Sriwijayamedia.com- Partai Buruh dan Koalisi Serikat Buruh (KSP-PB) menyatakan penolakan tegas terhadap usulan Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah, yang mengajukan skema pembiayaan perumahan bagi pekerja melalui mekanisme attachment earning, yakni pemotongan gaji langsung untuk membayar cicilan rumah.
Presiden Partai Buruh sekakigus Presiden KSPI Said Iqbal menegaskan bahwa skema tersebut tidak bisa dipaksakan secara kolektif kepada buruh.
“Kalau mau potong gaji seorang buruh, maka buruhnya harus tanda tangan setuju. Itu sifatnya privat dan individu, tidak bisa dipukul rata secara kolektif,” ujarnya, Jum’at (4/7/2025).
KSP-PB mengingatkan bahwa tidak semua buruh membutuhkan rumah atau berada dalam kondisi finansial yang memungkinkan untuk mengambil cicilan.
“Ada buruh yang sudah memiliki rumah. Tidak semua bisa disamakan. Pemaksaan pemotongan gaji hanya akan menimbulkan masalah baru,” lanjut Said Iqbal.
Menurutnya, usulan tersebut juga tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
“Mau itu dalam bentuk Peraturan Presiden ataupun Surat Keputusan Menteri, tetap tidak bisa langsung memotong gaji buruh tanpa persetujuan tertulis dari buruh itu sendiri,” tegasnya.
Selain aspek legalitas, Iqbal juga mempertanyakan implementasi di tingkat perusahaan.
“Secara praktik, akan menyulitkan perusahaan karena sistem pemotongan gaji per individu tidak efisien. Belum tentu perusahaan mau melakukannya. Ini bukan urusan kolektif seperti BPJS atau iuran serikat pekerja,” katanya.
Said Iqbal juga mengingatkan bahwa dalam PP No 36/2021 tentang Pengupahan, Pasal 65 menyebutkan bahwa pemotongan gaji tidak boleh lebih dari 50% dari upah.
Namun dalam praktiknya, bila total potongan melebihi 30%, perbankan sendiri biasanya enggan memberikan kredit karena berisiko tinggi terjadi gagal bayar.
“Kalau potongan cicilan rumah dipaksakan lebih dari 30%, buruh bisa makin tercekik secara ekonomi. Beban utang akan membuat mereka menderita, bahkan jatuh dalam kemiskinan struktural,” imbuh Iqbal.
Ia juga menyebut bahwa hingga saat ini belum pernah ada skema potong gaji seperti ini yang diterapkan secara resmi dan kolektif di perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan buruh industri.
“Kalau buruh dan perusahaan sepakat secara individual, tidak ada masalah. Tapi kalau skema ini dipaksakan secara nasional dan tanpa persetujuan pribadi, KSPI akan menolak keras,” paparnya.
KSPI meminta pemerintah untuk tidak terburu-buru mengeluarkan kebijakan yang menyangkut hak dasar pekerja, khususnya upah.
“Gaji buruh adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup layak, bukan menjadi objek pemotongan sepihak,” ulas Iqbal.
KSP-PB mendorong agar solusi perumahan pekerja tetap diberikan, namun harus berbasis keadilan, partisipasi, dan jaminan perlindungan bagi buruh.
“Jika benar-benar ingin membantu buruh punya rumah, negara harus hadir. Jangan justru menyerahkan sepenuhnya pada pasar dengan dalih tidak membebani APBN,” jelasnya.(santi)









