Bandot Dendi : Cegah Pembusukan Demokrasi, Masa Jabatan Legislatif Harus Dibatasi

Koordinator Konsorsium Sipil Pemantau Demokrasi (KSP-Demokrasi) Bandot Dendi Malera/sriwijayamedia.com-irawan

Sriwijayamedia.com – Power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely, ujar John Dalberg-Acton alias Lord acton. Kredo ini salah satu hal yang menjadi landasan perlunya pembagian kekuasaan. Baik itu dalam hal kewenangan, maupun waktu. Di konstitusi secara tegas telah ditetapkan pembatasn masa jabatan eksekutif, tetapi bagaimana dengan legislatif?.

Koordinator Konsorsium Sipil Pemantau Demokrasi (KSP-Demokrasi) Bandot Dendi Malera menilai, pasca reformasi sebenarnya telah ada upaya pembatasan usia kekuasaan sebagaimana amanah reformasi.

“Belajar dari kekuasaan Orde Baru di bawah kendali Suharto yang berkuasa 32 tahun, maka pembatasan kekuasaan menjadi salah satu isu yang urgent,” kata Bandot, Selasa (16/5/2023).

Sayangnya, meskipun untuk eksekutif telah secara tegas dibatasi hanya boleh dijabat dua periode, untuk legislatif belum secara tegas dilakukan pembatasan.

Saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan 575 calon anggota DPR RI 2019-2024 terpilih. Dari jumlah tersebut, mayoritas “wajah lama”.

Dari 575 anggota DPR RI terpilih, sebanyak 286 orang atau 49,74 persen merupakan non-petahana. Sebanyak 298 orang atau 50,26 persen merupakan petahana.

“Bahkan, tercatat ada yang telah menjadi anggota lebih dari 20 tahun atau 4 periode,” tuturnya.

Tiadanya pembatasan masa jabatan ini berdampak pada potensi terbentuknya rezim di dalam parlemen. Hal ini berdampak pada kinerja DPR, salah satu parameter paling sederhana adalah absensi atau kehadiran. 

Dia mengilustrasikan saat DPR menggelar rapat paripurna pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-undang (UU) Selasa (6/12/2022) hampir separuh atau sebanyak 285 anggota dewan absen dalam rapat tersebut.

Selain itu, kualitas legislasi pun cenderung terdegradasi. Bisa dilihat dari sejumlah gugatan Judcial Review yang dimenangkan oleh pemohon.

Hal lain yang juga dapat menjadiu parameter adalah maraknya korupsi oleh anggota legislatif, baik di DPR-RI maupun di DPRD.

Berdasarkan data dari KPK, ada 103 anggota DPR dan DPRD yang tertangkap. Jumlah itu bahkan hampir tiga kali lipat lebih banyak dari kepala daerah yang “hanya” 30 orang saja yang tertangkap KPK sepanjang 2018.

“Hal ini merupakan parameter perlunya pembatasan masa jabatan anggota legislatif, baik pusat maupun daerah,” terangnya.

Sebenarnya secara tersirat amanah pembatasan ini dititpkan ke partai politik peserta pemilu. Karena partailah yang diberi keleluasaan untuk menetukan calon anggota legislatif.

“Dalam sistem Pemilu kita yang diatur konstitusi, peserta Pemilu ada partai politik, sehingga tidak ada alasan HAM dalam pembatasan masa jabatan ini,” imbuhnya.

Dia menyebut, dengan adanya pembatasan ini tentunya akan lebih menjamin berjalannya sirkulasi demokrasi. Hal ini mutlak diperlukan untuk mencegah anggota legislatif yang menjadi jumud dan stagnan akibat terlalu lama menjabat.

Soal lain, kejenuhan ini rawan terinfeksi oleh kepentingan oligarkhi. Sirkulasi demokrasi yang ideal akan menjamin adanya kaderisasi dan jenjang karier yang relevan di tubuh partai politik.

Pembatasan ini bukannya tidak sudah pernah disoal. Sejumlah polemik terkait pembatasan masa jabatan DPR menjadi wacana di publik.

Bahkan sudah pernah digugat Masa jabatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tidak adanya limitasi yang tegas yang diatur di dalam Undang-Undang No 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), menyebabkan anggota DPR dapat terpilih berulang kali. Penggugat adalah seorang advokat bernama Ignatius Supriyadi.

Di dalam permohonan perkara teregistrasi Nomor 1/PUU-XVIII/2020, ia menggugat empat pasal yang ada di dalam UU tersebut, yaitu Pasal 76 ayat (4), Pasal 252 ayat (5), Pasal 318 ayat (4), dan Pasal 367 ayat (4).

Selain masa jabatan anggota DPR, Ignatius juga menggungat masa jabatan anggota DPD, serta DPRD provinsi dan kabupaten/kota.

Namun, gugatan ini kemudian ditarik oleh penggugat.

“Masih dalam suasana reformasi di bulan Mei ini, kembali kami mengingatkan urgensi untuk menjaga dan menjaga dan mejalankan demokrasi yang sehat. Maka salah satu hal yang masih menjadi pekerjaan rumah ada membatasi masa jabatan anggota legislatif untuk menjaga sirkulasi demokrasi dan mencegah infeksi oligarki terhadap lembaga perwakilan rakyat,” jelasnya.(Irawan)

Jakarta, 16 Mei 2023

Bandot Dendi Malera
*Koordinator Konsorsium Sipil Pemantau Demokrasi (KSP-Demokrasi)*

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *