Opini : Tepatkah Keputusan Kemensos Mencabut Izin ACT?

Mgs M Badaruddin dari Kantor Hukum Balakosa Law Firm/sriwijayamedia.com-jay

Oleh :

Mgs M Badaruddin dari Kantor Hukum Balakosa Law Firm

Bacaan Lainnya

Beberapa waktu ini salah satu lembaga sosial terbesar di Indonesia yaitu Aksi Cepat Tanggap (ACT) tengah menjadi pembicaraan masyarakat Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari Pemberitaan dari Majalah Tempo Edisi 2 Juli 2022 yang berjudul “Kantong Bocor Dana Umat”.

Pada pemberitaan tersebut disampaikan bahwa ada dugaan penyelewengan dana donatur oleh para pimpinan ACT dan juga permasalahan lainnya yang dihadapi ACT saat ini yang tentunya berkaitan dengan penyaluran dana yang dikumpulkan oleh ACT dari para donatur.

Dari pemberitaan tersebut terdapat 3 temuan majalah Tempo terkait dengan penyelewengan dana donatur oleh ACT yaitu : gaji petinggi terlalu fantastis dan fasilitas mobil mewah bagi para petinggi ; pemotongan dana donatur untuk organisasi lembaga yang terlalu besar ; serta dugaan aliran dana ke jaringan terorist.

Sebelum membahas 3 temuan diatas, mari kita ketahui dahulu sejarah singkat dari ACT. Dikutip dari laman resmi ACT yaitu www.act.id, ACT secara resmi diluncurkan pada 21 April 2005 secara hukum sebagai yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan.

Untuk memperluas karya, ACT mengembangkan aktivitasnya, mulai dari kegiatan tanggap darurat, kemudian mengembangkan kegiatannya ke program pemulihan pascabencana, pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, serta program berbasis spiritual seperti qurban, zakat dan wakaf.

Kegiatan ACT sendiri sudah menjangkau ke 30 provinsi di Indonesia dan total 74 negara di Asia, Afrika, maupun Eropa.

Adapun jumlah donatur dari ACT sebanyak 467.056, relawan 357.477, dan penerima manfaat sebanyak 46.979.646.

Secara legalitas, ACT merupakan lembaga yang berbentuk Yayasan berdasarkan Akta Pendirian Nomor 2 (dua) tertanggal 21 April 2005 sebagaimana telah mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia dengan Surat Keputusan Nomor C-1714.HT.01.02.TH 2005 tanggal 1 November 2005 dan ACT juga telah memiliki izin PUB (Pengumpulan Uang dan Barang) dari Kementerian Sosial (Kemensos) melalui Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 239/HUK-UND/2020 untuk kategori umum dan nomor 241/HUK-UND/2020 untuk kategori Bencana.

Jadi sebenarnya ACT dapat dikatakan sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), bukan lembaga zakat sebagaimana yang dikatakan oleh Presiden ACT Ibnu Khajar meskipun ACT sendiri menyalurkan zakat para donatur.

Dikutip dari www.tempo.co tanggal 6 Juli 2022, ACT merupakan salah satu lembaga filantropi terbesar di Indonesia. Pada 2018 hingga 2020 lalu, lembaga ini disebut mengumpulkan dana masyarakat sebesar Rp500 miliar.

Sebagai pembanding, lembaga lain seperti Dompet Dhuafa dan Rumah Zakat mengumpulkan dana sebesar Rp 375 miliar dan Rp224 miliar. Dana ratusan miliar tersebut digunakan untuk berbagai program. Mulai dari membantu korban bencana alam hingga pembangunan sekolah, atau pun tempat ibadah. Akan tetapi pengelolaan dana ratusan miliar tersebut juga diduga bermasalah.

Dugaan penyelewengan dana tersebut antara lain :

1. Gaji dan fasilitas para petinggi terlalu fantastis. Majalah Tempo menyebutkan bahwa Presiden ACT sebelumnya Ahyudin sempat menerima gaji jumbo hingga Rp 250 juta per bulan. Selain itu, pejabat senior Vice President juga disebut menerima Rp 200 juta, vice president dibayar Rp 80 juta, dan direktur eksekutif mendapat Rp 50 juta. Para petinggi yayasan ini juga menerima fasilitas kendaraan dinas menengah ke atas seperti Toyota Alphard, Honda CR-V, dan Mitsubishi Pajero Sport.

Hal ini tidak dibantah oleh pihak ACT, dalam konfrensi pers di kantor ACT pada tanggal 5 Juli 2022, Presiden ACT Ibnu Khajar membenarkan hal tersebut. Ibnu Khajar mengatakan bahwa hal tersebut dilakukan pada awal Januari 2021 dan untuk pimpinan tidak mengenal kata gaji melainkan biaya operasional.

Biaya operasional ini tidak tetap tergantung dengan jumlah donasi yang masuk. Ibnu Khajar menambahkan saat ini semenjak dirinya menjadi Presiden ACT, dilakukan penurunan gaji sebesar 50-70 persen dan gaji pimpinan tidak ada yang lebih dari 100juta.

2. Pemotongan dana donatur untuk organisasi lembaga yang terlalu besar. Ibnu Khajar mengatakan bahwa mereka memotong dana donasi untuk operasional lembaga sebesar 13% hal itu meliputi kegiatan operasional serta gaji para karyawan dan pimpinan. Dia juga mengatakan ACT bukan merupakan lembaga zakat dan dana yang dikelola adalah donasi umum, CSR, dan sedekah umum atau infak.

Dia juga menambahkan dalam konteks lembaga zakat, secara syariat diperbolehkan diambil 1/8 atau 12,5% secara umum tidak ada patokan khusus sebenarnya yang boleh diambil oleh lembaga dan 12,5% ini yang dijadikan patokan.

3. Dugaan aliran dana ke jaringan terorist. Dikutip dari www.tempo.co tanggal 6 Juli 2022 Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyatakan pihaknya mengendus aliran dana ACT untuk kepentingan pribadi petingginya. Tak hanya itu, Ivan bahkan menyatakan ada dugaan aliran dana untuk kelompok teroris. Ivan menyatakan PPATK telah menyerahkan hasil analisa transaksi keuangan lembaga filantropi itu ke Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dan Datasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror.

Presiden ACT membantah hal tersebut, dia mengatakan bahwa benar ACT menyalurkan bantuan ke daerah konflik seperti suriah, namun dalam menyalurkan bantuan tersebut ACT tidak diperkenankan menanyakan siapakah penerima bantuan tersebut apakah syiah atau ISIS.

Atas dugaan penyelewengan dana tersebut, Kemensos langsung bereaksi dengan mencabut izin Penyelenggaraan PUB.

Dikutip dari www.cnbcindonesia.com tanggal 6 Juli 2022, Kemensos mencabut izin Penyelenggaraan PUB yang telah diberikan kepada Yayasan ACT Tahun 2022. Pencabutan itu terkait dugaan pelanggaran peraturan pihak yayasan.

Pencabutan izin ACT dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendy.

Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendy mengatakan alasan mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut. Terkait keputusan dari KEMENSOS yang langsung mencabut izin ACT, menimbulkan pertanyaan di masyarakat yaitu tepatkah langkah KEMENSOS yang langsung mencabut izin ACT?

Secara normatif ACT telah melakukan beberapa pelanggaran hukum yaitu :

1. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

Presiden ACT Ibnu Khajar dalam konfrensi persnya membenarkan bahwa Pimpinan ACT sempat menerima gaji atau uang operasional sebesar Rp250 juta dan semenjak dirinya menjadi Presiden ACT, dilakukan penurunan gaji sebesar 50-70 persen dan gaji pimpinan tidak ada yang lebih dari Rp100 juta.

Hal tersebut membuat ACT telah melanggar Pasal 5 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang menyatakan sebagai berikut :

“Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas”

2. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.

Dalam kesempatan yang sama, Presiden ACT mengatakan bahwa ACT bukan merupakan lembaga zakat dan hal itu dikuatkan dengan akta pendirian ACT yang berbentuk Yayasan dari Kemenkumham dan izin PUB dari Kemensos yang dapat kita lihat di situs resmi ACT yaitu www.act.id .

Perkataannya tersebut yang dijadikan alasan kenapa ACT memotong dana donasi untuk operasional sebesar 13%. Alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, justru karena ACT bukan lembaga zakat sehingga ACT tunduk dengan PP No 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.

Pada Pasal 6 PP tersebut menyatakan : “Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10% (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan”

ACT secara sadar telah melakukan pemotongan dana donasi untuk biaya operasional sebesar 13% maka ACT telah melanggar PP No 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.

Akibat pelanggaran hukum yang dilakukan oleh ACT tersebut, Kemensos selaku Kementerian yang mengeluarkan izin ACT untuk mengumpulkan donasi, segera mengambil keputusan dengan mencabut izin ACT.

Sesuai Pasal 27 Nomor 8 Tahun 2001 tentang Penyelengaraan PUB Kemensos memiliki wewenang untuk memberikan sanksi administrasi kepada lembaga yang melanggar yaitu :

1. Terguran Tertulis

2. Penangguhan Izin

3. Pencabutan Izin.

Beberapa pihak mengatakan bahwa Kemensos terlalu arogan dengan langsung melakukan pencabutan izin terhadap ACT. Beberapa pihak tersebut berpendapat bahwa seharusnya sanksi yang diberikan kepada ACT diberikan secara bertahap. Namun perlu diketahui bahwa sistem hukum di Indonesia merupakan sistem hukum alternatif yang artinya pengambil keputusan dapat memilih sanksi yang diberikan kepada pelanggar. Sehingga dapat dikatakan Menteri Sosial dapat memilih salah satu sanksi yang terdapat dalam pasal tersebut tanpa harus memberikannya secara bertahap.

Dari sisi Tata Usaha Negara (TUN), ada 3 hal yang menjadi ruang lingkup TUN yaitu Kewenangan Prosedur, dan Aturan Hukum. Secara kewenangan, Menteri Sosial memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi kepada ACT, secara Prosedur Menteri Sosial telah melakukan secara prosedur terkait sanksi yang diberikan, secara hukum Menteri Sosial telah melakukan memberikan sanksi kepada ACT sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Dari pemaparan ini dapat disimpulkan bahwa keputusan Kemensos mencabut izin ACT sudah tepat, karena ACT secara sadar telah melakukan pelanggaran aturan hukum dan Kemensos memiliki kewenagan untuk memberikan sanksi tersebut.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *