Sriwijayamedia.com – Puluhan massa tergabung dalam Lembaga Pemantau Pembangunan Sulawesi Tenggara (LPP Sultra) menggeruduk kantor PT Wijaya Karya (Persero), Tbk., di Jalan DI Panjaitan No Kav 10, RT 01 RW 11, Cipinang Cempedak, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur (Jaktim), Senin (17/4/2023).
Massa mendesak pimpinan PT Wijaya Karya (Persero), Tbk., untuk mengevaluasi kegiatan pembagunan bendungan Ameroro yang berada di Kecamatan Uepai, Kabupaten Konawe, Sultra lantaran diduga tidak sesuai mekanisme dan Standar Operasional Prosedur (SOP).
Ketua Umum (Ketum) LPP Sultra Aksan Setiawan mengatakan bahwa kehadiran PT Wijaya Karya di Kabupaten Konawe menimbulkan beberapa masalah, diantaranya yakni pembelian batu gajah yang terindikasi tidak memiliki dokumen lengkap dan pembelian material pasir di Wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Konawe’eha yang belum memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Dalam orasinya, Aksan juga membeberkan bahwa PT Wijaya Karya tersebut melakukan pengangkutan material batu gajah dari Kecamatan Puriala dengan menggunakan kendaraan 10 roda tanpa mengantongi izin penggunaan jalan dari Dinas Perhubungan (Dishub) Sultra.
“Gerakan ini merupakan bentuk kekecewaan dan protes kami terhadap PT Wijaya Karya, dimana dalam pembangunan perusahaan tersebut seakan mengabaikan keselematan masyarakat, khususnya masyarakat Kecamatan Puriala. Persoalan ini sangat serius, sebab dari aktivitas PT Wijaya Karya ruas jalan poros Motaha – Lambuya rusak parah akibat kelebihan muatan (overload),” ucap Aksan.
PT Wijaya Karya juga diduga tidak memperhatikan kaidah-kaidah pertambangan dalam pembelian material, sehingga perusahaan tersebut dinilai menadah barang hasil jarahan.
Ditempat sama, Koordinator Lapangan (Korlap) Harianto juga mengatakan bahwa gerakan aksi hari ini merupakan aksi lanjutan dari aksi sebelumnya yakni berupa aksi pemboikotan jalan di Kecamatan Puriala beberapa waktu lalu.
Aksi dilakukan akibat tidak adanya itikad baik dari perusahaan untuk melakukan perbaikan jalan serta menganti armada mereka dari 10 roda menjadi truck 3/4 atau 6 roda (dump truck).
“Kehadiran perusahaan itu sangat menimbulkan dampak negatif, jalan yang dulunya baik baik saja akhirnya rusak parah seperti rak telur akibat aktivitas mereka ditambah jam operasi yang tidak sesuai, sehingga berpotensi membahayakan masyarakat serta pengguna jalan yang melintas,” ungkap Habrianto.
Sementara itu, Perwakilan Humas PT Wijaya Karya (Persero) Tbk Hendro menyampaikan apresiasi yang sangat besar terhadap LPP Sultra karena telah memberikan informasi terkait trouble atau permasalahan yang terjadi pada anak perusahaan mereka yang berada di Sultra.
Hendro juga menyampaikan jika beberapa permasalahan yang ada di Sultra berkaitan dengan PT Wijaya Karya tidak pernah ada laporan dari pihak management yang berada di Sultra kepada pimpinan pusat, khususnya terkait pembangunan bendungan Ameroro.
“Kami sangat mengapresiasi gerakan adik-adik dalam mengontrol pembangunan yang berada di Sultra. Namun pada prinsipnya kami sangat bersyukur dengan informasi yang disampaikan kepada kami. Laporan ini juga akan segera kami beri atensi dan tindaklanjuti. Dalam hal ini kami akan berkoordinasi dengan pihak pihak terkait, diantaranya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR),” jelas Hendro, saat menerima perwakilan masa aksi di Kantor PT Wijaya Karya. (santi)