Pj Bupati OKU Tinjau Perkebunan Cabai Desa Karya Jaya

Pj Bupati OKU H Teddy Meilwansyah, S.STP., MM., M.Pd., meninjau perkebunan cabai kelompok tani Harapan Makmur, Desa Karya Jaya Batumarta Unit XIII Kecamatan Sinar Peninjauan, Kabupaten OKU, Selasa (9/1/2024)/sriwijayamedia.com-rnj

Sriwijayamedia.com – Pj Bupati OKU H Teddy Meilwansyah, S.STP., MM., M.Pd., didampingi Asisten III Setda OKU Romson Fitri bersama Kepala Dinas Pertanian Kabupaten OKU Husmin, SP., MM., meninjau perkebunan cabai kelompok tani Harapan Makmur yang berada di Desa Karya Jaya Batumarta Unit XIII Kecamatan Sinar Peninjauan, Kabupaten OKU, Selasa (9/1/2024).

Kunjungan orang nomor satu di Bumi Sebimbing Sekundang dilahan perkebunan cabai seluas 12 hektar itu untuk menyaksikan upaya kelompok tani dalam memanfaatkan lahan kosong mejadi lahan produktif yang bisa menekan angka inflasi di Kabupaten OKU.

Bacaan Lainnya

“Ini sangat luar biasa, potensi pertandian di OKU sangat menjanjikan, tanaman cabai ini tumbuh subur dan buahnya sangat baik. Mudah-mudahan hasil panennya nanti juga cukup baik,” kata Pj Bupati OKU H Teddy Meilwansyah.

Kunjungan ini juga dalam rangka sosialisasi ketahanan pangan dan pengendalian inflasi serta dalam rangka mendukung program gerakan OKU menanam.

“Bukan hanya kepada petani saja tapi juga masyarakat bagimana kita bisa memanfaatkan lahan kosong, pekarangan rumah menjadi produktif yang dapat menghasilkan kebutuhan pangan,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Pj Bupati OKU Teddy Meilwansyah juga mendengarkan keluh kesah para kelompok tani. Mereka menghadapi kendala dalam mensejahterakan keluarga dengan berkebun cabai.

Salah satu yang menjadi permasalahan utama adalah monopoli harga yang dilakukan tengkulak atau pengepul di daerah tersebut.

Menanggapi hal itu, PJ Bupati OKU akan mengambil langkah dengan melakukan intervensi harga.

Bahkan pasca rapat dengan Bulog OKU, pihaknya berencana akan membeli hasil panen petani cabai di Desa Karya Jaya dengan harga yang dapat menguntungkan petani.

“Upaya Pemkab OKU dalam menekan angka inflasi adalah dengan memanfaatkan lahan -lahan kosong menjadi areal pertanian. Nah, untuk cabai ini, diperkirakan Maret cabai sudah panen, dan nanti kita akan gerakkan Bulog untuk membeli hasil panen ini dengan harga yang tentu tidak merugikan petani. Nanti kami bersama Bulog yang akan memasarkannya,” papar Teddy.

Selain itu, Pj Bupati OKU juga berjanji akan membantu permodalan para petani di Desa Karya Jaya supaya kedepan para petani bisa terus mengembangkan usaha pertanian cabai.

“Kami punya dana BTT (Biaya Tak Terduga) yang dapat digunakan dalam menekan dan pengendalian inflasi. Mudah mudahan nanti kami akan berkoordinasi kepada Pemprov Sumsel dan teman – teman di Kemendagri agar dana ini nantinya bisa di pakai untuk membantu permodalan seperti membeli pupuk, biaya transportasi sehingga nanti masyarakat OKU dapat membeli cabai dengan harga murah, tapi tidak merugikan petani. Kita berharap luas perkebunan cabai ini bisa terus meningkat,” jelasnya.

Sementara itu, Iqbal, salah satu petani cabai yang juga merupakan pendamping lapangan petani cabai di Desa Karya Jaya menuturkan permasalahan utama dari petani cabai adalah harga jual hasil panen cabai sampai saat ini belum bisa memuaskan petani lantaran harga yang di monopoli para toke (pengepul).

“Untuk di tingkat petani harga saat ini dikisaran Rp.25.000 hingga Rp.30.000 perkilogramnya. Sementara di pasar bisa mencapai di angka Rp.80.000. namun kendala nya untuk di pasar tradisional atau di Baturaja mereka tidak mau menampung dalam jumlah yang banyak,” tutur Iqbal.

Permasalahan lain yang dihadapi petani lanjutnya adalah permodalan para petani yang tidak memadai. Terutama untuk membeli plastik mosa yang dipergunakan sebagai alas menanam cabai.

“Untuk 1 kg-nya, plastik mosa itu bisa mencapai harga Rp.25.000 bahkan hingga Rp28.000 untuk yang kwalitas bagus, sedangkan untuk lahan 1 ha bisa menghabiskan hingga 100 kg plastik mosa. Ditambah biaya pupuk yang bisa mencapai 11 macam. Diprediksi untuk 1 ha itu biaya keseluruhan bisa mencapai 40 juta rupiah” rincinya.

Dengan biaya sebesar itu, kata Ikbal, dirinya dan para petani tak punya pilihan selain meminjam modal dari para Toke (tengkulak/pengepul). Meski pinjaman itu tak berbunga, namun hasil panen mereka di monopoli oleh para tengkulak itu.

“Ya, mau bagaimana lagi, dengan terpaksa kita terima dan menjual hasil panen ke mereka (tengkulak,red) meski harganya murah. Dan mereka membawanya ke Palembang untuk dijual lagi,” keluhnya.(rnj)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *