RUU KUHAP Belum Final, Habiburokhman : Masih Bisa Berubah di Paripurna

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman/sriwijayamedia.com-adjie

Sriwijayamedia.com – Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terus berlanjut di Komisi III DPR RI.

Saat ini, proses sudah memasuki tahap Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi (Timus-Timsin), yang melibatkan unsur sekretariat, tenaga ahli DPR, Badan Keahlian DPR, serta Tim Teknis dari Pemerintah.

Bacaan Lainnya

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, menjelaskan bahwa Tim Teknis saat ini tengah menyusun redaksi pasal-pasal berdasarkan hasil pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang telah disepakati sebelumnya.

“Setelah rampung, hasil kerja Timus-Timsin akan dicermati oleh anggota Komisi III untuk kemudian diserahkan kembali ke Panja. Panja akan memutuskan apakah ada tambahan masukan, baik yang bersifat substantif maupun redaksional,” ujar Habiburokhman, dalam keterangan persnya, Rabu (16/7/2025).

Habib melanjutkan, apabila disetujui Panja, pembahasan RUU KUHAP akan dilanjutkan ke pengambilan keputusan tingkat I di Komisi III, sebelum akhirnya dibawa ke pengambilan keputusan tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI.

Habiburokhman menegaskan bahwa secara teknis, substansi yang telah disepakati Komisi III masih dapat berubah di Paripurna, mengingat hak membentuk undang-undang merupakan kewenangan kolektif DPR bersama pemerintah.

Sejauh ini, kata Habib, sejumlah ketentuan reformis telah disepakati Panja, seperti penguatan hak tersangka, penguatan peran advokat, reformasi syarat dan prosedur penahanan, serta dimasukkannya prinsip keadilan restoratif.

Menurut dia, ketentuan-ketentuan tersebut menggantikan norma dalam KUHAP 1981 yang dianggap tidak lagi relevan.

“Pembahasan dilakukan sangat terbuka, bisa disaksikan publik melalui TV Parlemen dan seluruh rekamannya tersedia di kanal YouTube DPR,” jelasnya.

Meski banyak pihak menyambut baik isi RUU KUHAP, Habiburokhman mengakui kritik tetap datang. Beberapa kelompok masyarakat sipil, termasuk Ketua YLBHI M Isnur, menilai partisipasi publik masih sebatas formalitas.

Isnur bahkan menyebut ada ahli yang tidak dilibatkan dalam penyusunan DIM oleh pemerintah.

Menanggapi hal itu, Habiburokhman menyebut bahwa tidak mungkin seluruh aspirasi masyarakat dapat diakomodasi secara utuh.

“Kami menyusun RUU ini berdasarkan masukan masyarakat serta pengalaman kami sebagai advokat publik belasan tahun. Tidak semua aspirasi bisa diserap, bahkan Ketua Komisi III pun tidak semua aspirasinya bisa diakomodasi,” tegasnya.

Dia menambahkan, meskipun proses sudah berada di tahap akhir, peluang batalnya pengesahan RUU KUHAP tetap terbuka.

“Jika kelompok penolak berhasil meyakinkan pimpinan partai politik untuk menolak, maka pengesahan bisa saja batal,” katanya.

Menurut dia, kegagalan pengesahan RUU KUHAP akan berdampak serius karena KUHAP 1981 dianggap tidak lagi mampu menjawab kebutuhan keadilan masa kini.

Habib mengingatkan bahwa kegagalan KUHAP baru pada 2012 membuat pembahasan baru bisa dimulai lagi setelah 12 tahun.

“Jika kali ini gagal lagi, kita mungkin akan menunggu 12 tahun lagi untuk mengganti KUHAP 1981. Dan selama itu, korban-korban dari hukum acara pidana yang usang akan terus berjatuhan,” jelasnya. (Adjie)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *