OPINI : Ancaman Instabilitas Persatuan dan Kesatuan Bangsa Pasca Pemilu 2024

Ketum KOMPI Ergat Bustomy/sriwijayamedia.com-santi

Oleh : 

Ergat Bustomy, Ketua Umum (Ketum) Komunitas Masyarakat Peduli Indonesia (KOMPI)

Sehubungan dipercepatnya Pemilu 2024 dan berdasarkan jadwal tahapan penyelenggaraan yang dipublikasikan KPU, maka setidaknya pada April 2024, Indonesia akan memiliki 2 Presiden dan 2 Lembaga Legislatif (DPR dan DPD)

Pertama, Presiden, DPR dan DPD terpilih dan terlegitimasi pada April tahun 2024. Kedua, Presiden, DPR dan DPD yang akan berakhir masa jabatannya pada Oktober 2024.

Maka, dengan fakta ini dapat dipastikan akan ada masa transisi pemerintahan selama 6 bulan.

Jeda waktu cukup lama inilah yang akan memicu terjadinya Instabilitas Persatuan dan Kesatuan Bangsa, utamanya antara kelompok pendukung Presiden yang baru terpilih dan terlegitimasi dengan kelompok pendukung Presiden yang sedang berkuasa, namun akan segera habis masa jabatannya.

Dugaan penyalahgunaan wewenang dari Presiden yang sedang berkuasa namun akan segera habis masa jabatannya beserta partai pendukungnya di DPR dapat melakukan manuver dengan cara mempercepat realisasi berbagai regulasi untuk mengamankan agenda politik dan kekuasaannya.

Tindakan manuver itu pada saatnya nanti akan menjadi subjek argumentasi dari para pendukung Presiden yang baru terpilih ketika ditemukan regulasi yang bertentangan dengan visi, misi dan program kerja dari Presiden yang baru terpilih.

Gejolak instabilitas dapat meluas pada kelompok masyarakat bila nantinya ada regulasi baru yang diduga merugikan kepentingan rakyat.

Perbedaan pendapat antar kelompok pendukung tentang realisasi regulasi baru yang ditetapkan Presiden dan partai pendukungnya diakhir masa jabatan tersebut pada akhirnya dapat memicu terjadinya pertikaian fisik yang kemudian akan memecah persatuan dan kesatuan bangsa.

Mindset yang terbentuk pada masing-masing kelompok pendukung untuk mempertahankan opininya pada masalah legitimasi dan kewenangan akan menjadi penyebab terjadinya instabilitas yang berpotensi memecah persatuan dan kesatuan bangsa.

Solusi

Pertama, MPR, DPR dan DPD transisi wajib membuat aturan dan atau regulasi yang jelas dan tegas, guna mengawal kemungkinan terjadinya dugaan penyimpangan dan atau pelanggaran yang diduga dapat dilakukan oleh Presiden dan partai politik pendukungnya yang masa jabatannya akan berakhir pada Oktober 2024.

Kedua, Presiden dan DPR terpilih periode 2024 – 2029 diharapkan bersama-sama dengan segera membuat dan mengesahkan aturan dan atau regulasi baru kepada pemerintahan masa transisi untuk hal tersebut diatas.

Aturan dan atau regulasi baru yg dimaksud untuk hal tersebut diatas adalah mengatur bagaimana Presiden dan DPR yg akan berakhir masa jabatannya pada Oktober 2024 dibatasi kewenangannya saat masa jeda tersebut.

Pembatasan yang dilakukan berupa pelarangan pengesahan rancangan undang-undang yang belum memasuki tahap tertentu di DPR dan wajib di-carryover ke DPR periode selanjutnya serta pembatasan penggunaan kewenangan lain yang melekat pada jabatan tersebut.

Pembatasan itu tentu sudah sejalan dengan prinsip konstitusionalisme yang menganut pembatasan kekuasaan, karena bukan berarti ketika menunggu pejabat yang baru untuk dilantik, Presiden dan DPR yang akan berakhir masa jabatannya pada Oktober 2024 tersebut dapat bebas melakukan kewenangan dengan tetap membawa ‘atas nama rakyat’.

Bersama ini juga, kami Komite Masyarakat Peduli Indonesia (KOMPI) mengimbau agar seluruh komponen masyarakat, termasuk media massa dan organisasi masyarakat sipil turut melakukan pengawasan dan monitoring terhadap jalannya pemerintahan transisi selama enam bulan tersebut yaitu pada April – Oktober 2024.

Semoga hal tersebut diatas dapat menjadi fokus perhatian kita bersama agar pemerintahan baru pasca Pemilu 2024 dapat berjalan dengan baik dan lancar.(Santi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *