PP 28/2024 dan RPMK Dinilai Rugikan Industri Tembakau

Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Golkar Yahya Zaini, dalam Diskusi Forum Legislasi, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (18/9/2024)/sriwijayamedia.com-adjie

Sriwijayamedia.com – DPR meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk meninjau kembali Peraturan Pemerintah (PP) No 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) No 17/2023 Tentang Kesehatan, dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik.

Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Golkar Yahya Zaini mengungkapkan, PP No 28/2024 berpotensi merugikan Industri Hasil Tembakau (IHT), termasuk industri rokok yang selama ini menyumbang pendapatan negara rata-rata di atas 200 triliun per tahun.

“Yang kita bela ini adalah bukan industri besar tapi petani tembakau ,buruh pabrik, tukang asongan warung-warung kecil dan pedagang kaki lima. Kalau industri besar itu terkena peraturan apapun, mereka sudah survive (bertahan), bahkan bisa mengalihkan industrinya ke industri yang lain,” kata Yahya Zaini, dalam Diskusi Forum Legislasi bertema ‘Menilik Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan dan Dampaknya Terhadap Industri Tembakau’, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (18/9/2024).

Sebagaimana diketahui pemeritah baru saja mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) No 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 17/2023.

Salah satunya mengenai aturan tentang pengendalian zat adiktif produk tembakau, aturan mengenai penjualan rokok eceran, pembatasan iklan rokok, dan peringatan kesehatan pada kemasan rokok. Sedangkan RPMK akan memuat aturan penerapan kemasan rokok tanpa merk atau polos.

Yahya Zaini menjelaskan, ada tiga jalan yang bisa dilakukan untuk meminimalisir dampak ataupun bagaimana mempengaruhi sikap pemerintah sebelum Permenkes (RPMK) dikeluarkan.

Pertama adalah membangun opini publik agar ada keseimbangan opini di tengah masyarakat.

“Jadi opini publik tidak dikuasai oleh mereka yang anti tembakau saja. Kita juga bisa meminta pandangan-pandangan dari berbagai kalangan yang peduli terhadap tembakau baik dari sisi ekonomi, sisi perkebunan maupun dari segi cukainya,” lanjutnya.

Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Nasdem Nurhadi menilai, RPMK yang sedang disusun oleh Kemenkes dinilai terlalu menyimpang atau overlap. Hal ini dikarenakan adanya beberapa aturan yang seharusnya bukan wilayah atau kewenangan Kemenkes.

“Pihak Kemenkes yang memasukkan beberapa poin di pasal-pasal di RPMK tersebut ,contoh kaitanya dengan desain kemasan yang rencananya nanti boleh dikatakan hampir seperti polos. Ini yang yang menurut saya boleh dikatakan offside atau overlap,” ungkap Nurhadi.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman SPSI Sudarto AS menilai regulasi pengendalian IHT ini merupakan tekanan luar biasa terhadap seluruh stakeholder terkait, bukan hanya para petani tembakau.

“Regulasi pengendalian IHT ini sangat membahayakan berbagai macam pihak yang terkait, dari hulu sampai hilir. Itu bukan hanya petani dan buruh pabrik, tapi akan berdampak buruk bagi buruh-buruh sektor lainnya yang hidup karena adanya mata rantai ini. IHT ini bukan cuma sekedar bicara produk rokok. IHT ini ada kaitannya dengan kehidupan sosial ekonomi terutama di pedesaan,” jelas Sudarto. (Adjie)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *