Sriwijayamedia.com – Anggota DPD RI daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur (Jatim) AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengaku kecewa atas sikap PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo yang dinilai terus menunda penyelesaian amandemen konsesi Terminal Multipurpose, Teluk Lamong, Surabaya.
LaNyalla menegaskan, pihaknya bersama pemerintah daerah dan stakeholder pelabuhan telah berulang kali memfasilitasi proses percepatan tersebut, namun hingga kini belum ada hasil konkret.
“Kami merasa dibohongi. Setiap kali pertemuan, selalu ada janji baru, tapi kemudian tidak ada progres di lapangan,” tegasnya, di hadapan para pejabat kementerian dan perwakilan Pelindo dalam rapat koordinasi (rakor) yang digelar di kantor DPD RI Jatim, Surabaya, Senin (20/10/2025).
LaNyalla menilai, lambatnya proses pembangunan dan penyelesaian konsesi Terminal Teluk Lamong berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi Jatim.
Padahal, kawasan pelabuhan tersebut diharapkan menjadi simpul utama logistik nasional yang mampu mengurai kepadatan di Pelabuhan Tanjung Perak serta membuka akses industri baru di kawasan Gresik dan sekitarnya.
“DPD RI menerima banyak aspirasi dari Pemerintah Provinsi Jatim dan pelaku usaha pelabuhan. Mereka berharap Teluk Lamong bisa segera berkembang sesuai rencana. Tapi faktanya, Pelindo justru lambat dalam menindaklanjuti kesepakatan yang sudah dibuat sejak lama,” terang LaNyalla.
Ketua DPD RI ke-5 itu kemudian memaparkan kronologi panjang tarik-ulur konsesi lahan pelabuhan.
Sejak tahun 2021, DPD RI telah memfasilitasi berbagai pertemuan antara Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN, Kementerian Investasi, dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk menyelesaikan perbedaan pandangan terkait pembagian lahan dan Izin Pemanfaatan Ruang (IPR).
“Pada 17 September 2021, semua pihak sudah sepakat untuk menyelaraskan dan menyelesaikan kendala perjanjian konsesi antara Kementerian Perhubungan dan Pelindo. Pemprov Jawa Timur juga telah menerbitkan revisi IPR sebagai dasar hukum baru,” jelasnya.
Dalam kesepakatan tersebut, total lahan 386 hektare dibagi menjadi beberapa bagian: 140 hektare untuk Pelindo dan sisanya untuk PT BMJ, PT TBM, dan PT ANS.
Pembagian itu dilakukan agar pengelolaan kawasan pelabuhan lebih efisien dan memberi ruang bagi mitra strategis untuk berinvestasi.
Namun, dua tahun berselang, Pelindo disebut belum juga menindaklanjuti kesepakatan tersebut dalam bentuk amandemen perjanjian konsesi.
“Sudah ada surat dari Dirjen Perhubungan Laut sejak Juli 2022, tapi hingga sekarang Pelindo belum menyelesaikan kajian amandemen yang diminta,” tandasnya.
Dalam rapat tersebut, LaNyalla juga menunjukkan sejumlah surat resmi dari Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan dan Kepala Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Perak yang mempertegas perintah percepatan amandemen.
Bahkan, surat tertanggal 16 Agustus 2023 dari KOP Pelabuhan Utama Tanjung Perak secara eksplisit meminta Pelindo segera menyusun kajian kelayakan konsesi untuk dinilai oleh BPKP.
Dalam forum yang sama, Direktur Eksekutif 3 PT Pelindo (Persero) Daru Wicaksono Julianto, menyampaikan bahwa pihaknya berjanji menyelesaikan review kajian amandemen maksimal enam bulan ke depan.
Daru mengaku proses ini memerlukan koordinasi intensif dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat dan pemegang saham.
“Pelindo mendukung penuh pembangunan Pelabuhan Teluk Lamong. Saat ini kami sedang melakukan review terhadap tiga dokumen yang diberikan Kepala Otoritas Pelabuhan,” imbuh Daru.
Dari sisi pemerintah pusat, Dirjen Perhubungan Laut Muhammad Masyhud memastikan bahwa kementeriannya mendukung penuh evaluasi perjanjian konsesi.
Ia menyebut, Menteri Perhubungan telah memberi arahan agar nilai konsesi dan bagi hasil pelabuhan ditingkatkan, sekaligus memperkuat tata kelola keuangan negara.
Kepala Dinas Perhubungan Jatim Nyono, juga menegaskan bahwa Gubernur Khofifah Indar Parawansa telah mengirimkan surat resmi ke Kementerian BUMN untuk mempercepat amandemen.
“Kami sudah sesuaikan IPR sesuai kesepakatan, tinggal menunggu tindak lanjut Pelindo,” ungkapnya. (Adjie)









