Sriwijayamedia.com- Lembaga Peradaban Luhur (LPL) bekerja sama dengan Forum Bahtsul Masail Kebangsaan (FBMK) menyelenggarakan Launching dan Bedah Buku Saku Hasil Bahtsul Masail “Haram Memilih Capres Pelanggar HAM Berat!”, berlangsung di Waroeng Sadjoe, Tebet, Jakarta Selatan, Jum’at (19/01/2024).
Sejumlah narasumber yang hadir antara lain Dr KH Ahmad Faqihudin, dosen agama Islam; KH Abdullah Albarkah (Ketua Harian FBMK); dan KH Rakhmad Zailani Kiki (Kepala LPL) serta moderator Wiwit Musaadah.
“Hasil bahtsul masail tersebut kemudian dijadikan buku saku yang isinya dibuat ringkas, padat dan langsung pada inti pembahasan agar memudahkan siapapun dalam membaca dan memahaminya,” ujar Kepala LPL KH Rakhmad Zailani Kiki.
Ustadz Kiki, sapaan akrabnya ini melanjutkan banyak dari umat Islam yang belum memahami bahwa pelanggar HAM berat adalah pelaku dosa besar yang tidak layak menjadi pemimpin atau presiden, haram untuk memilihnya menjadi pemimpin atau presiden.
Karena di dalam ajaran Islam, pemimpin ideal dinarasikan sebagai pemimpin yang adil, bijaksana, dan tidak berlaku dzalim atau semena-mena dan bukan pelaku dosa besar atau pelanggar HAM Berat.
“Di Pilpres tahun 2024 ini, ada calon presiden atau capres yang merupakan pelanggar HAM berat, pelaku dosa besar yang haram untuk dipilih oleh umat Islam sebab sudah melakukan penculikan dan penghilangan orang. Karenanya, kita yang memahami persoalan ini punya kewajiban untuk mensosialisasikan isi buku saku tersebut kepada umat Islam, dimulai dari acara launching dan bedah buku ini,” pungkas Ustadz Kiki.
Adapun isi buku saku tersebut menjelaskan empat hasil bahtsul masail, yaitu: hukumnya haram memilih calon presiden yang telah terbukti melanggar HAM berat ; menuntut pertanggungjawaban politik dan keadilan para pelaku utama dan pelaku intelektual pelanggaran HAM ; mendesak para legislator untuk merevisi UU Pemilu, dan memasukkan norma larangan pelanggar HAM untuk menjadi calon presiden agar masuk menjadi undang-undang, sebagai bagian dari open legal policy legislator dengan prinsip saddudz dzari’ah atau mencegah setiap pekerjaan legal (mubah) yang bisa menjadi penyebab pada sesuatu yang tidak diperbolehkan.
Terakhir etika, moral dan nilai agama yang dianut, seharusnya lebih tinggi daripada hukum, karena hukum diambil dari itu semua.(Irawan)