Sriwijayamedia.com – Anggota Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) Evi Apita Maya, melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), dalam rangka pengawasan terkait penyaluran dana Rp200 triliun ke Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA) yang ada di Provinsi NTB, Jum’at (17/10/2025).
Kegiatan kunker yang diterima langsung oleh Gubernur Provinsi NTB Lalu Muhammad Iqbal, beserta jajarannya ini dimaksudkan untuk menindaklanjuti hasil rapat terkait pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang (UU) No 10/1998 tentang Perbankan (Difokuskan pada perbankan HIMBARA yang menerima kucuran dana Rp200 triliun dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI, di Kantor PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Persero, Tbk., Mataram, Bank Mandiri Area Mataram, PT Bank Negara Indonesia (BNI), Persero, Tbk., Mataram, PT Bank Tabungan Negara (BTN), Persero, Tbk., Mataram dan Kantor Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Pembantu Bertais Mandalika dari tanggal 13 sampai 15 Oktober 2025 dan pengawasan atas pelaksanaan UU No 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) di Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Provinsi NTB pada 16 Oktober 2025.
Dalam kunjungan ini juga dihadiri oleh Ratih Hapsari Kusumawardani, selaku Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTB.
Dalam kesempatan tersebut, Evi Apita Maya menyoroti praktik penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Provinsi NTB yang dinilai masih memberlakukan syarat agunan, padahal kebijakan terbaru dari pemerintah telah meniadakan kewajiban tersebut untuk pinjaman di bawah Rp100 juta.
”Kalau saya tadi menyampaikan bagaimana kami di DPD RI Komite IV turun ke 38 Provinsi dalam hal pengawasan pengucuran dana Rp200 triliun dari Kementerian Keuangan RI. Masing-masing bank sudah menerima dan ada yang hampir 100 persen penyerapannya, ada yang baru 50 persen, bahkan ada yang belum,” ujarnya.
Dia merinci bahwa dari dana Rp200 triliun itu telah disalurkan. Bank Mandiri, BRI, dan BNI masing-masing Rp55 triliun, BTN Rp25 triliun dan BSI Rp10 triliun. Untuk BNI, realisasinya sudah 50 persen lebih.
“Kita ingin dana ini benar-benar bisa diakses luas oleh UMKM,” ungkapnya.
Evi mengharapkan, dana tersebut mampu menggerakkan perekonomian masyarakat NTB. Bahkan pihaknya sudah berdiskusi dengan dinas teknis Pemprov NTB dan memanggil manajemen Bank HIMBARA di NTB dengan adanya sejumlah persoalan dilapangan yang masih ditemukan dalam penyaluran KUR, terutama terkait permintaan agunan oleh pihak bank.
Evi juga mengatakan bahwa sesungguhnya untuk masalah pinjaman melalui KUR dengan nilai pinjaman dari satu juta sampai 100 juta itu tidak perlu agunan, karena hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Koordinator Bidang Perekonomian RI No 1/2023 tentang Perubahan Atas Permen Koordinator Bidang Perekonomian RI No 1/2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.
Ia juga telah menyampaikan kepada seluruh pimpinan HIMBARA yang ada di NTB supaya dapat bekerja sama dan mentaati aturan yang ada dan meminta masyarakat yang masih mengalami penahanan agunan supaya segera melaporkan kepada pihaknya.
“Dalam beberapa hari ini, saya dan tim terus turun ke masyarakat untuk menyampaikan apabila ada masyarakat yang masih agunannya disimpan oleh bank untuk pinjaman KUR, tolong minta kembali,” paparnya.
Evi menegaskan kembali bahwa praktik permintaan agunan dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi bank pelaksana, hingga dijatuhkan sanksi finalti.
Hal tersebut juga yang menjadi salah satu penyebab rendahnya penyerapan dana KUR di masyarakat, banyak pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) yang takut meminjam karena dimintai jaminan.
”Ada UMKM yang sudah berjualan di Zamzam Tower mau beli oven seharga seratus juta, tapi karena dimintai agunan, akhirnya batal, padahal program KUR bisa diakses tanpa agunan, asalkan UMKM tersebut telah berjalan minimal enam bulan dan memiliki surat keterangan usaha dari kelurahan, serta menyertakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK)” jelasnya. (Adjie)









