Soal Rempang, Ketum DPP JBMI : Hindari Pengkotak-kotakan Suku Demi Raih Suara

Ketum DPP JBMI periode 2019-2024 KH Amran Hidayat Saragih/sriwijayamedia.com-santi

Sriwijayamedia.com- Peristiwa bentrokan yang terjadi antara warga dan aparat di Pulau Rempang, Galang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri) baru-baru ini memunculkan gerakan solidaritas suku Melayu untuk membela para warga Rempang agar tidak begitu saja meninggalkan kampung halamannya.

Bersatunya suku Melayu tentu akan menguntungkan kelompok tertentu untuk menyatukan kekuatan dukungan terhadap bakal calon presiden (bacapres) pada Pemilu 2024.

Bacaan Lainnya

Pendapat tersebut disampaikan Ketua Umum (Ketum) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Jam’iyah Batak Muslim Indonesia (JBMI) periode 2019-2024 KH Amran Hidayat Saragih, saat menanggapi peristiwa bentrokan di Pulau Rempang dan kaitannya dengan pemilu 2024 di Jakarta, Senin (25/9/2023).

KH Amran yang juga aktif sebagai Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta bidang Fatwa menilai dengan membawa-bawa suku Melayu hanya upaya pengkotak-kotakan yang seolah ingin membenturkan suku Jawa dan Melayu.

Sebab selama ini suku Jawa selalu yang menjabat sebagai presiden.

KH Amran menyampaikan jika egosentris masing-masing suku masih ditemukan adalah hal lumrah karena dimana suara terbanyak akan memenangkan pemilu.

Karena itu ketika membuat mereka bersatu tentu akan membawa kemenangan. Namun sebaiknya, hindari pengkotak-kotakan dan benturan antar suku, khususnya menjelang pemilu 2024.

“Saya melihatnya memang ada upaya membenturkan orang suku Jawa dan Melayu. Karena orang Jawa berpikir bahwa yang pantas menjadi presiden adalah orang Jawa. Sebab orang Melayu juga punya andil bagi bangsa ini. Namun saya yakin yang punya kepentingan disini (Pulau Rempang) adalah yang berkepentingan dengan chaos,” jelas KH Amran.

Amran menambahkan pecahnya bentrokan antara warga dengan aparat di Pulau Rempang yang diuntungkan adalah kelompok kanan, meski sebenarnya belum tentu kelompok inilah pemicunya.

Karena itu, ia menyarankan agar pemerintah segera mengambil langkah mediasi untuk menyelesaikan konflik yang ada.

Mediasi harus segera dilakukan agar tidak ada kepentingan lain dari luar yang berusaha masuk dan memanfaatkan keadaan.

Mediasi yang dilakukan bisa saja dengan menghadirkan orang-orang berkualitas, berjiwa nasionalis, berpikiran demokrat dan dalam posisi netral.

“Dalam Islam, mana yang lebih banyak maslahatnya dan lebih sedikit mudharatnya harus didahulukan. Jadi jika pada proyek Rempang dinilai lebih banyak mudharatnya dan lebih memenangkan pihak investor, lebih baik pemerintah tahan dulu,” saran Amran.

Bagi suatu kaum atau bangsa yang tengah membangun dan berkeinginan untuk maju pastilah ada konflik. Namun kalau untuk solusi dari terjadinya peristiwa tidak ada jalan lain selain mediasi.

Dalam hal ini juga tidak ada pihak yang dikatakan bersalah baik rakyat maupun pemerintah sebab tujuannya adalah untuk kemaslahatan bangsa. Sehingga jika tidak ada titik temu maka jalan satu-satunya adalah mediasi.

Dalam mediasi itu dibutuhkan tokoh-tokoh yang moderat dan nasionalis. Sebab kalau bercampur dasar mediasi bukan hanya sebagai nasionalis-moderat akan membawa banyak kepentingan dan tidak akan tercapai tujuan yang diharapkan sebagai dasar nasionalisme tentunya baik dari perwakilan warga maupun pemerintah tapi yang mengutamakan persatuan dan bersikap netral (i’tidal).

“Rakyat harus mampu memposisikan diri sebagai pemerintah dan begitupun sebaliknya. Jangan hanya mementingkan suatu kelompok kepentingan. Masing-masing pihak harus sama-sama introspeksi, berempati dan mawas diri sehingga pihak luar yang memanfaatkan situasi dan kondisi tidak akan bisa masuk,” imbuhnya.

Diakuinya, peristiwa Rempang memang diuntungkan oleh sebagian kelompok. Setiap permasalahan yang terpenting adalah efisiensi waktu.

“Jika upaya mediasi tidak dipercepat, maka konflik akan berkepanjangan,” pinta Amran. (santi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *