Karnaval Kemerdekaan Cermin Pembangunan di Desa Bukit Batu OKI

Masyarakat Desa Bukit Batu, Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten OKI tumplek blek ikut andil dan menyaksikan secara langsung karnaval kemerdekaan, dalam rangka Peringatan HUT ke 80 Kemerdekaan RI, Minggu (17/8/2025)/sriwijayamedia.com-ist

Sriwijayamedia.com- Masyarakat Desa Bukit Batu, Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten OKI tumplek blek ikut andil dan menyaksikan secara langsung karnaval kemerdekaan, dalam rangka Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke 80 Kemerdekaan RI, Minggu (17/8/2025).

Ajang unjuk diri dalam karnaval kemerdekaan dilakukan keesokan harinya pasca upacara penurunan sang saka merah putih.

Bacaan Lainnya

Menurut Kepala Desa (Kades) Bukit Batu Rumidah, kemeriahan karnaval menjadi cermin dari pembangunan yang sedang berlangsung di desanya.

Beragam tantangan, dilalui dengan optimisme, tetap berpijak pada semangat gotong royong dan harapan akan masa depan lebih baik.

“Kalau warga bisa bersatu untuk merayakan kemerdekaan, maka mereka juga bisa bersatu membangun desa. Karnaval ini bukti bahwa semangat optimisme masih tumbuh. Itu modal terpenting kami,” ujar Rumidah, Senin (18/8/2025).

Rumidah melanjutkan sebelum karnaval berlangsung beragam lomba yang digelar sehari sebelumnya yakni lomba gaplek, karaoke, pertandingan bulu tangkis serta catur.

Sedangkan kegiatan bagi anak-anak seperti lomba balap karung, makan kerupuk, lomba jarum dalam botol, serta lainnya.

“Serangkaian kegiatan dan beragam lomba melibatkan seluruh warga di berbagai usia hingga gelaran karnaval yang semakin menyemarakkan hari kemerdekaan,” akunya.

Pantauan dilapangan, aksi para peserta karnaval berlangsung seru. Dengan pakaian adat berwarna-warni, kostum kreatif, hingga sepeda hias penuh ornamen, karnaval di Desa Bukit Batu bukan lagi hanya sekadar hiburan, namun lebih pada sebuah pesta kolektif, sekaligus ruang ekspresi bagi warga desa untuk merayakan kebebasan sekaligus meneguhkan semangat membangun.

Barisan demi barisan peserta karnaval berjalan beriringan di bawah terik matahari.

Sejumlah remaja laki-laki tampil gagah mengenakan busana adat Jawa dengan blangkon dan jarik, ada juga yang mengenakan kebaya Palembang lengkap dengan songket emas.

Tak jauh di belakang, sekelompok anak kecil berlari kecil dengan wajah dilukis cat putih hitam, menirukan suku Papua dengan koteka sederhana dari anyaman daun.

Di sela-sela pakaian adat, muncul kejutan: barisan cosplay. Seorang bocah dengan kostum Shaun the Sheep menggamit perhatian. Gelak tawa pecah ketika ia menirukan gaya khas tokoh kartun.

Tak kalah meriah, beragam kostum tokoh kartun turut meriahkan perhelatan tahunan ini.

Di belakang rombongan kostum adat dan cosplay, iring-iringan sepeda hias tak kalah menyita perhatian. Roda-rodanya dibungkus kertas krep merah putih, kerangka dihiasi bunga plastik, sementara bagian depan sepeda dipenuhi kreasi unik.

Pun ada miniatur pesawat kardus, kapal layar kecil, hingga replika rumah adat sederhana.

Anak-anak yang menungganginya tampak sumringah, meski harus menjaga keseimbangan agar hiasan tak jatuh. Setiap sepeda yang lewat disambut riuh tepuk tangan dan sorakan penonton.

Di beberapa sudut jalan, para bapak yang biasanya sibuk di kebun ikut bertepuk tangan bangga menyaksikan karya anak-anak mereka.

“Ini kebanggaan bagi kami. Sepeda yang biasanya dipakai sekolah, sekarang dihias jadi karya seni. Anak-anak bisa berkreasi, sambil tetap belajar arti perjuangan,” tutur Nurdin, salah seorang warga setempat.

Semakin menarik mendapati kehebohan lainnya. Karnaval tentunya bukan hanya milik anak-anak dan remaja. Emak-emak Bukit Batu justru menjadi salah satu motor utama kemeriahan.

Mereka tampil kompak mengenakan kebaya merah putih, sebagian membawa hasil bumi seperti singkong, jagung, dan padi dalam bakul anyaman.

Ada pula kelompok ibu PKK yang menampilkan tarian sederhana di sepanjang jalan, diiringi tabuhan dan sorak-sorai penonton.

Partisipasi para ibu ini tak lepas dari semangat gotong royong yang masih kuat di Bukit Batu. Sepekan sebelum karnaval, para ibu sudah sibuk menyiapkan kostum, menghias sepeda anak, hingga menyiapkan makanan ringan untuk peserta. Semua dilakukan bersama-sama, tanpa mengenal bayaran.

“Kami ingin anak-anak senang, tapi lebih dari itu, karnaval ini membuat kami makin kompak. Kalau sudah terbiasa kerja sama, membangun jalan, posyandu, atau irigasi juga lebih mudah,” ujar Ratna, salah satu kader PKK desa.

Karnaval tahun ini juga menjadi simbol perubahan yang tengah berjalan. Bagi Desa Bukit Batu kemerdekaan tak lagi hanya soal upacara.

Ia hadir lewat jalan yang lebih mulus, jembatan yang kokoh, hingga posyandu yang kini lebih dekat.

Sejak 2022, tiga unit posyandu dibangun di Dusun 1, 2, dan 5 Sungai Baung. Kini ibu-ibu tak lagi harus menempuh perjalanan jauh untuk imunisasi anak. Di bidang infrastruktur, sekitar 65 persen jalan desa sudah diperbaiki melalui penimbunan, dan pengecoran jalan.

Bahkan Tahun 2025, tepatnya setelah perhelatan Hari Kemerdekaan, derap pembangunan jalan terus berlanjut dengan pengecoran jalan sepanjang 4 kilometer. Selain itu, jembatan kayu di Dusun 1 sekarang digantikan jembatan permanen.

“Kalau dulu musim hujan kami susah ke pasar, sekarang lebih mudah. Walau tidak semua jalan bagus, tapi perubahannya terasa,” imbuh Abdul Karim (52), petani sawit.

Perubahan serupa juga tampak pada posyandu permanen yang baru berdiri. Gedung sederhana itu tak hanya dipakai untuk kegiatan kesehatan, tetapi juga menjadi pusat berkumpul warga saat mempersiapkan lomba dan dekorasi karnaval.

Sekolah dasar dan TK PAUD desa pun ikut memberi kontribusi. Para guru muda mendorong muridnya untuk ikut serta, bahkan mengadakan les tambahan agar anak-anak lebih siap tampil percaya diri. Hasilnya terlihat jelas: anak-anak tak hanya berani ikut pawai, tapi juga mampu menjelaskan makna kostum yang mereka kenakan.

Di penghujung hari, karnaval meninggalkan jejak yang lebih dalam dari sekadar tawa dan sorakan.

Kades Rumidah menegaskan bahwa kemerdekaan tidak hanya dirayakan lewat simbol bendera, tapi juga lewat kebersamaan membangun desa juga disebutnya bagian dari memupuk semangat nasionalisme warga,

“Kemerdekaan itu bukan hanya melawan penjajah. Di desa ini, kemerdekaan berarti bisa sekolah, bisa panen, bisa sekolahkan anak. Itu makna sesungguhnya,” jelasnya.(jay)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *