Opini : Kalau Cinta Rakyat Pertahankan Subsidi BBM, Cabut Subsidi Oligarki Obligor BL

Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto/sriwijayamedia.com-irawan

Sriwijayamedia.com – Pembukaan UUD 1945 alinea ke 2 berbunyi, “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.

Kalimat agung inilah yang menjadi penyemangat kita sebagai rakyat yang merdeka dalam berbangsa maupun bernegara, tidak melihat status sosialnya mau itu kaya, menengah maupun miskin dan memiliki maksud yang jelas dalam bernegara yang merdeka dengan bersatu serta berdaulat dengan tujuan adil dan makmur.

Bacaan Lainnya

Menurut catatan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 275,36 juta jiwa pada Juni 2022.

Artinya dengan jumlah penduduk yang semakin besar tentunya tidak menghilangkan kewajiban pemerintah sesuai alinea ke-2 Pembukaan UUD 1945.

Tahun ini pemerintah mempersoalkan soal subsidi BBM 2022 yang berdasarkan perencanaan pemerintah di awal subsidi BBM sebesar Rp170 triliun, namun dalam perhitungan versi pemerinta mengalami pembengkakan anggaran subsidi energi menjadi Rp502 triliun dari APBN 2022.

Tapi pendapat wakil rakyat Kamrussamad dari Komisi XI memberikan catatan bahwa dari angka Rp 502 triliun yang dialokasikan sebagai subsidi energi sebesar Rp 208 triliun. Dari pagu subsidi BBM Rp 208 triliun di 2022, belum semuanya terpakai.

Ketika subsidi BBM akan dicabut dan mengambil kebijakan untuk menaikkan menjadi harga normal, perlu diingat oleh rakyat bahwa ada juga yang menikmati pembayaran subsidi bunga obligasi rekap eks Bantuan Langsung Bank Indonesia (BLBI) yang harus diberhentikan karena berpotensi membuat anggaran untuk rakyat menjadi terbatas.

Pembayaran obligasi rekap eks BLBI sudah dibayarkan selama 23 tahun sejak 1999 sekitar Rp50-60 triliun per tahun, yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Bahkan konglomerat-konglomerat yang selama ini mengangkangi negara dengan menikmati bunga rekap hingga Rp 50-an triliun per tahun yang diambil dari APBN mendapat fasilitas khusus yang tidak sesuai prinsip Pancasila sila ke 5, “keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia”.

Jika pemerintah cinta rakyat, lebih baik pertahankan subsidi BBM untuk rakyat dari pada mensubsidi Oligarki Obligor BLBI.(Irawan)

Oleh

Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *