Palembang, Sriwijaya Media – Sejak 10 tahun terakhir, kondisi sekolah swasta sangat memprihatinkan. Pasalnya, sejak sekolah negeri menerima siswa baru dengan jumlah dua kali lipat melebihi kapasitas ruang kelas, mengakibatkan kuantitas siswa yang masuk ke sekolah swasta makin berkurang. Bahkan ada beberapa sekolah swasta yang tutup.
Ketua Yayasan Islamiyah Palembang Azhari mengatakan, Yayasan Islamiyah Palembang menaungi SMP Persatuan Tarbiyah Islamiyah, SMA Etika, dan SMK Etika.
Sejak 10 tahun terakhir, jumlah siswa yang masuk ke sekolah swasta terus berkurang. Tepatnya sejak adanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS), maka sekolah negeri jor-joran menerima siswa baru.
“Jika dibandingkan 10 tahun lalu, kami bisa menerima 9 kelas untuk siswa SMP, 4 kelas untuk siswa SMA dan 4 kelas untuk siswa SMK. Tapi sekarang, saat PPDB kami hanya menerima siswa SMP satu kelas, siswa SMA satu kelas dan siswa SMK hanya satu kelas. Rasanya sedih kalau melihat kondisi kita sekarang, ” ujar Azhari, saat diwawancarai diruang kerjanya, Selasa (8/2/2022).
Azhari menuturkan, sejak ada bantuan dana BOS, sekolah negeri menerima siswa dalam jumlah banyak. Bahkan dua kali lipat dari jumlah ruangan yang ada. Sehingga sekolah negeri menerapkan sistem pembelajaran double shift.
“Seharusnya pemberian bantuan dana BOS dan program sekolah gratis itu berkeadilan. Sekolah yang kecil bantuannya agak besar. Sedangkan sekolah yang sudah besar bantuannya jangan terlalu besar. Karena kami jumlah siswanya sedikit, dan menerima dana BOS dan PSG juga sangat sedikit sehingga berdampak terhadap operasional sekolah. Seperti gaji guru terlambat dibayar, bahkan bisa sampai dua hingga tiga bulan. Karena pengeluaran kita tidak hanya untuk gaji, tapi juga listrik, dan lainnya,” bebernya.
Azhari mengungkapkan, dulu jumlah guru di SMP Persatuan Tarbiyah Islamiyah sekarang hanya 20 orang, guru SMA hanya 32 orang dan guru SMK hanya 25 orang.
“Kami sudah menyampaikan keluhan kami ke Dinas Pendidikan (Disdik) Palembang dan Disdikbud Sumsel agar saat PPDB sekolah negeri membatasi jumlah siswa yang diterima, agar kami swasta juga kebagian siswa. Tapi mereka hanya menyarankan agar kita berbenah. Bagaimana kita mau berbenah kalau dana yang kita terima sedikit,” paparnya.
Bahkan dana PSG tahun lalu, enam bulan belum dibayar. Sepertinya sekolah swasta kurang diperhatikan Dikdik.
Dia menuturkan, untuk biaya pendaftaran SMA disini hanya Rp150.000, SPP Rp150.000, dengan fasilitas tidak kalah dengan sekolah negeri.
“Kita ada laboratorium komputer, ada perpustakaan dan gedung kita tiga lantai. Tapi kondisi kita sekarang benar-benar sulit untuk pendanaan, ” ucapnya.
Sebagai Wakil Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta, sambung Azhari, pihaknya juga sudah menyampaikan keluhannya. Karena sudah banyak sekolah swasta yang terpaksa tutup karena tidak kebagian siswa.
“Tapi keluhan kita sepertinya kurang didengar. Karena sekolah negeri tetap jor-joran menerima siswa baru saat PPDB. Sekolah negeri tetap menerima siswa baru dua kali lipat dari jumlah kelas, sehingga sekolah negeri menerapkan double shift,” jelasnya.
(Ocha)