Sriwijayamedia.com- Pasca pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) serentak tanggal 27 November lalu, Koordinator Nasional (Kornas) Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) Rendi NS Umboh melihat pentingnya penguatan pendidikan politik untuk mencegah konflik pasca pelaksanaan pilkada.
JPPR mengingatkan semua pihak, terutama Bawaslu untuk memperketat pengawasan dan mengutamakan upaya pencegahan.
Selain itu mengingatkan pemerintah daerah, para calon, tim sukses, dan relawan pasangan calon (paslon) bagaimana mewujudkan pilkada damai dan kondusif.
Dalam penyelenggaraan Pilkada 2024, beberapa insiden yang melibatkan antar pendukung calon masih saja terjadi, seperti pengeroyokan yang menimbulkan korban jiwa di Sampang, Madura, Jawa Timur, tawuran antar pendukung di Pare-Pare, kerusuhan di Membramo Tengah hingga membuat Kapolres tertancap anak panah, pembakaran kotak suara di Kota Sungai Penuh dan penembakan rumah bupati di Solok Selatan.
“Kami meminta seluruh pihak untuk melakukan upaya-upaya pendidikan politik kepada masyarakat diseluruh daerah, agar tak terjadi konflik horizontal atau kekerasan pasca hari pencoblosoan Pilkada Serentak 2024,” ujar Rendi, dalam Diskusi Publik Pilkada 2024 dan Masa Depan Demokrasi “Educating Voters, Enhancing Democracy, Fostering National Unity” (Mendidik Pemilih, Menguatkan Demokrasi, Merawat Persatuan Nasional), di Paviliun Cik Ditiro, Menteng, Jakarta, Selasa (3/12/2024).
Rendi mengatakan dalam konteks demokrasi pemilihan memang sudah usai tapi belum selesai karena ada proses yang masih harus dilakukan, seperti rekapitulasi yang berjenjang sampai penetapan calon terpilih.
“Karena itu pendidikan yang harus kita sampaikan kepada publik adalah jangan terjebak euforia. Sebab ini namanya fakeness (palsu). Kita lihat adanya quickcount, itu adalah hitungan cepat yang bukan merupakan hasil pemilu yang ditetapkan KPU. Jadi pada kejadian yang menang konvoi, yang kalah juga konvoi, disitulah ada konflik horizontal yang rawan terjadi. Inilah perlunya pendidikan politik sebab yang menang tidak perlu konvoi pasti menang,” ungkap Rendi.
Tahun ini merupakan perhelatan pilkada terbesar pertama kali di tanah air karena digelar secara serentak di 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota di Indonesia.
Karena itu soal kondusifitas sangat urgen untuk menjadi perhatian JPPR dan seluruh pihak. Hal ini dilakukan demi menjaga potensi pengulangan konflik kembali paska pilkada.
Untuk itu, JPPR menyatakan merekomendasikan pihak keamanan untuk meningkatkan kesiagaan dalam menjaga kondusifitas situasi paska pilkada 2024, tentu dengan cara-cara humanis dan persuasif; meminta para calon dan seluruh pendukung dipilkada 2024 untuk dewasa menyikapi perbedaan pilihan politik, serta berbesar hati untuk bersatu padu membangun daerah agar lebih baik dan lebih maju;mendorong KPU dan Bawaslu untuk mengevaluasi total pelaksanaan pilkada demi mewujudkan pilkada yang damai dan kondusif dimasa yang akan datang.
Menanggapi hal tersebut, Tenaga Ahli KPU RI Ahmad Fadilah mengatakan pilkada dan pemilu adalah sebagai sarana dan wadah integrasi bangsa sehingga integritas pelaksanaan pemilu dan pilkada akan menentukan kualitas demokrasi.
Maka harapan bersama agar pelaksanaan pemilu dan pilkada bisa terlaksana secara demokrasi. Ada 564 daerah yang kali ini menggelar pilkada.
Angka itu minus Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) karena tidak ada pemilihan gubernur dan di Jakarta karena tidak ada pemilihan bupati lantaran masih mengacu pada UU No 29/2007, maka masih berlaku sebagai lex specialist meski Jakarta sudah berstatus Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
“Bagaimana kita atau masyarakat bisa ikut memantau jika tidak memahami payung hukum atas pelaksanaan pengawasan dan pemantauan tersebut?. JPPR sebaiknya bisa memberdayakan jaringan-jaringannya untuk memperdalam keterlibatan dalam pelaksanaan pemilu. Sebab ada yang diatur dalam undang-undang pemilu tapi tidak diatur dalam undang-undang pilkada, seperti keberadaan relawan, jurkam, dan sebagainya,” urai Ahmad.
Sementara itu, Komisioner Bawaslu RI Herwyn JH Malonda mengingatkan, terhitung sejak 27 November, maka besok (Rabu, 4 Desember) adalah batas terakhir laporan pelanggaran pemilu disampaikan ke Bawaslu.
Sebab waktu untuk pelaporan hanya tujuh hari. Diharapkan pada 16 Desember 2024 kasus-kasus perselisihan pemilu yang ada bias terselesaikan.
“Papua Barat Daya oleh bawaslu diverifikasi, tapi oleh Kejagung dikembalikan, ini terjadi di Fakfak dan juga Banjar Baru, Sulsel. Kasus-kasus ini sedang berproses,” tutur Ahmad.
Guru Besar Universitas Nasional (UNAS) sekaligus Peneliti Senior dari Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN Prof Dr Lili Romli, M.Si., lebih menyoroti pada keberhasilan pelaksanaan pilkada serentak secara umum.
Menurutnya, pelaksanaan pilkada dan pemilu yang berada dalam ranah kerja KPU dan Bawaslu tentu harus diberi apresiasi.
“Kita tentu memberikan apresiasi pada pelaksanaan pilkada-pemilu kepada KPU dan Bawaslu yang meskipun ada riak-riak politik berhasil melaksanakan pilkada secara kolosal (serentak) dan berlangsung aman damai,” imbuh Prof Lili.
Menurut Lili, Pilkada serentak yang berdekatan dengan pilpres kemungkinan besar menimbulkan kejenuhan tersendiri bagi pemilih sehingga menyebabkan minimnya antusias pemilih untuk datang ke TPS.
Namun bisa juga karena munculnya sikap apatis sebagai bentuk protes politik atas munculnya kandidat-kandidat yang ada.
“Ada harap-harap cemas apakah pilkada berlangsung dua atau cukup satu putaran. Jadi pilkada sebenarnya dinamika dari politik,” jelas Lili. (santi)