Sriwijayamedia.com – Mungkin masih banyak di antara pembaca yang belum paham mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan sering salah mengartikannya sebagai pajak.
PNBP, seperti halnya pajak, sangat erat dengan aktivitas keseharian kita dan juga merupakan sumber penerimaan negara. Sebagai contoh, kalau kita ingin melakukan perjalanan ke luar negeri, tentunya kita membutuhkan paspor. Nah, layanan pembuatan paspor pada Kantor Imigrasi merupakan salah satu contoh objek PNBP. Demikian juga dengan layanan pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) pada satuan kerja Kepolisian maupun layanan nikah atau rujuk pada Kementerian Agama (Kemenag).
PNBP menurut Undang-Undang No 9/2018 adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dengan demikian ruang lingkup PNBP sangatlah luas. Dalam definisi tersebut juga tercermin empat karakteristik PNBP yaitu pungutan, manfaat, layanan, dan pemanfaatan sumber daya.
Pada proses pembuatan paspor dan SIM/STNK, tentunya terdapat pungutan yang harus dibayarkan oleh para pengguna layanan. Manfaat yang diterima dari pungutan/setoran PNBP dapat bersifat langsung maupun tidak langsung.
Contoh manfaat langsung yang diterima seperti dalam pembuatan paspor yang tentunya dapat digunakan sebagai salah satu syarat melakukan perjalanan ke luar negeri. Karena merupakan bukti identitas diri yang diakui di luar Indonesia. Contoh manfaat tidak langsung adalah denda pelanggaran lalu lintas. Dengan adanya denda yang harus dibayar atas pelanggaran lalu lintas diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan lalu lintas. Contoh tersebut merupakan manfaat tidak langsung dari PNBP.
Karakteristik selanjutnya yaitu layanan dan pemanfaatan sumber daya yang merupakan objek PNBP dan secara lengkapnya dikelompokkan menjadi 6 klaster objek PNBP sebagai berikut.
Klaster pemanfaatan sumber daya alam contohnya PNBP yang berasal dari komoditas minyak dan gas (migas) serta non migas seperti mineral dan batubara (minerba), perikanan, dan panas bumi ; Klaster pelayanan, contohnya layanan pemerintah di bidang pendidikan maupun kesehatan serta layanan lainnya seperti pembuatan paspor/SIM, STNK, dan lain-lain.
Lalu klaster pengelolaan Kekayaan Negara yang Dipisahkan (KND). Contohnya penerimaan dari Laba Badan Usaha Milik Negera (BUMN) berupa dividen yang menjadi bagian pemerintah dari BUMN Perbankan maupun Non Perbankan ; Klaster Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN). Contohnya sewa ruangan pada lingkungan kantor pemerintah (ruang ATM, kantin, dan sebagainya) dan terakhir klaster Pengelolaan Dana. Contohnya penerimaan dari jasa giro perbankan. Klaster Hak Negara Lainnya contohnya barang sitaan yang sudah dilelang dan denda dari pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat.
PNBP diharapkan dapat semakin optimal dalam kontribusinya pada APBN dan untuk menjamin hal tersebut, kualitas tata kelola PNBP perlu selalu ditingkatkan. Dalam hal ini, Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) mempunyai tugas untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pengelolaan PNBP pada satuan kerja (satker) pengelola PNBP.
Beberapa permasalahan yang masih terjadi dan mengakibatkan penerimaan PNBP tidak optimal antara lain adalah PNBP yang terlambat disetor, belum disetor, kurang dipungut, belum/tidak dipungut, PNBP yang digunakan langsung (oleh satuan kerja non Badan Layanan Umum (BLU).
Diketahui, BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Layanan BLU juga merupakan objek PNBP, namun satker BLU mempunyai fleksibilitas untuk dapat menggunakan langsung pendapatannya tersebut, berbeda dengan satker pengelola PNBP (non-BLU) yang PNBP-nya harus disetorkan terlebih dahulu ke Kas Negara sebelum dapat digunakan sesuai peraturan yang berlaku.
Selama masa pandemi Covid-19, PNBP memiliki peran penting dalam menyukseskan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) melalui berbagi kebijakan pemerintah. Terdapat relaksasi pembayaran PNBP bagi wajib bayar yang terdampak Covid-19 yaitu melalui kebijakan penundaan atau penjadwalan pembayaran dividen bagian pemerintah yang diberikan kepada BUMN yang sektor usahanya terdampak Covid-19 dan melalui penerapan tarif sampai dengan Rp0 untuk jenis PNBP yang dipandang dapat meringankan beban masyarakat atau stimulus bagi sektor industri.
Peran penting lain PNBP sebagai salah satu sumber penerimaan negara di luar pajak dan hibah, adalah untuk menjaga defisit APBN. Terlebih lagi pada tahun 2023 defisit maksimal yang diperkenankan oleh Undang-Undang adalah sebesar 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Berdasarkan data Online Monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (OM-SPAN), pendapatan negara dari PNBP selalu mengalami pertumbuhan positif. Pada tahun 2018 PNBP di Sumatera Selatan (Sumsel) tumbuh sebesar 3,03%, (yoy). Selanjutnya pada tahun 2019 tumbuh sebesar 11,16%. Pada tahun 2020 yang merupakan masa awal pandemi Covid-19, terjadi penurunan pendapatan sehingga hanya tumbuh 0,71%, namun pada tahun 2021 berhasil tumbuh 16,36%. Sampai dengan akhir November tahun 2022, PNBP di Sumsel sudah mencapai Rp2,1 triliun dan sampai dengan akhir tahun 2022 diproyeksi akan tetap mengalami pertumbuhan positif. Pertumbuhan yang terjadi pada setiap jenis pendapatan mengindikasikan perekonomian yang mulai pulih pasca pandemi Covid-19.
Data per akhir November 2022, realisasi PNBP di Sumsel dari pendapatan BLU memberikan kontribusi Rp1,35 triliun, dengan pendapatan terbesar berasal dari jasa pelayanan rumah sakit dan jasa pelayanan pendidikan. Sedangkan kontribusi dari PNBP lainnya sebesar Rp787,7 miliar dengan pendapatan terbesar berasal dari pelayanan Kepolisian antara lain pendapatan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), pendapatan penerbitan STNK, pendapatan penerbitan SIM dan perpanjangan SIM.
Pendapatan Pelayanan Kepolisian di wilayah Sumsel selalu menunjukkan peningkatan dan tidak terlalu terdampak oleh kondisi pandemi Covid-19. Berbeda dengan PNBP yang berasal dari pelayanan keimigrasian dan pelayanan jasa transportasi maupun pelayanan pelatihan dan pelayanan wisata alam yang sangat terdampak selama pandemi Covid-19 akibat kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) maupun Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Selain berfungsi sebagai salah satu sumber penerimaan negara, PNBP juga berfungsi sebagai penggerak roda perekonomian dari sisi belanja pemerintah melalui izin penggunaan. Dalam rangka percepatan realisasi belanja Kementerian Negara/Lembaga yang sumber dananya berasal dari PNBP telah dilakukan simplifikasi proses dalam penetapan Maksimum Pencairan PNBP (MP PNBP) yang merupakan batas tertinggi pencairan anggaran belanja negara.
Untuk itu, sejak awal tahun satker sudah dapat membiayai kegiatan dengan sumber dana PNBP sampai dengan enampuluh persen dari pagu PNBP pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) satker tanpa perlu menunggu setoran/penerimaan PNBP. Penetapan MP PNBP ini dilakukan secara elektronik juga dengan tujuan akselerasi belanja dengan harapan dapat menjadi daya dorong yang optimal untuk pertumbuhan ekonomi. Dengan peran gandanya, PNBP memberikan bukti nyata kontribusi melalui optimalisasi realisasi, baik pendapatan maupun belanjanya.
Oleh :
Yessi Marseilli, Pegawai pada Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Sumsel