SDR : Tugas Civil Society Bongkar Kasus Korupsi, Bukan Lindungi Koruptor

Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto/sriwijayamedia.com-irawan

Sriwijayamedia.com – Polemik dugaan korupsi penyelenggaraan Formula E semakin menarik. Kini melibatkan pakar hukum pidana Prof Romli Atmasasmita yang menegaskan kalau kasus tersebut layak dipidana.

Romli mengatakan hal tersebut berdasarkan sejumlah pertimbangan. Pertama, sejak awal Anies Baswedan dan kawan-kawan jelas sudah mengetahui bahwa di dalam APBD DKI Tahun Anggaran 2019 tidak terdapat pos anggaran untuk kegiatan Formula E. Artinya tidak memiliki landasan keuangan yang sah sesuai PP tentang Pengelolaan Keuangan Daerah DKI.

Bacaan Lainnya

Kedua, Anies Baswedan dinilai tetap “memaksakan” terselenggaranya Formula E dengan cara memberikan kuasa kepada Kadispora untuk melakukan pinjaman ke BANK DKI (BUMD).

Ketiga, Pemprov DKI juga telah melakukan perjanjian dengan pihak Formula E menggunakan pendekatan Business to G yang bersifat mengikat. Romli mengatakan hal tersebut melanggar persetujuan Kemendagri yang mengharuskan Business to Business.

“Telah melakukan pembayaran commitment fee kepada pihak Formula E tanpa dasar APBD dan Persetujuan DPRD dan yang tidak dapat dibatalkan atau ditarik kembali,” jelasnya.

Berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut, kata Romli, perbuatan Anies Baswedan dan kawan-kawan jelas-jelas termasuk perbuatan melawan hukum (PMH) yang merugikan keuangan negara atau melakukan PMH.

Pendapat Romli diamini oleh Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto.

Dia menilai pendapat hukum Romli menjadi darah segar yang semakin membuatnya yakin dengan analisis yang telah dilaporkan oleh pihaknya ke KPK.

“Poin-poin dari Prof Romli sedikit banyak memiliki irisan dengan analisa SDR. Terutama terkait unsur perbuatan melawan hukum dan kerugian negara. Tetapi kami akui, analisa Prof jauh lebih lengkap dan rijid,” ujar Hari.

Hari justru merasa aneh dan prihatin dengan adanya sejumlah pihak yang menyerang pribadi dan kredibilitas Prof Romli hanya karena menyampaikan pendapat hukum yang diminta oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sinisme sejumlah pihak tentunya tak lepas dari kepentingan mereka untuk membela kepentingan Anies Baswedan.

“Pertanyaannya adalah apakah mereka membela Anies karena Pro Bono atau ada motif lain?” imbuhnya.

Fenomena ini menarik, kata Hari, sebab jarang terjadi ada sekelompok orang atas nama civil society rame-rame menyerang KPK dan membela orang yang tengah dibidik dalam kasus korupsi.

“Tugas civil society itu membongkar praktik korupsi bukan melindungi koruptor,” tandas Hari.

Dia menilai Prof Romli sedang menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai bagian dari civil soceity dalam memberantas korupsi.

Dia juga menyayangkan sejumlah kelompok yang nyinyir soal Mandalika atau pun sejumlah proyek lain.

“Mereka teriak adanya dugaan korupsi dalam proyek-proyek tersebut. Namun, alih-alih melaporkan ke aparat penegak hukum mereka justru asyik nyinyir di media sosial,” paparnya.

Hari menegaskan jika melaporkan dan memonitor kasus dugaan korupsi adalah hak sekaligus kewajiban warga negara yang dilindungi oleh UU.

Tidak sedikit kasus yang sudah dilaporkan ke penegak hukum namun tidak berjalan, bukan berarti kita mesti menyerah. Ada banyak faktor kasus tidak berjalan, bisa jadi memang tidak cukup bukti atau ada faktor nonteknis. Tetap laporkan dan monitoring.

“Dilaporkan dan dimonitor saja kasusnya belum tentu jalan karena sejumlah keadaan, apalagi kalau cuma dinyinyiri di medsos,” pungkasnya.(Irawan)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *