Hadir di 40th Dies Natalis Permahi Sumsel, Hal Ini Disampaikan Dr Firman Freaddy

IMG_20220308_152225

Palembang, Sriwijaya Media – Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda (STIHPADA) Palembang Dr H Firman Freaddy Busroh, SH.,M.Hum.,CTL., menjadi pemateri dalam diskusi dalam rangka 40th Dies Natalis Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Sumsel, di Gunz Cafe Palembang, Senin (7/3/2022) malam.

Diskusi tersebut mengambil tema “Reforma agraria jaminan perlindungan hak atas tanah bagi Indonesia, khususnya di Sumsel”.

Bacaan Lainnya

“Dalam penyelesaian sengketa konflik pertanahan, kita mengedepankan metode restorative justice. Kita harus duduk bersama dengan pemerintah, aparat penegak hukum, maupun masyarakat mencari solusi terhadap persoalan, yang terjadi. Dalam restorative justice, kita tidak mengedepankan siapa salah atau kambing hitam, tapi mencari titik temunya,” ujar Dr H Firman Freaddy Busroh.

Menurut dia, selama ini publik beranggapan bahwa penyelesaian konflik lahan win you solution. Padahal ada metode win win solution.

Dia mengaku jika penyelesaian mengutamakan ego, maka hal itu tidak akan pernah terjadi.

“Menjadi tugas kita bersama ialah mengawal bagaimana reforma agraria sehingga memberikan perlindungan hak kepada masyarakat, dan ini tugas besar bagi kita semua. Kita mencari penyelesaian terbaik terhadap suatu sengketa,” terangnya.

Mengutip teori Loars n Pritmen bahwa didalam faktor-faktor penegakkan hukum itu ada tiga hal. Pertama adalah legal subtance, dimana ini mengacu pada peraturan Undang-Undang, TAP MPR No 9/2001, Kitab Undang-Undang No 17/2007, dan terakhir adalah Peraturan Presiden No 86/2018.

Dia melanjutkan tugas besar yang harus dilakukan ialah memberikan pemahaman terhadap legal subculture atau orang yang menjadi pelaksananya.

Dia menambahkan bahwa persoalan hukum terkait lahan di Indonesia ini begitu kompleks.

Untuk itulah, dalam mencari penyelesaian persoalan tidak bisa menyalahkan siapapun karena hal itu akan berdampak pada tidak selesainya persoalan lahan.

Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Penataan dan Pemberdayaan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Agraria Tata Ruang (ATR) Sumsel Mahaasusiawanto, SH., MM., menambahkan berdasar analisis kasus yang kerap ditemui, hal yang diakui atas kepemilikan lahan ialah sertifikat sebagai bukti kepemilikan hak.(ton)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *