Jakarta, Sriwijaya Media – Pengangkatan Mayjen Untung Budiharto sebagai Panglima Kodam Jayakarta (Pangdam Jaya) oleh Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menuai kritik. Untung Budiharto merupakan mantan anggota Tim Mawar, sebuah tim yang diduga menjadi dalang pelanggaran HAM berat pada 1998.
Penunjukan Mayjen Untung Budiharto sebagai Pangdam Jaya dituding membuktikan pemerintah tidak berkomitmen dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat.
Menyikapi polemik tersebut, Ketua Pengurus Daerah IX KB FKPPI DKI Jakarta Arif Bawono angkat bicara.
Menurut dia, pengangkatan Untung sebagai Pangdam Jaya sudah melalui serangkaian proses termasuk background checking. Secara tata laksana yang berlaku di tubuh TNI, dia memenuhi syarat untuk menduduki posisi tersebut.
Boy, sapaan akrabnya, mengingatkan terkait kasus penculikan oleh Tim Mawar, sudah dilakukan persidangan militer. Mahkamah Militer Tinggi Jakarta memutuskan hukuman untuk Untung Budiharto yang saat kejadian berpangkat Kapten Infanteri melalui Putusan Mahkamah Militer Tinggi II Jakarta No PUT.25-16/K-AD/MMT-II/IV/1999.
“Untung divonis 20 bulan penjara dan dipecat dari kesatuan. Oleh Mahkamah Agung putusan ini dikoreksi. Melalui Putusan Mahkamah Militer Agung tanggal 24 Oktober 2000, hukuman badan terhadap Untung diperberat menjadi 2 tahun 6 bulan, tetapi dia tidak dipecat,” terangnya, Minggu (9/1/2022).
Dia menambahkan, Untung telah menjalankan hukuman sesuai putusan Mahkamah Agung. Kemudian, dia menjalankan lagi karier sebagai anggota TNI. Dalam kariernya ini, Untung menjalani sejumlah tugas dan posisi penting.
Diketahui, pada tahun 2004, dia pernah menjabat Danyonif 733/Masariku. Kemudian di tahun 2005-2006, dia dipromosikan untuk menduduki jabatan Komandan Kodim 1504/Ambon.
Di tahun 2007, pria kelahiran Tegal, Jawa Tengah itu diangkat sebagai Kasrem 151/Banaiya. Tidak selesai sampai di situ, pada tahun 2009, Untung kemudian kembali ke satuan Korps Baret Merah.
Dia dipercaya menduduki jabatan Asisten Perencanaan Kopassus sampai tahun 2010. Kemudian, dia juga sempat menjadi Dosen Madya Seskoad pada tahun 2010-2012. Setelah itu, dia kembali lagi ke satuan Korps Baret Merah dan menjadi Pamen Ahli Kopassus Golongan IV Bidang Taktik Parako.
Di tahun 2012-2013, karier militernya kembali melesat. Dia dipercaya menjabat posisi Komandan Resimen Induk Kodam (Danrindam) IV/Diponegoro. Sekitar satu tahun menjabat Danrindam IV/Diponegoro, dia kembali mendapatkan promosi dan menempati posisi baru sebagai Komandan Korem 045/Garuda Jaya hingga tahun 2014. Bahkan, pada tahun 2016-2017, dia juga sempat ditugaskan ke Papua menjabat Irdam XVII/Kasuari. Di tahun 2017, Untung kembali ditarik ke Jakarta untuk menempati posisi Wakil Asisten Operasi Kasad.
Dua tahun menjabat Waasops Kasad, dia kembali mendapatkan kepercayaan untuk menempati posisi Kasdam I/Bukit Barisan hingga tahun 2020. Terakhir, dia menjabat Staf Khusus Panglima TNI di tahun 2021-2022. Di luar militer, Untung Budiharto pernah ditugaskan untuk menempati sejumlah jabatan strategis. Diantaranya, sebagai Direktur Operasi dan Latihan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) pada tahun 2020, dan Sekretaris Utama BNPT di tahun 2020-2021.
Boy mengingatkan kepada pihak yang mempersoalkan pengangkatan Untung sebagai Pangdam kalau Indonesia merupakan Negara Hukum.
“Dalam hal pengangkatan Mayjen Untung sebagai Pangdam Jaya, semua sudah sesuai hukum dan aturan yang ada. Negara kita negara hukum, jangan membuat stigmatisasi ala orde baru untuk menghambat hak seseorang,” ujar Arif.
Menurut eks Aktivis 98 ini, terhadap perbuatannya di Tim Mawar, Untung telah menjalankan hukuman sesuai putusan MA. Sebagai negara hukum, putusan itulah yang melekat pada Untung.
“Dalam negara hukum tidak ada hukuman berulang terhadap satu tindak pidana. Kita bukan hidup di era orba, yang melarang PKI berkarier meskipun telah menjalani hukuman. Hentikan stigmatisasi ala orba ini, kita tak bisa bicara tentang HAM dengan menindas Hak Asasi pihak lain. Mayjen Untung pun saat ini merupakan individu yang memiliki Hak Asasi,” paparnya.
Boy mengajak seluruh elemen bangsa ini untuk lebih objektif dan taat hukum. Jika masih ada persoalan hukum yang mungkin melibatkan Mayjen Untung, maka selesaikanlah. Jika ternyata tidak ada lagi, maka lebih baik fokus untuk memonitor kerja Untung saat menjadi Pangdam. Ini yang lebih penting, apalagi sebagai Ibukota Jakarta memerlukan stabilitas.
“Tahun ini Gubernur DKI akan demisioner, sekaligus memulai tahun politik menuju 2024. Stabilitas Jakarta sebagai Ibukota mutlak diperlukan untuk stabilitas nasional,” jelasnya.
Dia menambahkan, lebih baik fokus pada kerja-kerja masa depan, dibanding sibuk mengorek kesalahan masa lalu yang sudah diganjar hukuman. (Irawan)