Sriwijayamedia.com– Bawaslu akhirnya mengabulkan permohonan laporan Iskandar Halim dari PERSADI DKI Jakarta terkait dugaan pelanggaran administratif pemilu 2024.
Pengabulan gugatan pemohon disampaikan dalam sidang virtual dugaan pelanggaran administratif pemilu 2024, diselenggarakan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta pada Kamis (14/12/2023), dengan agenda pembacaan putusan.
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Pemeriksa Benny Sabdo, SH., MH., didampingi Anggota Majelis Pemeriksa Reiki Putra Jaya, dihadiri pihak pelapor Iskandar Halim, SH., MH., dan lainnya serta pihak terlapor Ketua KPU Jakarta Selatan Muhammad Taqiyuddin.
Dalam sidang tersebut juga disampaikan dalil-dalil kesaksian dan bukti-bukti yang tidak relevan sehingga majelis pemeriksa menolak eksepsi terlapor.
Berdasar hal tersebut majelis juga menilai pokok pelaporan pelapor menurut hukum, berdasar fakta pertimbangan dan pendapat hukum majelis mengambil kesimpulan terlapor terbukti melakukan pelanggaran pemilu administrasi pemilu sebagaimana diatur dalam pasal 460 ayat 1 Undang-undang pemilu, terlapor melakukan pelanggaran tata cara, prosedur dan mekanisme yang berkaitan dengan proses pemuktahiran data pemilih melalui coklit atas nama Tan Eng Ho (TEH) dan Tan Eng Shiong (TES).
Atas dasar kesimpulan tersebut, majelis pemeriksa memutuskan menyatakan terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administratif pemilu.
Serta memerintahkan kepada KPU Jakarta Selatan untuk melakukan perbaikan administrasi terhadap tatacara prosedur atau mekanisme berkaitan dengan pemuktahiran data pemilih atas nama TEH dan TAS sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Hingga memberikan teguran kepada terlapor untuk tidak mengulangi perbuatan yang melanggar ketentuan perundangan-undangan.
“Majelis memutuskan menyatakan terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administratif pemilu, memerintahkan kepada KPU Jakarta Selatan untuk melakukan perbaikan administrasi terhadap tatacara prosedur atau mekanisme berkaitan dengan pemuktahiran data pemilih atas nama TEH dan TAS sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” ujar Ketua Majelis Pemeriksa Benny Sabdo, SH., MH., saat membacakan putusan sidang di Bawaslu DKI Jakarta, Kamis (14/12/2023).
Menanggapi putusan sidang tersebut, pihak pemohon Iskandar Halim, SH., MH., selaku Sekretaris Pergerakan Advokat Seluruh Indonesia (PERSADI) DKI Jakarta meminta agar putusan Bawaslu DKI Jakarta dapat diterima oleh semua pihak terkait di seluruh Indonesia, bahkan luar negeri sehingga publik mengetahui status TEH dan TES yang bukan lagi WNI dan tidak masuk dalam DPT pemilu 2024.
“Selaku pemohon meminta agar putusan Bawaslu dapat di upload oleh semua pejabat pemerintah instansi dan masyarakat di seluruh Indonesia, bahkan luar negeri mengingat perwakilan KPU diluar negeri pun ada di luar negeri agar masyarakat (publik) tahu tidak mudah melakukan DPT fiktif dengan menggunakan data orang yang tidak lagi atau bukan WNI,” terang Iskandar.
Menurutnya, putusan ini tentu memiliki dampak karena sebentar lagi Indonesia akan melaksanakan pesta demokrasi, yaitu pemilihan presiden dan wakil presiden, kemudian melakukan pemilihan umum DPR RI, DPR kabupaten/kota dan pemilihan gubernur, terutama gubernur DKI Jakarta dan presiden serta pemilihan presiden.
Iskandar juga meminta KPU RI dan jajarannya agar melakukan kehati-hatian dalam melakukan coklit yaitu pantarlih (panitia pendaftaran pemilih) yang berada dalam urutan paling bawah.
Selanjutnya Iskandar bersama rekan-rekannya akan menjadikan putusan Bawaslu DKI Jakarta sebagai alat bukti ke Polda Metro Jaya dalam kaitannya dengan kasus eksekusi yang tengah dihadapi oleh kliennya Meifilia (M).
“Langkah selanjutnya dari putusan ini, bahwa DPT atas nama TEH dan TES itu kami nyatakan fiktif berdasar putusan bawaslu DKI Jakarta. Juga akan kami jadikan alat bukti di Polda Metro Jaya sesuai dengan laporan klien kami bernama Meifilia yang menjadi korban atas putusan eksekusi oleh pemohon eksekusi atas nama TEH dan TES yang terbukti bahwa data pantarlihnya juga fiktif, sesuai dengan hasil putusan Bawaslu DKI Jakarta,” jelas Iskandar.
Sebagai pelapor sekaligus advokat dan sebagai WNI, Iskandar berharap kedepan instansi-Instansi yang berwenang lebih berhati-hati mengeluarkan nomor identitas kependudukan ( KTP) agar tidak disalahgunakan terutama dalam pemilu.
“Marilah sama-sama baik pemerintah, instansi yang berwenang, baik itu Dukcapil, KPU dan Kementerian-Kementerian terkait dalam hal ini berhati-hatilah dengan mengeluarkan identitas nomor induk KTP atau identitas, tidak mudah. Karena belum pernah kami mendengar diumumkan orang-orang yang telah meninggal dunia atau belum dewasa diumumkan untuk dihapus. Sehingga nomor-nomor induk kependudukan (NIK) orang yang sudah meninggal dunia mudah digunakan oleh orang lain secara fiktif. Kalau dibiarkan ini akan merajalela dan merusak tatanan negara kita karena tidak hanya orang Indonesia tapi orang asing juga,” ungkap Iskandar.
Ia menambahkan dampak buruk dari penggunaan NIK palsu adalah ketika melakukan pencegahan tindak kejahatan, masyarakat tentu akan kesulitan menelusurinya karena pelaku menggunakan KTP/identitas palsu. Oleh sebab itu ia berharap kedepan akan lebih baik lagi.
Setelah berhasil melapor ke Bawaslu DKI Jakarta, langkah selanjutnya Iskandar bersama rekan-rekan seprofesinya yang tergabung dalam PERSADI DKI Jakarta berniat untuk menggugat Dukcapil dan BPN Jakarta Pusat ke Komisi Informasi DKI Jakarta. (santi)