitra kerja).

b. Proses Pembangunan ZI Menuju WBK/WBBM. Proses pembangunan ZI difokuskan pada penerapan dan peningkatan program Manajemen Perubahan, Penataan Tata Laksana, Penataan Manajemen SDM, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik.

Keenam area tersebut merupakan area pengungkit yang harus dibangun sebagai wujud pembangunan ZI menuju WBK/WBBM.

c. Proses Pengusulan oleh kementerian Negara / Lembaga. Pada tahap ini, dibentuk tim kerja pada level kementerian/lembaga untuk melakukan pemilihan unit kerja yang akan diusulkan sebagai unit kerja yang memenuhi persyaratan WBK/WBBM.

Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh unit kerja yang akan diusulkan antara lain bahwa unit yang diusulkan merupakan unit penting/strategis dalam melakukan pelayanan publik, mengelola sumber daya yang cukup besar, serta memiliki tingkat keberhasilan reformasi birokrasi yang cukup tinggi di unit tersebut.

Selanjutnya dilakukan penilaian terhadap semua komponen pengungkit WBK/WBBM oleh Tim Penilai Internal (TPI) Kementerian Negara/Lembaga.

Hasil penilaian oleh TPI dilaporkan ke Pimpinan Kementerian Negara /Lembaga untuk diusulkan sebagai unit kerja yang siap memperoleh predikat WBK/WBBM kepada Tim Penilai Nasional (TPN).

d. Review TPN. TPN terdiri dari unsur Kementerian PAN RB, KPK, dan Lembaga Ombudsman Indonesia. Tim ini dibentuk untuk melakukan evaluasi terhadap unit kerja yang diusulkan menjadi ZI menuju WBK/WBBM.

Penilaian ZI menuju WBK dan WBBM ditentukan berdasarkan penilaian terhadap 2 (dua) komponen yaitu komponen pengungkit (6 area pengungkit pembangunan ZI menuju WBK/WBBM) dan komponen hasil (hasil survei terhadap persepsi korupsi dan persepsi kualitas pelayanan).

e. Penetapan WBK/WBBM. Apabila hasil penilaian oleh TPN memenuhi syarat sebagai unit kerja WBK/WBBM, maka Menpan RB menetapkan unit kerja dimaksud sebagai unit kerja untuk mendapatkan predikat WBBM.

Predikat WBK diberikan kepada suatu unit kerja/kawasan yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tata laksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, dan penguatan akuntabilitas kinerja. Sementara predikat WBBM diberikan kepada suatu unit kerja/kawasan yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tata laksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan penguatan kualitas pelayanan publik.

Agar Pembangunan ZI Tidak Sekedar Label

Saat ini, seluruh instansi pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berlomba untuk mendapatkan predikat WBK/WBBM. Hal ini tentunya sangat positif sebagai bentuk kesadaran aparatur pemerintah untuk menjalankan pemerintahan yang bebas dari praktek Korupsi Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dan pelayanan cepat dan transparan.

Untuk menjaga agar pembangunan ZI menuju WBK/WBBK tidak hanya sekedar prestise atau slogan semata, perlu dilakukan langkah-langkah, antara lain:

1. Penandatanganan Pakta Integritas.

Penandatanganan pakta integritas merupakan bentuk pernyataan komitmen atau janji seluruh pejabat dan pegawai untuk melaksanakan seluruh tugas, fungsi, tanggung jawab, wewenang dan peran sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kesanggupan untuk tidak melakukan KKN.

Penandatanganan pakta integritas tidak hanya diperuntukan bagi jajaran pejabat dan pegawai pada unit kerja yang bersangkutan juga kepada mitra kerja / stakeholders.

2. Pemetaan Benturan Kepentingan (Conflict of Interest). Guna mencegah terjadinya tindakan KKN perlu dilakukan pemetaan titik rawan / fraud dan potensi benturan kepentingan (Conflict of Interest).

Pejabat/pegawai yang memiliki potensi untuk melakukan fraud dan conflict of interest. Misalnya pejabat/pegawai Font Office (FO), dan Pejabat Perbendaharaan (KPA, PPK, PP SPM) Bendahara serta Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa perlu dipetakan dan dimitigasi untuk menghindari terjadinya fraud dan conflict of interest

3. Mengefektifkan Peran Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) dan saluran pengaduan. Setiap unit kerja harus mempunyai UPG yang bertugas untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap setiap kegiatan yang berpotensi terjadi KKN dan penyalahgunaan wewenang.

Selain itu, perlu juga dibuat saluran pengaduan yang mudah diakses baik internal pegawai maupun stakeholders sehingga dalam hal terdapat KKN maupun penyalahgunaan wewenang dapat segera ditindaklanjuti.

4. Sosialisasi Terkait Larangan Gratifikasi/KKN. Guna menyatukan derap langkah pemberantasan KKN serta larangan penyalahgunaan wewenang, perlu dilakukan sosialisasi terkait larangan gratifikasi dan KKN.

Sosialisasi kepada internal pegawai dapat dilakukan melalui kegiatan capacity building, Gugus Kendali Mutu (GKM), maupun kegiatan lain. Sementara kepada eksternal / mitra kerja dapat dilakukan melalui website, youtube, pemasangan poster, penyebaran reflet maupun sarana lainnya.

5. Sosialisasi Layanan Unit Kerja.

Setiap jenis layanan yang meliputi Standard Operating Procedur (SOP), tarif layanan, persyaratan layanan, dan durasi penyelesaian setiap layanan harus dipublikasikan secara luas kepada pengguna layanan (stakeholders).

Publikasi dapat dilakukan melalui melalui surat resmi, website, pamplet, reflet, poster, maupun media lain yang efektif. Hal ini sangat penting sehingga ada pengawasan langsung dari pengguna layanan terhadap janji layanan yang diberikan unit kerja.

Referensi :

1. Peraturan Presiden (Perpres) tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025;

2. Permenpan RB No 10/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menpan RB No 52/2014 tentang Pedoman Pembangunan ZI Menuju WBK dan WBBM di lingkungan instansi pemerintah;

3. Permenpan RB No 52/2014;

4. Kamus Besar Bahasa Indonesia;

5. https://nasional.tempo.co/read/1224614/enam-poin-pidato-visi-indonesia-yang-disampaikan-jokowi/full&view=ok

6. https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/kunci-sukses-wujudkan-zona-integritas

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *