Sriwijayamedia.com – Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Herman Khaeron menilai adanya pagar bambu yang terpasang sepanjang sekitar 30 KM di perairan Tangerang, Provinsi Banten, merupakan bentuk pelanggaran peraturan perundang-undangan.
Herman mengatakan, perairan atau laut merupakan common property, dimana ada hak para nelayan juga untuk mengekploitasi.
“Laut itu kan diatur, ada aturannya. Kalau di Indonesia ada Undang-Undang Kelautan, kalau dalam konvensi internasional ada UNCLOS 82, United Nations Convention Law of the Sea. Tahun 1982. Yang mengatur terhadap laut adalah sebagai ‘common property’,” kata Herman Khaeron, di Kompleks Parlemen, senayan, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2025).
Herman menegaskan, tidak ada seorangpun yang bisa memiliki laut, karena laut merupakan jalur transportasi dan sumber daya alam yang dimanfaatkan oleh nelayan sebagai mata pencarian.
“Nah oleh karenanya, sebetulnya tidak serta-merta seseorang dapat memiliki laut. Karena bahkan di dalam Undang-Undang Kelautan itu kan diberi sepadan garis pantai, yang itu juga menjadi common property. Nah kalau laut saja sudah dipager, ya sudah pasti ini menyalahi terhadap peraturan perundang-undangan,” ujarnya.
Baik BUMN maupun swasta, kata Herman, tidak dapat melakukan sesuatu yang tidak ada landasan hukumnya. Menurutnya, pemagaran laut ini selain akan mempersulit nelayan, juga akan menimbulkan jurisprudensi yang negatif.
“Nanti semua orang kalau magar laut gimana? Pada akhirnya nelayan juga bisa dong magar laut. Nah ini yang menurut saya kita dudukkan kepada peraturan perundang-undangan sehingga negara kita betul-betul menjadi negara yang panglimanya adalah peraturan perundang-undangan, panglimanya adalah hukum,” paparnya.
Diketahui, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penyegelan terhadap pagar laut di perairan pesisir Tangerang, Banten, sepanjang 30,16 kilometer. Hingga kini belum diketahui siapa yang memiliki dan membangun pagar yang terbuat dari bambu tersebut. (adjie)